Liputan6.com, Bandung - Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat (PWM Jabar) mengimbau Ramadan 1446 Hijirah/2025 Masehi menjadi momentum bulan suci berkemajuan dan memajukan.
Menurut Wakil Ketua PWM Jabar Ace Somantri, hal itu bukan sesuatu yang mustahil karena di bulan tersebut telah diibrahkan banyak pelajaran ilmu pengetahuan dan peradaban dunia.
Advertisement
Baca Juga
Dibuktikan secara ilmiah di bulan itu diturunkan sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan apa pun yang berkembang di muka bumi tanpa kecuali. Tidak ada satu pun yang terlewati.
Advertisement
"Sangat Maha Sempurna ajaran tersebut menjadi sumber yang menunjukkan berbagai varian ilmu untuk menuju pada keselamatan dunia dan akhirat. Termasuk hal-hal apa pun ilmu pengetahuan yang membedakan secara jelas dan tegas yang muncul di permukaan maupun yang belum terlihat muncul di permukaan," jelas Ace dicuplik dari laman Muhammadiyah, Kamis (20/2/2025).
Ace mengatakan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap hari muncul, seolah-olah sesuatu yang baru di mata manusia, tetapi bagi Sang Pemilik Alam Semesta, hal itu sudah ada dan tersedia.
Tujuannya untuk diberikan kepada manusia yang hidup, khususnya diperuntukan bagi orang-orang yang berakal sehat atau orang berpikir.
Ace mengaskan maka bulan suci Ramadan sebaiknya dijadikan momentum bersama secara berjamaah merancang ulang gerakan membangun peradaban Islam yang maju, berkemajuan, dan memajukan.
"Langkah-langkah tersebut disusun berdasakan skala prioritas kebutuhan mendesak. Namun, pemaknaan mendesak bukan berarti merancang gerakan yang bersifat konsumtif pragmatis sesaat yang berakibat membentuk budaya malas dan menstimulasi karakter peminta-minta senang dan menikmati pemberian dari orang lain," ungkap Ace.
Justru, sebut Ace, sebaiknya dibulan Ramdan harus melahirkan atau menciptakan ide dan gagasan solutif jangka panjang. Kesempatan tersebut, saat bulan penuh berkah dan magfirah sangat tepat momentumnya.
Hampir semua orang muslim ada dalam kebahagiaan, sikap simpati dan empati, juga memiliki kepedulian atau kepekaan terhadap sesama.
Bahkan, lanjut Ace, di bulan tersebut hampir dipastikan umat muslim yang miskin, menengah, dan apalagi yang kaya berlomba-lomba mengeluarkan harta kekayaannya untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah.
"Sehingga momentum tersebut dapat dijadikan kesempatan emas untuk melahirkan sebuah gagasan inovatif yang produktif dalam pembangunan sebuah peradaban Islam yang maju, berkemajuan, dan memajukan umat," tukas Ace.
Ace menyebutkan Ramadan berkemajuan, indikatornya sederhana. Setiap komunitas muslim dalam satu teritori memobilisasi kekuatan sumber daya, baik kekuatan manusia, harta, dan aset milik publik yang ada dapat dijadikan modal dasar untuk mengembangkan program keumatan berorientasi pada peningkatan kesejehateraan yang adil dan makmur yang memakmurkan.
Semisal dalam satu masjid jami, besar, agung dan masjid raya sudah puluhan tahun banyak program yang belum memiliki keterukuran indikator ketercapaian dalam membuat peradaban skala minor.
"Pada umumnya, masjid lebih banyak sekadar untuk tempat ta’abudi vertikal. Selebihnya adakah sebuah masjid memiliki catatan statistik yang akurat dan valid telah menciptakan peradaban Islam yang maju dan memajukan, seperti berapa jumlah jamaah yang miskin diberdayakan hingga tidak miskin lagi? Berapa jumlah jamaah pengangguran yang dapat dibantu dicarikan pekerjaannya?" sebut Ace.
Sampai berapa jamaah yang dibantukan hal-hal lainnya tercatat hingga pada satu tahun hingga beberapa tahun ada data yang menunjukan peningkatan, baik jumlah kuantitas maupun kualitas.
Ace mencontohkan sebut saja Masjid Jokokariyan yang fenomenal. Andaikan semua masjid program nyatanya mirip seperti itu, insyaallah rumah Allah Ta’ala dijadikan tempat lahirnya gagasan-gagasan yang bermanfaat jangka panjang yang mensejahterakan umat.
"Maka dari itu, keberkahan bukan hanya ada dalam kata dan kalimat, melainkan akan dapat dirasakan langsung hingga terbangun sebuah peradaban bangsa baldatun thayibatun warabbun ghafur," ungkap Ace.
Esensi Bulan Ramadan
Ace mengingatkan Ramadan sangat kental dengan nuansa ta’abudi-nya, magnet dan spirit beramal saleh umat muslim terlihat antusias hingga melebihi dari bulan-bulan lainnya.
Motivasinya, ucap Ace, hampir dipastikan ada spirit ibadah yang kecendrungan mengejar nilai ibadah yang berlipat dibandingkan bulan yang lainnya.
Ace mengatakan sikap hal demikian sah-sah saja bagi siapa pun umat muslim beribadah karena memiliki dorongan kuat untuk nilai pahala berlebih.
"Secara ideologis, wajar dan lumrah adanya ketika seseorang yang berkeyakinan benar pada ajaran agamanya sekaligus atas dasar pengetahuan yang dimiliki," ucap Ace.
Sehingga terkadang pada umumnya orang ungkap Ace, beribadah itu ada semangat manakala terlihat guyub atau bersama menjalankan dalam pelaksanaan praktisnya.
Namun, saat kembali beribadah tidak guyub lagi, hampir dipastikan kembali menurun spirit dan motivasi untuk beribadah ta’abudi-nya. Hal demikian sudah menjadi tradisi psikologis orang-orang dalam menjalankan ibadah.
Sebenarnya, lanjut Ace, sesuatu yang menjadi motivasi dan spirit dorongan kuat bukan terletak pada status hukumnya yang wajib, melainkan ada nilai kebersamaan atau dikenal dengan keberjamaahan.
"Hal demikian oleh seorang muslim di mana pun keberadaanya benar-benar harus disadari bahwa ajaran Islam memberikan anjuran berjamaah dalam ibadah-ibadah tertentu bukan semata-mata sekadar bersama, melainkan bagian dari nilai penting ajaran Islam yang bermakna dalam yang komprehensif," tutur Ace.
Selain itu pula, Ace menambahkan di bulan suci telah banyak mengajarkan pentingnya pengendalian diri dari segala hal yang mengganggu terhadap sikap dan perilaku buruk yang berujung pada kemaksiatan dan kemunkaran.
Makna keberjamahaan atau kebersamaan dari semua aktivitas hidup akan mampu mempercepat tercapainya pada target dan tujuan yang hendak dicapai.
Advertisement
Terobosan Kiai Dahlan Mencontoh Rasul
Kemudian menjadi bukti sunnatullah alamiah dan ilmiah bahwa manusia jika berharap mendapatkan sesuatu kesuksesan hidup harus dilakukan secara berjamaah dengan saling memposisikan pada masing-masing peranannya.
"Begitupun Kiai Dahlan, dia sangat cerdas dan pintar di kala itu memiliki pemikiran yang sangat ptogresif dan visioner," tutur Ace.
Ace menerangkan Muhammadiyah penjelmaan dari sebuah ide dan gagasan kiai visioner, menggebrak dunia di zamannya hingga mampu membuat ketar-ketir kekuasaan global dari bangsa eropa.
Hal itu semua berangkat dari kekuatan berjamaah dalam menengakkan kebaikan dan kebenaran syariat Islam sebagai sumber dari segala sumber kehidupan manusia di muka bumi.
Maka Bulan Ramadan sangat identik dengan waktu turunnya wahyu Allah Ta’ala yang dikenal Alquran, diyakini benar sejak wahyu Allah Ta’ala diturunkan kecepatan pembangunan sebuah peradaban dunia terus melesat di bawah sosok kepemimpinan manusia brilian di tanah arab nabiyullah Muhammad SAW, hingga kini dan yang akan datang.
"Fisik atau jasadnya telah tiada, tetapi karya peradaban Islam telah mengubah dunia yang sempat jahiliah menjadi obor pencerah peradaban yang mencerahkan. Hal sama, pada sosok Kiai Dahlan dari tanah ibu pertiwi, menjadi salah satu yang mampu menjadikan diri sebagai pewaris nabiyullah yang pantas dan terpercaya menerimanya dan itu dibuktikan dengan karya nyata perjuangan menegakkan syariat Islam di atas segalanya," ungkap Ace.
Umat Islam diharapkan harus menyadari betul, jika Ramadan ini benar-benar menjadikan bulan berkemajuan dan memajukan. Setiap muslim harus mampu mengambil hikmah dan ibrah ta’abudi vertikal dan horizontal tidak berhenti dalam menahan haus dan lapar.
Tidak sekedar menahan hawa nafsu keburukan bersifat sementara. Namun, di dalam bulan suci Ramadan ada cahaya memancar memberikan petunjuk dan menerangi alam dunia.
"Kita sebagai manusia harus mampu menciptakan ide-ide brilian dari semburan cahaya yang memancar disaat bulan Ramadan tiba," sebut Ace.
Satu ayat dari sekian ribuan ayat yang tertulis dapat dijadikan titik tolak sebuah peradaban yang dibangun. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah menanamkan dasar-dasar peradaban dunia dari satu ayat hingga sempurna dalam satu mushaf Alquran.
Begitupun Kiai Dahlan berupaya keras meneladani nabi panutan jungjunan alam sebagai penutup para nabi sebelumnya.
Kiai Dahlan menjadikan titik tolak peradaban dari QS Ali Imran dan Al-Maun yang mampu melahirkan puluhan ribu amal usaha sebagai media pembangunan sebuah peradaban, khususnya di negara kesatuan Republik Indonesia.
