Liputan6.com, Jakarta - Aksi jual melanda bursa saham dan pasar obligasi di negara berkembang termasuk Asia. Angka aksi jual mencapai US$ 11 miliar atau sekitar Rp 148,24 triliun (asumsi kurs Rp 13.476 per dolar Amerika Serikat) usai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS).
Kekhawatiran pelaku pasar terhadap kebijakan ekonomi Donald Trump mendorong imbal hasil surat berharga AS naik dan dolar AS menguat ke level tertinggi dalam delapan tahun.
Berdasarkan data Bloomberg, India, menjadi salah satu negara yang paling besar alami aksi jual dari periode 9 November-18 November 2016. Kemudian diikuti Thailand. Aliran dana keluar dari negara berkembang itu memangkas aliran dana yang sudah masuk ke India, Indonesia, Filipina, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. Aliran dana masuk menjadi US$ 55 miliar.
"Aliran dana keluar dari emerging market ini akan terus berlanjut untuk sementara, dan kemudian investor akan melihat kebijakan Trump selanjutnya yang dia sebutkan dalam kampanye. Hal itu antara lain stimulus fiskal dan kebijakan proteksionis. Kebijakannya membuat dolar AS menguat, dan itu negatif untuk emerging market," jelas Masakatsu Fukaya, Trader Mizuho Bank, seperti dikutip dari laman Bloomberg, Rabu (23/11/2016).
Baca Juga
Berikut penarikan dana dari emerging market:
- India. Investor asing melakukan aksi jual bersih sekitar US$ 1,5 miliar di pasar obligasi dan US$ 1,4 miliar di saham pada 9-17 November 2016.
- Thailand. Aksi jual mencapai US$ 2,3 miliar atau 80,5 miliar baht di pasar obligasi dan US$ 534,3 juta di saham pada 9-18 November 2016.
- Indonesia. Aksi jual investor asing secara bersih mencapai Rp 13,9 triliun atau sekitar US$ 1 miliar di pasar obligasi pada 9-16 November. Sedangkan di saham mencapai US$ 444,2 juta pada 9-18 November.
- Korea Selatan. Aksi jual global mencapai 30 juta won atau US$ 25.500 di obligasi yang tercatat pada periode 9-17 November.
- Filipina. Investor melakukan aksi jual mencapai US$ 170,6 juta di pasar saham pada 9-18 November.
- Taiwan. Investor global melakukan aksi jual mencapai US$ 2,75 miliar di pasar saham pada 9-18 November 2016.
Sementara itu, menurut BlackRock Inc, salah satu perusahaan investasi global melihat aliran dana keluar dari emerging market tidak sama saat terjadi taper tantrum. Ketika itu, pimpinan the Federal Reserve atau bank sentral AS Ben Bernanke memberi sinyal kurangi stimulus moneter sehingga mengejutkan pasar global.
Menurut BlackRock Inc ada faktor positif yang mendukung ekonomi makro di wilayah regional termasuk penyempitan defisit neraca transaksi berjalan di Indonesia dan India.
"Anda dapat melihat aliran dana keluar, tapi saya tidak terpikir itu masih sama saja dengan taper tantrum. Saat itu, ekonomi Asia pada pijakan yang sangat lemah sekarang sudah ada langkah signifikan yang membuat kestabilan makro di Asia," jelas Head of Asian Credit BlackRock, Neeraj Seth Rabu (23/11/2016).
Kekhawatiran terhadap kemenangan Donald Trump mendorong penguatan dolar terhadap sejumlah mata uang lantaran spekukasi suku bunga yang tinggi. Mata uang Korea Selatan Won turun 3,5 persen sejak pemilihan umum AS, rupiah susut 2,7 persen, dan peso Filipinan jatuh 2,6 persen.
Baru-baru ini dalam video, Trump mengatakan kalau AS akan menarik diri dari Trans-Pacific Partnership (TPP). Dia pun berjanji habiskan dana US$ 1 triliun untuk kembali membangun dan perbaiki infrastruktur.
Advertisement
Â