Mengenal Tumbilotohe, Tradisi Cahaya Lampu yang Menyambut Idul Fitri

Dikenal sebagai malam pasang lampu, tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke-15 dan terus dilestarikan hingga kini sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah.

oleh Arfandi Ibrahim Diperbarui 30 Mar 2025, 00:00 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2025, 00:00 WIB
Tumbilotohe, Sejuta Lampu Tradisional Gorontalo Menyala pada Akhir Ramadan
Warga Gorontalo menggelar tradisi tumbilotohe atau menyalakan berjuta lampu minyak pada akhir Ramadan. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)... Selengkapnya

Liputan6.com, Gorontalo - Tumbilotohe, tradisi khas masyarakat Gorontalo, kembali digelar pada malam-malam terakhir Ramadan menjelang Idul Fitri. Dikenal sebagai malam pasang lampu, tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke-15 dan terus dilestarikan hingga kini sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah.

Sejarah mencatat, pada masa lampau masyarakat Gorontalo menggunakan penerangan dari wamuta atau seludang kelapa yang dihaluskan dan dibakar.

Alat penerangan ini dikenal dengan nama wango-wango. Seiring perkembangan zaman, masyarakat beralih ke tohetutu atau damar, yaitu getah padat yang menyala lebih lama saat dibakar.

Perkembangan penerangan terus berlanjut. Masyarakat kemudian menggunakan lampu sumbu dari kapas yang direndam minyak kelapa, dengan wadah dari kima (sejenis kerang) atau pepaya yang dipotong dua, dikenal dengan sebutan padamala.

Seiring kemajuan teknologi, minyak tanah mulai digunakan dan hingga kini tetap menjadi bagian dari tradisi Tumbilotohe.

“Tumbilotohe tahun ini tetap meriah, masyarakat sangat antusias menjaga tradisi ini,” ujar Rendi Musa, salah satu warga Gorontalo.

Kini, selain lampu minyak, ribuan lampu listrik turut menyemarakkan suasana. Tradisi yang hanya ada di Gorontalo ini menjadi ajang hiburan bagi masyarakat setempat dan menarik perhatian wisatawan.

Tak jarang, perayaan Tumbilotohe dijadikan ajang perlombaan antar kampung atau kecamatan. Selain memasang lampu, masyarakat juga mengadakan atraksi meriam bambu atau bunggo, menambah kemeriahan malam terakhir Ramadan.

“Biasanya ada lomba antar kampung, jadi suasana semakin seru,” tambah Rendi.

Tumbilotohe sendiri merupakan aksi menyalakan lentera yang digantung pada rangka kayu berhias janur kuning atau alikusu.

Di bagian atas rangka, digantung pisang sebagai simbol kesejahteraan serta tebu sebagai lambang keramahan dan kemuliaan hati dalam menyambut Idul Fitri.

Promosi 1

Simak juga video pilihan berikut:

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya