Liputan6.com, Jakarta Megibung adalah sebuah tradisi makan bersama yang berasal dari Karangasem Bali yang telah diwariskan secara turun-temurun dan masih lestari hingga saat ini.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Hindu Bali, tetapi juga dipraktikkan oleh umat Muslim yang tinggal di Karangasem, khususnya di daerah Kampung Islam Kecicang dan sekitarnya. Dalam tradisi Megibung, sekelompok orang duduk melingkar mengelilingi sebuah nampan besar yang berisi makanan, kemudian mereka makan bersama tanpa adanya perbedaan status sosial.
Kebersamaan dan persaudaraan menjadi inti dari tradisi ini, yang mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan kesederhanaan dalam kehidupan bermasyarakat. Megibung sendiri berasal dari kata gibung, yang dalam bahasa Bali berarti berbagi, baik dalam bentuk makanan, cerita, maupun kebersamaan.
Advertisement
Baca Juga
Tradisi ini pada awalnya diperkenalkan oleh Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem, pada abad ke-17 ketika beliau sedang memimpin pasukannya dalam sebuah peperangan.
Untuk menjaga kebersamaan dan kekuatan moral pasukan, raja memerintahkan agar mereka makan bersama dalam satu wadah secara berkelompok. Sejak saat itu, tradisi ini terus berkembang dan menjadi bagian penting dalam berbagai upacara adat, baik yang dilakukan oleh masyarakat Hindu maupun Muslim di Karangasem.
Dalam pelaksanaannya, Megibung oleh komunitas Muslim di Karangasem memiliki beberapa perbedaan dari Megibung yang dilakukan oleh masyarakat Hindu. Perbedaan yang paling mencolok terletak pada jenis makanan yang disajikan.
Jika dalam Megibung masyarakat Hindu umumnya menyajikan olahan daging babi atau ayam betutu sebagai lauk utama, maka dalam versi Muslimnya, makanan yang disajikan harus halal sesuai dengan ajaran Islam.
Identitas Budaya
Biasanya, menu dalam Megibung Muslim terdiri dari nasi putih yang disajikan dengan berbagai lauk seperti ayam kampung, ikan bakar, sate lilit, sayur urap, sambal matah, dan aneka hidangan khas lainnya yang tidak mengandung bahan haram.
Selain itu, tata cara Megibung umat Muslim juga disesuaikan dengan adab makan dalam Islam, seperti mencuci tangan sebelum makan, menggunakan tangan kanan, serta menghindari pemborosan makanan.
Sebelum memulai makan bersama, biasanya ada doa yang dipanjatkan untuk meminta berkah atas makanan yang akan disantap. Semua peserta Megibung duduk bersila dalam lingkaran, lalu mereka menikmati makanan dengan penuh kebersamaan, berbagi cerita, dan mempererat tali silaturahmi.
Megibung bukan hanya sekadar makan bersama, tetapi juga menjadi simbol keharmonisan antarumat beragama di Bali. Tradisi ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Hindu dan Muslim di Karangasem dapat hidup berdampingan dengan damai, saling menghormati, dan menjaga adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Dalam berbagai perayaan keagamaan atau momen penting seperti pernikahan, khitanan, dan syukuran, umat Muslim di Karangasem sering mengadakan Megibung sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan. Uniknya, dalam beberapa acara besar, tradisi ini juga bisa melibatkan masyarakat lintas agama, di mana umat Hindu dan Muslim duduk dalam satu lingkaran menikmati makanan bersama.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki perbedaan keyakinan, mereka tetap dapat berbagi tradisi dan nilai-nilai kebersamaan. Dalam konteks yang lebih luas, Megibung juga menjadi contoh konkret bagaimana tradisi lokal dapat tetap bertahan dan berkembang di tengah modernisasi tanpa kehilangan esensi kebersamaan yang menjadi dasar dari budaya tersebut.
Di era globalisasi saat ini, tradisi seperti Megibung semakin penting untuk dilestarikan agar tidak terkikis oleh gaya hidup individualis yang semakin berkembang. Megibung bukan hanya tentang makan bersama, tetapi juga tentang menghargai kebersamaan, mengajarkan pentingnya berbagi, dan menjaga keharmonisan sosial.
Melalui Megibung, umat Muslim di Karangasem dapat terus menjaga identitas budaya mereka sekaligus mempererat hubungan dengan komunitas lain di sekitarnya.
Tradisi ini juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya yang unik, di mana wisatawan dapat merasakan langsung pengalaman makan bersama dalam suasana yang penuh kehangatan dan kekeluargaan.
Oleh karena itu, upaya pelestarian Megibung harus terus dilakukan, baik melalui pendidikan budaya kepada generasi muda, promosi dalam kegiatan pariwisata, maupun integrasi dengan berbagai acara komunitas agar tradisi ini tetap hidup dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas masyarakat Muslim di Karangasem, Bali.
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement
