Liputan6.com, Riau - Tepung tawar merupakan salah satu ritual adat Melayu. Ritual ini bertujuan untuk membersihkan, menyucikan, dan memohon berkah dalam berbagai momen penting kehidupan.
Tradisi ini masih lestari di masyarakat Melayu, terutama di Riau, dan sering dilaksanakan dalam acara pernikahan, khitanan, syukuran, hingga pembangunan rumah. Prosesi ini melibatkan penaburan beras, bunga, serta penggunaan air suci sebagai simbol doa dan harapan.
Mengutip dari laman Kemdikbud, ritual tepung tawar telah ada sejak zaman animisme dan dinamisme sebelum akhirnya diadaptasi oleh masyarakat Melayu yang memeluk Islam. Meski memiliki akar dalam kepercayaan pra-Islam, tradisi ini kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai keislaman.
Advertisement
Unsur-unsur seperti doa kepada Allah Swt dan penggunaan bahan-bahan yang bernilai baik dalam Islam menjadi bagian dalam pelaksanaannya. Tepung tawar juga memiliki peran dalam siklus hidup masyarakat Melayu.
Baca Juga
Tradisi ini menjadi penanda peralihan status seseorang, seperti dari lajang menjadi menikah atau dari anak-anak menuju dewasa saat khitanan. Prosesi ini juga menjadi bentuk penghargaan bagi seseorang yang meraih keberhasilan, sekaligus wujud rasa syukur atas anugerah yang diterima.
Ritual tepung tawar menggunakan berbagai perlengkapan yang masing-masing memiliki makna khusus. Daun-daunan seperti sedingin, setawar, dan gandarusa dipilih karena diyakini membawa kesejukan dan kebaikan.
Beras kunyit, beras basuh, dan bertih ditaburkan sebagai simbol kegembiraan. Sementara itu, bunga rampai melambangkan keharuman hidup.
Air percung yang dicampur dengan wewangian digunakan untuk merenjis. Lalu diikuti pengolesan inai pada telapak tangan sebagai penanda status baru.
Â
Hitungan Ganjil
Prosesi dilakukan oleh sejumlah orang dalam hitungan ganjil. Dalam tradisi ini biasanya berjumlah 3, 5, 7, atau 13 orang.
Dimulai dengan perenjisan air suci, penaburan beras dan bunga, hingga diakhiri dengan doa selamat. Setiap tahapan memiliki filosofi tersendiri, seperti renjisan di kening yang mengingatkan untuk berpikir sebelum bertindak, atau renjisan di punggung tangan sebagai simbol ketangguhan dalam mencari rezeki.
Dalam pernikahan adat Melayu, tepung tawar menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pasangan pengantin menerima taburan beras dan renjisan air sebagai doa agar kehidupan rumah tangganya diberkahi.
Begitu pula dalam acara khitanan, anak yang menjalani sunat diberi tepung tawar sebagai bentuk penyemangat memasuki fase kedewasaan. Ritual ini juga kerap dilakukan saat syukuran rumah baru, dengan harapan penghuninya selalu dalam lindungan Tuhan.
Meski zaman terus berubah, tepung tawar tetap dipertahankan sebagai identitas budaya Melayu. Beberapa keluarga modern ada yang memodifikasi prosesinya, tetapi esensi ritual sebagai bentuk doa dan ucapan syukur tidak berubah.
Di daerah seperti Riau, upacara ini masih sering dijumpai, baik dalam acara keluarga maupun kegiatan adat berskala besar. Tepung tawar merupakan tradisi turun-temurun di Riau.
Penulis: Ade Yofi Faidzun
Advertisement
