Janji Kampanye Trump Belum Terwujud, Wall Street Tertekan

Sesaat setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS, Wall Street melonjak dan mencetak beberapa rekor baru.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Mar 2017, 05:09 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2017, 05:09 WIB
Wall Street Tertekan Kena Imbas Krisis Yunani
Reaksi pasar negatif terhadap penyelesaian utang Yunani membuat indeks saham Dow Jones merosot 348,66 poin ke level 17.598.

Liputan6.com, New York - Wall Street melanjutkan pelemahan pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Kekhawatiran investor akan keberlanjutan rencana ekonomi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih menjadi pemberat gerak Wall Street.

Mengutip Reuters, Selasa (28/3/2017), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 45,74 poin atau 0,22 persen ke angka 20.550,98. S&P 500 kehilangan 2,39 poin atau 0,10 persen ke level 2.341,59. Berbeda, Nasdaq Composite mampu menguat 11,64 poin atau 0,2 persen ke level 5.840,37. Dow Jones telah melemah dalam delapan kali perdagangan dan merupakan pelemahan terpanjang dalam hampir enam tahun.

Sesaat setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden AS, Wall Street langsung melonjak cukup besar dan mencetak beberapa rekor baru. Lonjakan bursa saham di AS tersebut karena pelaku pasar optimistis dengan beberapa langkah reformasi ekonomi yang dijanjikan oleh Trump semasa kampanye.

Namun dalam beberapa minggu terakhir ini, pelaku pasar sepertinya khawatir dengan rencana kerja dari Trump. Belum ada janji-janji kampanye di sektor ekonomi yang benar-benar terwujud, termasuk reformasi pajak dan juga pembangunan infrastruktur.

Bahkan untuk rencana reformasi tunjangan kesehatan dengan mengubah Obamacare, Trump tidak mendapat dukungan dari partainya sendiri yaitu Partai Republik sehingga gagal mengumpulkan cukup suara pada Jumat lalu.

Kegagalan ini membuat pelaku pasar kecewa dan melakukan aksi jual sehingga mendorong Wall Street ke level yang lebih rendah.

Namun, beberapa analis dan investor melihat bahwa kegagalan reformasi Undang-Undang Kesehatan ini akan membuka lebih cepat kepada rencana reformasi yang lain yaitu pemotongan pajak.

"Jadi Trump harus melanjutkan langkah reformasi pajak dengan cepat untuk kembali mengambil simpati pasar," jelas Peter Tuz, president Chase Investment Counsel, Charlottesville, Virginia, AS.

Jika reformasi perpajakan berhasil maka pelaku pasar tidak akan terlalu mempermasalahkan kegagalan reformasi tunjangan kesehatan dan mendorong orang untuk kembali melakukan aksi beli. "Ada alasan bagi pelaku pasar untuk memborong saham," tambah dia. (Gdn/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya