(Opini) Valentine dan Rantai Pasok Pertanian Global: Romantisme yang Menggerakkan Triliunan Rupiah di Seluruh Dunia

Sebelum dikenal sebagai hari kasih sayang, tanggal 14 Februari memiliki makna penting bagi masyarakat Romawi Kuno.

oleh Tim Regional Diperbarui 14 Feb 2025, 16:11 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2025, 08:33 WIB
Valentine
Ilustrasi Foto Hari Kasih Sayang (Valentine Day). (iStockphoto)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Setiap tanggal 14 Februari, dunia merayakan Hari Valentine sebagai momen penuh cinta dan kasih sayang. Namun, tahukah Anda bahwa perayaan ini memiliki akar yang jauh lebih dalam dari sekadar bertukar cokelat dan bunga mawar? Sejarahnya ternyata berkaitan erat dengan pertanian, kesuburan, dan ketahanan pangan.

Sebelum dikenal sebagai hari kasih sayang, tanggal 14 Februari memiliki makna penting bagi masyarakat Romawi Kuno. Kala itu, berlangsung sebuah ritual bernama Lupercalia, suatu festival yang dipercaya dapat meningkatkan kesuburan manusia, tanah, dan hewan ternak. 

Ritual ini berlangsung pada 13-15 Februari sebagai bagian dari doa kepada Faunus, dewa pertanian, dan Lupercus, pelindung gembala dari serangan serigala. Dalam perayaan ini, para imam mengorbankan domba atau sapi, lalu menggunakan kulitnya untuk mencambuk wanita muda. Meski terdengar aneh, tradisi ini diyakini dapat meningkatkan peluang mereka untuk memiliki keturunan, sebuah hal yang penting dalam masyarakat agraris.

Namun, pada abad ke-5, Paus Gelasius I melarang ritual ini dan menggantinya dengan Hari St. Valentine, yang lama-kelamaan berubah menjadi perayaan cinta romantis seperti yang kita kenal saat ini. Pada Abad Pertengahan, kepercayaan akan hubungan antara cinta dan pertanian masih bertahan. 

Banyak orang percaya bahwa menikah di bulan Februari akan membawa keberuntungan bagi hasil panen mereka. Dalam masyarakat agraris, keluarga besar berarti lebih banyak tenaga kerja untuk menggarap lahan dan menghasilkan pangan. Oleh karena itu, kesuburan tidak hanya berkaitan dengan keturunan tetapi juga dengan keberlangsungan ekonomi keluarga. 

Penyair terkenal Geoffrey Chaucer bahkan memperkuat keyakinan ini dalam puisinya Parliament of Fowls (1382), di mana ia menulis bahwa 14 Februari adalah hari ketika burung-burung memilih pasangannya. Ungkapan ini mencerminkan bahwa pertengahan Februari dianggap sebagai awal musim kawin burung dan banyak hewan lainnya, sebuah fenomena alami yang bertepatan dengan musim semi dan masa persiapan menanam tanaman baru. 

Saat ini, Hari Valentine bukan sekadar perayaan cinta dan kasih sayang, tetapi juga sebuah fenomena ekonomi global yang menggerakkan miliaran dolar atau triliunan rupiah setiap tahunnya. Di balik cokelat, bunga mawar, dan hadiah-hadiah romantis yang diberikan pada 14 Februari, terdapat rantai pasok global yang kompleks dan luas, melibatkan jutaan pekerja di berbagai sektor, terutama di bidang pertanian, logistik, dan ritel. 

Seiring dengan meningkatnya permintaan pada periode ini, berbagai negara memainkan peran penting dalam produksi dan distribusi barang-barang yang paling dicari saat Valentine, seperti cokelat dan bunga. Komoditas ini diproduksi di satu benua, diproses di tempat lain, dan akhirnya dikonsumsi di berbagai belahan dunia. Fenomena ini menunjukkan bagaimana Hari Valentine telah menjadi salah satu pendorong utama ekonomi global berbasis rantai pasok pertanian.

Industri cokelat merupakan salah satu sektor yang mengalami lonjakan permintaan terbesar selama musim Valentine. Data dari National Confectioners Association (NCA) menunjukkan bahwa lebih dari 26,3 juta kg cokelat dibeli setiap tahunnya pada Hari Valentine hanya di Amerika Serikat, menghasilkan lebih dari $1,1 miliar atau setara dengan 18 Triliun Rupiah, pendapatan untuk industri permen dan cokelat.

Namun, di balik kemasan mewah dan rasa manisnya, produksi cokelat bergantung pada rantai pasok pertanian yang kompleks. Sekitar 60% dari total pasokan kakao dunia berasal dari Afrika Barat, khususnya Pantai Gading dan Ghana. Kedua negara ini menyuplai kakao mentah yang kemudian dikirim ke negara-negara pengolah seperti Swiss, Belgia, dan Amerika Serikat, sebelum diolah menjadi cokelat batangan yang siap dipasarkan. 

Selain cokelat, bunga mawar adalah salah satu produk yang paling banyak dicari saat Valentine. Namun, mayoritas bunga yang dijual di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa bukan berasal dari ladang lokal, melainkan diimpor dari negara lain, terutama dari Kolombia, Ekuador, dan Kenya.

Menurut data dari Society of American Florists, sekitar 250 juta tangkai mawar diproduksi setiap tahun untuk memenuhi permintaan Hari Valentine. Sekitar 70% bunga mawar yang dijual di AS berasal dari Kolombia, sementara Eropa banyak mengimpor bunga dari Belanda dan Kenya. Proses pengiriman bunga ini sangat kompleks, mengingat bunga merupakan produk yang sangat mudah rusak. 

Untuk memastikan kesegarannya, bunga harus segera dipetik, didinginkan, dan dikirim menggunakan pesawat kargo ke berbagai negara tujuan dalam waktu kurang dari 48 jam. Oleh karena itu, industri bunga sangat bergantung pada infrastruktur logistik yang efisien, termasuk fasilitas penyimpanan berpendingin dan transportasi udara yang cepat, hal ini berimplikasi pada lonjakan pendapatan bagi bisnis logistik. 

Fakta lain menunjukkan, perayaan Valentine secara signifikan meningkatkan konsumsi wine di berbagai negara. Data dari CGA by NIQ menunjukkan bahwa pada Hari Valentine 2023, rata-rata kenaikan penjualan minuman per outlet di Inggris mencapai £1.479 atau setara 30 jutaan rupiah, meningkat 24,4% dibandingkan rata-rata tahunan. Kategori minuman seperti wine, terutama sparkling wine dan Champagne, mengalami lonjakan penjualan yang signifikan selama periode ini. 

Peningkatan permintaan ini memengaruhi rantai pasok anggur sebagai bahan baku utama wine. Produsen anggur perlu mempersiapkan stok yang cukup untuk memenuhi lonjakan permintaan musiman ini. Selain itu, distribusi wine ke restoran, bar, dan pengecer harus ditingkatkan untuk memastikan ketersediaan produk selama periode puncak di Hari Valentine.

Ternyata kini baru kita sadari, Hari Valentine bukan hanya tentang cinta dan romansa, tetapi juga momen ekonomi global yang menggerakkan berbagai sektor industri. Dari perkebunan kakao di Afrika, ladang bunga di Amerika Selatan, hingga restoran dan hotel di kota-kota besar, perayaan ini menciptakan rantai pasok yang luas dan kompleks.

 

(Penulis : Dr. Dani Lukman Hakim, SP. Dosen Agribisnis di Fakultas Bisnis, President University, yang memiliki keahlian dalam bidang pertanian, agribisnis, dan ketahanan pangan. Selain aktif dalam penelitian dan pengembangan sektor pertanian berkelanjutan, ia juga dikenal sebagai penulis produktif dalam berbagai artikel ilmiah, buku, dan tulisan populer yang membahas bidang pertanian, inovasi agribisnis serta kebijakan pangan)

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya