Liputan6.com, Jakarta Lebaran di Palembang bukan sekadar perayaan keagamaan, melainkan momen yang sarat akan tradisi dan budaya. Kota yang dijuluki "Bumi Sriwijaya" ini memiliki beragam keunikan dalam merayakan Idul Fitri, mencerminkan kekayaan warisan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai tradisi lebaran di Palembang yang memikat ini!
Sanjo: Inti dari Perayaan Lebaran di Palembang
Sanjo merupakan tradisi yang menjadi jantung perayaan Lebaran di Palembang. Istilah ini berasal dari bahasa Palembang yang berarti "saling mengunjungi" atau "bertamu". Seusai menunaikan salat Id, masyarakat Palembang, baik pria maupun wanita, bergegas mengunjungi sanak saudara dan tetangga terdekat.
Kegiatan Sanjo biasanya dimulai pada hari pertama Lebaran. Suasana kota menjadi begitu hidup dengan lalu lalang warga yang saling berkunjung. Setiap rumah seolah membuka pintunya lebar-lebar, menyambut kedatangan tamu dengan penuh kehangatan.
Dalam tradisi Sanjo, tuan rumah akan menyajikan hidangan khas Lebaran seperti:
- Ketupat
- Opor ayam
- Rendang
- Pempek
- Kue-kue tradisional Palembang
Suasana hangat dan penuh keakraban terasa di setiap rumah yang dikunjungi. Obrolan ringan diselingi canda tawa mewarnai pertemuan ini, memperkuat ikatan kekeluargaan dan persaudaraan.
Salah satu aspek menarik dari Sanjo adalah pemberian THR (Tunjangan Hari Raya), terutama bagi anak-anak dan mereka yang belum bekerja. Semakin banyak rumah yang dikunjungi, semakin banyak pula THR yang didapatkan. Meski demikian, esensi utama Sanjo tetaplah mempererat tali silaturahmi dan merayakan kebersamaan.
Advertisement
Rumpak-rumpakan: Tradisi Meriah Keliling Kampung
Rumpak-rumpakan merupakan tradisi unik lainnya yang mewarnai perayaan Lebaran di Palembang, khususnya di Kelurahan Kuto Batu Kampung Arab 14 Ulu dan Kelurahan 1 Ulu. Mirip dengan Sanjo, tradisi ini melibatkan kegiatan berkeliling mengunjungi rumah-rumah tetangga. Namun, yang membedakan adalah adanya iringan tabuhan rebana dan lantunan selawat yang menambah kemeriahan suasana.
Pelaksanaan Rumpak-rumpakan dimulai seusai salat Idul Fitri. Para tetua adat akan memimpin warga dan pemuda berkeliling kampung. Mereka mengunjungi setiap rumah untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan. Alunan musik rebana dan selawat yang mengiringi rombongan menciptakan atmosfer yang begitu khas dan meriah.
Anak-anak menjadi peserta yang paling antusias dalam tradisi ini. Mereka bergembira karena akan mendapatkan hadiah berupa uang dari setiap rumah yang dikunjungi. Hal ini menjadikan Rumpak-rumpakan sebagai momen yang sangat dinantikan oleh anak-anak di Palembang.
Sebelum meninggalkan setiap rumah, biasanya dilakukan pembacaan doa bersama. Rumpak-rumpakan bukan sekadar tradisi, melainkan sarana untuk mempererat tali persaudaraan dan memperkuat rasa kebersamaan di lingkungan masyarakat Palembang.
Ziarah Kubur: Mengenang dan Mendoakan Leluhur
Sebelum kemeriahan Lebaran tiba, masyarakat Palembang memiliki tradisi ziarah kubur ke makam keluarga dan kerabat. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi para leluhur yang telah mendahului.
Ziarah kubur biasanya dilaksanakan beberapa hari menjelang Lebaran. Masyarakat akan berbondong-bondong mengunjungi pemakaman, membersihkan makam, menaburkan bunga, dan berdoa untuk arwah keluarga yang telah berpulang.
Tradisi ini sarat akan nilai religius dan spiritual. Ziarah kubur mengajarkan pentingnya menghormati orang yang telah tiada dan mendoakan mereka agar mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Selain itu, ziarah juga menjadi momen refleksi diri, mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
Beberapa makna penting dari tradisi ziarah kubur di Palembang antara lain:
- Mengenang jasa dan kebaikan para leluhur
- Memperkuat ikatan keluarga lintas generasi
- Merenungkan hakikat kehidupan dan kematian
- Memohon ampunan dan keselamatan bagi arwah yang telah mendahului
- Menjaga tradisi dan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang
Meski zaman terus berubah, tradisi ziarah kubur tetap dijaga oleh masyarakat Palembang sebagai bagian penting dari rangkaian perayaan Lebaran.
Advertisement
Masak-Masak Bersama: Mempererat Kebersamaan Keluarga
Di Palembang, persiapan hidangan Lebaran menjadi momen kebersamaan yang sangat dinantikan. Seluruh anggota keluarga turut ambil bagian dalam kegiatan masak-masak bersama, menciptakan suasana hangat dan penuh keceriaan.
Pembagian tugas memasak biasanya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anggota keluarga. Ada yang bertugas menyiapkan bahan-bahan, ada pula yang fokus memasak hidangan utama seperti opor ayam dan rendang. Sementara itu, yang lain mungkin sibuk membuat kue-kue khas Palembang seperti maksuba dan kue delapan jam.
Beberapa manfaat dari tradisi masak-masak bersama ini antara lain:
- Mempererat hubungan antaranggota keluarga
- Mengajarkan keterampilan memasak kepada generasi muda
- Melestarikan resep-resep tradisional khas Palembang
- Menciptakan kenangan indah bersama keluarga
- Meringankan beban pekerjaan dengan gotong royong
Di era modern, peran laki-laki dalam membantu memasak juga semakin terlihat. Mereka tidak lagi hanya bertugas menjaga api untuk memasak ketupat, tetapi juga terlibat aktif dalam berbagai tahap persiapan hidangan Lebaran.
Tradisi masak-masak bersama ini menjadi bukti bahwa persiapan Lebaran di Palembang bukan sekadar rutinitas, melainkan momen berharga untuk mempererat ikatan keluarga dan melestarikan warisan kuliner.
Munjung: Tradisi Berbagi Makanan Penuh Makna
Munjung adalah tradisi berbagi makanan atau kue yang telah dimasak sehari sebelum Lebaran. Kegiatan ini dilakukan oleh yang lebih muda kepada yang lebih tua, misalnya anak kepada orang tua atau menantu kepada mertua. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Palembang dalam menghormati orang tua dan memperkuat ikatan kekeluargaan.
Dalam tradisi Munjung, makanan yang dibawa biasanya berupa masakan dan kue-kue terbaik hasil olahan sendiri. Semakin banyak dan lezat makanan yang dibawa, semakin menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang kepada yang lebih tua.
Beberapa makna penting dari tradisi Munjung antara lain:
- Wujud syukur atas nikmat yang telah diterima
- Berbagi kebahagiaan di hari Lebaran
- Mempererat hubungan antargenerasi dalam keluarga
- Melestarikan budaya gotong royong dan berbagi
- Mengajarkan nilai-nilai kerendahan hati dan penghormatan
Setelah memberikan makanan, biasanya akan ada sesi saling memaafkan dan doa bersama. Momen ini menjadi sangat berarti dalam memperkuat ikatan keluarga dan menyucikan hati menjelang hari raya.
Meski zaman terus berubah, tradisi Munjung tetap dijaga oleh masyarakat Palembang sebagai cara untuk menghormati orang tua dan memperkuat tali silaturahmi antarkeluarga.
Advertisement
Takbiran Keliling Kampung: Mengumandangkan Kegembiraan
Takbiran keliling kampung menjadi tradisi yang tak kalah meriah dalam rangkaian perayaan Lebaran di Palembang. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak dan remaja masjid pada malam menjelang Idul Fitri. Mereka berkeliling kampung sambil mengumandangkan takbir, menandai datangnya hari kemenangan.
Beberapa elemen khas dalam takbiran keliling kampung di Palembang antara lain:
- Membawa obor sebagai penerang jalan
- Mengibarkan bendera bertuliskan kalimat tauhid
- Memukul bedug untuk menambah kemeriahan
- Menyanyikan lagu-lagu religius dan shalawat
- Mengenakan pakaian khas atau baju koko
Di era modern, takbiran tak hanya dilakukan dengan berjalan kaki keliling kampung. Beberapa kelompok masyarakat juga mengadakan takbir keliling kota menggunakan mobil bak terbuka yang dihias sedemikian rupa.
Tradisi takbiran keliling ini memiliki beberapa makna dan manfaat, di antaranya:
- Mengekspresikan kegembiraan atas datangnya Idul Fitri
- Mengingatkan masyarakat akan makna sejati Lebaran
- Mempererat persaudaraan antarwarga kampung
- Melestarikan tradisi keagamaan dan budaya
- Memberikan pengalaman spiritual bagi anak-anak dan remaja
Suara takbir yang bergema di seluruh penjuru kampung menciptakan suasana khidmat sekaligus meriah, menandai puncak dari bulan Ramadhan dan menyambut datangnya hari kemenangan.
Kuliner Khas Lebaran Palembang: Citarasa yang Memanjakan Lidah
Lebaran di Palembang tak lengkap tanpa kehadiran aneka kuliner khas yang lezat dan menggugah selera. Beragam hidangan tradisional menjadi sajian wajib di setiap meja Lebaran, mencerminkan kekayaan kuliner Bumi Sriwijaya. Mari kita telusuri beberapa makanan khas yang menjadi primadona saat Lebaran di Palembang:
1. Kue Delapan Jam
Kue ini memiliki filosofi keseimbangan hidup, yaitu 8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam ibadah. Proses pembuatannya yang memakan waktu 8 jam menjadikan kue ini istimewa dan hanya disajikan pada momen-momen khusus seperti Lebaran.
2. Maksuba
Maksuba adalah kue lapis yang manis dan lembut, terbuat dari telur, gula, dan susu. Teksturnya yang creamy dan rasa manisnya yang pas menjadikan maksuba sebagai hidangan favorit saat Lebaran.
3. Kojo
Kue kojo memiliki warna hijau cerah yang berasal dari daun pandan. Rasanya yang manis dan aroma pandannya yang khas menjadikan kue ini tak pernah absen di meja Lebaran Palembang.
4. Pempek
Meski bukan makanan khusus Lebaran, pempek tetap menjadi hidangan wajib saat hari raya. Variasi pempek seperti kapal selam, lenjer, atau adaan selalu tersedia untuk memanjakan lidah para tamu.
5. Tekwan
Sup ikan tenggiri dengan bola-bola ikan dan jamur kuping ini menjadi pilihan hidangan yang segar dan gurih. Tekwan sering disajikan sebagai hidangan pembuka atau selingan di antara makanan-makanan manis.
6. Rujak Mie
Perpaduan kuliner etnis Tionghoa dan Melayu ini menjadi pilihan menu Lebaran yang unik. Rujak mie terdiri dari mie kuning yang disajikan dengan kuah kacang dan irisan buah-buahan segar.
Semua kuliner khas ini menambah keistimewaan perayaan Lebaran di Palembang, menyatukan cita rasa dan budaya. Hidangan-hidangan tersebut tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan kemeriahan Lebaran di Bumi Sriwijaya.
Advertisement
Persiapan Menjelang Lebaran di Palembang
Menyambut datangnya Idul Fitri, masyarakat Palembang melakukan berbagai persiapan untuk memastikan perayaan berjalan dengan sempurna. Berikut ini adalah beberapa aspek penting dalam persiapan Lebaran di Palembang:
1. Membersihkan dan Menghias Rumah
Tradisi bersih-bersih rumah menjelang Lebaran masih kuat di Palembang. Warga akan bergotong royong membersihkan setiap sudut rumah, mengecat ulang jika diperlukan, dan mengganti perabotan atau hiasan untuk menyegarkan suasana. Beberapa kegiatan yang umum dilakukan antara lain:
- Menyapu dan mengepel seluruh ruangan
- Mencuci gorden dan karpet
- Menata ulang perabotan
- Memasang hiasan atau ornamen khas Lebaran
- Merapikan halaman dan taman
2. Belanja Kebutuhan Lebaran
Pasar-pasar tradisional dan pusat perbelanjaan di Palembang akan ramai dikunjungi warga yang berbelanja kebutuhan Lebaran. Beberapa item yang menjadi prioritas belanja antara lain:
- Bahan makanan untuk hidangan Lebaran
- Pakaian baru untuk dikenakan saat Idul Fitri
- Perlengkapan ibadah seperti sajadah atau mukena
- Kue-kue kering dan camilan untuk menjamu tamu
- Hiasan rumah bernuansa Lebaran
3. Persiapan Spiritual
Selain persiapan fisik, masyarakat Palembang juga mempersiapkan diri secara spiritual menyambut Idul Fitri. Beberapa kegiatan yang umum dilakukan antara lain:
- Meningkatkan intensitas ibadah di akhir Ramadhan
- Membayar zakat fitrah
- Mengikuti pengajian atau ceramah agama
- Berdoa dan bermuhasabah diri
- Memperbanyak sedekah dan amal baik
4. Menyiapkan THR dan Hadiah
Tradisi memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) masih kuat di Palembang. Baik dalam lingkup keluarga maupun pekerjaan, orang-orang akan menyiapkan amplop berisi uang atau hadiah untuk diberikan kepada kerabat, anak-anak, atau karyawan.
5. Mengatur Jadwal Kunjungan
Mengingat padatnya tradisi Sanjo dan Rumpak-rumpakan, banyak keluarga di Palembang yang mulai mengatur jadwal kunjungan Lebaran. Hal ini dilakukan untuk memastikan semua kerabat dapat dikunjungi tanpa ada yang terlewat.
Persiapan yang matang ini mencerminkan betapa pentingnya momen Lebaran bagi masyarakat Palembang. Setiap aspek diperhatikan dengan seksama untuk memastikan perayaan Idul Fitri berjalan dengan khidmat, meriah, dan penuh makna.
Perkembangan Tradisi Lebaran di Palembang
Seiring berjalannya waktu, tradisi Lebaran di Palembang mengalami beberapa perkembangan dan adaptasi. Meski esensi utamanya tetap sama, yaitu mempererat silaturahmi dan merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, beberapa aspek perayaan mulai berubah mengikuti perkembangan zaman. Berikut ini adalah beberapa perkembangan yang dapat diamati:
1. Digitalisasi Ucapan Selamat
Meski tradisi Sanjo masih kuat, banyak warga Palembang yang kini juga memanfaatkan media sosial dan aplikasi pesan instan untuk menyampaikan ucapan selamat Idul Fitri. Hal ini terutama dilakukan untuk menjangkau kerabat yang berada di luar kota atau tidak memungkinkan untuk dikunjungi secara langsung.
2. Modifikasi Menu Lebaran
Selain hidangan tradisional, beberapa keluarga di Palembang mulai mengadopsi menu-menu modern dalam sajian Lebaran mereka. Misalnya, selain opor dan rendang, kini tak jarang ditemui hidangan seperti pasta, sushi, atau makanan fusion lainnya di meja Lebaran.
3. Perayaan di Tempat Wisata
Sebagian masyarakat Palembang, terutama generasi muda, mulai memilih untuk merayakan sebagian waktu Lebaran mereka di tempat-tempat wisata. Hal ini biasanya dilakukan setelah rangkaian tradisi utama seperti Sanjo selesai dilaksanakan.
4. Halal Bihalal Terorganisir
Selain Sanjo yang bersifat informal, kini banyak bermunculan acara halal bihalal yang diorganisir oleh berbagai komunitas, instansi, atau kelompok masyarakat. Acara ini biasanya diadakan beberapa hari atau minggu setelah Lebaran.
5. Adaptasi di Masa Pandemi
Pandemi COVID-19 membawa perubahan signifikan dalam perayaan Lebaran di Palembang. Tradisi seperti Sanjo dan Rumpak-rumpakan harus beradaptasi dengan protokol kesehatan. Banyak keluarga yang beralih ke pertemuan virtual atau membatasi jumlah kunjungan untuk menjaga keamanan bersama.
6. Inovasi dalam Pemberian THR
Pemberian THR yang dulunya selalu dalam bentuk uang tunai, kini mulai beralih ke metode transfer bank atau dompet digital. Hal ini terutama populer di kalangan generasi muda yang lebih terbiasa dengan transaksi non-tunai.
7. Peningkatan Kesadaran Lingkungan
Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan juga berdampak pada perayaan Lebaran. Beberapa komunitas di Palembang mulai menggalakkan kampanye Lebaran ramah lingkungan, misalnya dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai atau mendaur ulang sampah kemasan Lebaran.
Meski mengalami berbagai perkembangan, inti dari tradisi Lebaran di Palembang tetap terjaga. Nilai-nilai kebersamaan, silaturahmi, dan rasa syukur tetap menjadi fondasi utama dalam setiap perayaan. Adaptasi yang terjadi justru menunjukkan fleksibilitas budaya Palembang dalam menghadapi perubahan zaman tanpa kehilangan esensinya.
Advertisement
Makna dan Filosofi di Balik Tradisi Lebaran Palembang
Tradisi Lebaran di Palembang bukan sekadar rangkaian kegiatan tanpa makna. Setiap ritual dan kebiasaan yang dilakukan menyimpan filosofi mendalam yang mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Palembang. Berikut ini adalah beberapa makna dan filosofi di balik tradisi Lebaran di Bumi Sriwijaya:
1. Memperkuat Tali Silaturahmi
Tradisi Sanjo dan Rumpak-rumpakan menekankan pentingnya menjaga dan memperkuat hubungan antarmanusia. Filosofi ini sejalan dengan ajaran Islam yang sangat menekankan pentingnya silaturahmi. Dengan saling mengunjungi, masyarakat Palembang menjaga ikatan sosial tetap kuat meski di tengah kesibukan kehidupan modern.
2. Memaafkan dan Memulai Lembaran Baru
Tradisi saling bermaafan saat Lebaran melambangkan semangat untuk membersihkan diri dari kesalahan dan memulai lembaran baru. Hal ini sejalan dengan makna Idul Fitri sebagai hari kembali ke fitrah atau kesucian. Masyarakat Palembang memaknai momen ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang mungkin retak dan memulai tahun baru Islam dengan hati yang bersih.
3. Menghormati Leluhur dan Orang Tua
Tradisi ziarah kubur dan Munjung mencerminkan nilai penghormatan terhadap leluhur dan orang tua. Masyarakat Palembang meyakini bahwa menghormati mereka yang telah berjasa dalam hidup kita adalah kewajiban moral yang harus dijaga. Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
4. Berbagi Kebahagiaan dan Rezeki
Pemberian THR dan tradisi menjamu tamu dengan hidangan terbaik mencerminkan semangat berbagi kebahagiaan dan rezeki. Masyarakat Palembang meyakini bahwa kebahagiaan sejati datang dari berbagi dengan sesama, terutama di momen spesial seperti Lebaran.
5. Melestarikan Warisan Budaya
Mempertahankan tradisi seperti Rumpak-rumpakan dan menyajikan kuliner khas Palembang saat Lebaran merupakan upaya untuk melestarikan warisan budaya. Hal ini mencerminkan kesadaran masyarakat Palembang akan pentingnya menjaga identitas budaya di tengah arus globalisasi.
6. Keseimbangan Hidup
Filosofi di balik kue delapan jam, yang melambangkan keseimbangan antara kerja, istirahat, dan ibadah, mencerminkan pandangan hidup masyarakat Palembang yang menjunjung tinggi keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan.
7. Gotong Royong dan Kebersamaan
Tradisi masak-masak bersama dan persiapan Lebaran yang melibatkan seluruh anggota keluarga mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan. Nilai ini dianggap penting untuk menjaga harmoni dalam keluarga dan masyarakat.
8. Syukur atas Nikmat Allah
Perayaan Lebaran secara keseluruhan merupakan ungkapan syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT, terutama kesempatan untuk menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan. Masyarakat Palembang memaknai Lebaran sebagai momen untuk merayakan kemenangan spiritual sekaligus bersyukur atas segala karunia yang telah diterima.
Memahami makna dan filosofi di balik tradisi Lebaran di Palembang ini penting untuk menjaga agar perayaan tidak hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa makna. Dengan menghayati nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, masyarakat Palembang dapat terus melestarikan tradisi ini sambil tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Kesimpulan
Tradisi lebaran di Palembang merupakan cerminan kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Wong Kito Galo. Dari Sanjo yang penuh kehangatan, Rumpak-rumpakan yang meriah, hingga kuliner khas yang menggugah selera, setiap elemen perayaan memiliki makna mendalam dan filosofi tersendiri.
Meski menghadapi berbagai tantangan modernisasi dan perubahan zaman, inti dari tradisi Lebaran di Palembang tetap terjaga. Adaptasi yang terjadi justru menunjukkan fleksibilitas budaya dalam menghadapi perubahan tanpa kehilangan esensinya. Nilai-nilai kebersamaan, silaturahmi, penghormatan pada leluhur, dan rasa syukur tetap menjadi fondasi utama dalam setiap perayaan.
Penting bagi generasi muda Palembang untuk terus melestarikan dan menghayati makna di balik tradisi-tradisi ini. Dengan demikian, kearifan lokal dan identitas budaya Palembang akan tetap lestari, memberikan warna unik dalam mozaik keberagaman Indonesia. Semoga tradisi lebaran di Palembang akan terus hidup, berkembang, dan menginspirasi generasi mendatang untuk menghargai warisan budaya sembari tetap terbuka pada perkembangan zaman.
Advertisement
