IHSG Kembali Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa di 6.314,04

Pada penutupan perdagangan saham, Kamis (28/12/2017), IHSG menguat 36,88 poin atau 0,59 persen.

oleh Achmad Dwi AfriyadiArthur Gideon diperbarui 28 Des 2017, 16:18 WIB
Diterbitkan 28 Des 2017, 16:18 WIB
IHSG
Pekerja beraktivitas di BEI, Jakarta, Selasa (4/4). Sebelumnya, Indeks harga saham gabungan (IHSG) menembus level 5.600 pada penutupan perdagangan pertama bulan ini, Senin (3/4/2017). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Kamis ini meski sempat tertekan di awal perdagangan. Kepercayaan investor menjadi pendorong penguatan IHSG.

Pada penutupan perdagangan saham, Kamis (28/12/2017), IHSG menguat 36,88 poin atau 0,59 persen ke posisi 6.314,04. Indeks saham LQ45 menguat 0,69 persen ke posisi 1.070,34. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau.

Ada sebanyak 175 saham menguat sehingga mendorong IHSG ke zona hijau. Sedangkan 169 saham melemah. Di luar itu, 126 saham lainnya diam di tempat.

Pada hari ini, IHSG sentuh level terendah 6.259,60 dan tertinggi 6.314,44. Total frekuensi perdagangan saham 291.201 kali dengan volume perdagangan 23,1 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 11,5 triliun.

Investor asing melakukan aksi jual Rp 580 miliar di seluruh pasar. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 13.549.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham menguat. Sektor saham infrastruktur naik 1,41 persen dan catatkan penguatan terbesar. Disusul sektor saham industri dasar mendaki 1,37 persen dan sektor saham keuangan melonjak 10,4 persen.

Saham-saham catatkan penguatan terbesar antara lain saham ARTA naik 25 persen ke posisi Rp 320, saham CAMP melonjak 24,79 persen menjadi Rp 1.485, dan saham JMAS menanjak 24,62 persen ke Rp 860.

Sedangkan saham yang tertekan antara lain saham TBMS turun 17,93 persen ke level Rp 755, saham MLPT tergelincir 17,20 persen menjadi Rp 650 dan saham TRUS susut 16,13 persen ke posisi 130.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio menerangkan, IHSG terus menerus menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa karena adanya kombinasi dari semua unsur mulai dari tata kelola perusahaan atau eminten yang baik hingga ekonomi Indonesia yang stabil.

"Intinya stabilitas perekonomian, stabilitas politik lalu kepercayaan meningkat. Dibuktikan rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB dari Fitch," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tepis Isu Investor Asing Keluar

IHSG
Pekerja melintas di bawah layar indeks saham gabungan di BEI, Jakarta, Selasa (4/4). Sebelumnya, Indeks harga saham gabungan (IHSG) menembus level 5.600 pada penutupan perdagangan pertama bulan ini, Senin (3/4/2017). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menepis jika dana investor asing keluar dari pasar modal Indonesia. BEI mengklaim, investor asing tengah merealisasikan sebagian keuntungan di pasar modal Indonesia.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio menerangkan, kepemilikan saham investor asing hingga 19 Desember 2017 mencapai Rp 1.912 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibanding tahun 2016 mencapai Rp 1.691 triliun.

Keuntungan dari investasi saham di tahun 2017 totalnya Rp 261 triliun. Kemudian, investor asing mengambil keuntungan dari investasi sebesar Rp 40 triliun.

Jadi, lanjutnya, investor asing masih memiliki keuntungan di pasar modal sebesar Rp 221 triliun.

"Asing tidak keluar di Indonesia. Betul, sampai 19 Desember mereka itu Rp 40 triliun kata-katanya net sell sebenarnya kalau dilihat dulu setiap asing jual turun. Tapi market cap uang yang mereka pegang tadi Rp 1.691 triliun sekarang Rp 1.912 triliun. Ini jual beli mereka masih untung Rp 221 triliun yang belum direalisasi," jelas dia di BEI Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Dia menegaskan, dengan kondisi tersebut investor asing tidak cabut dari Indonesia. Menurutnya, investor tersebut hanya merealisasikan sebagian keuntungan di pasar modal.

Tito menambahkan, itu hanya keuntungan di pasar saham. Realisasi tersebut belum memasukan keuntungan dari intrumen pasar modal lain seperti obligasi.

"Walaupun Rp 40 triliun masih untung Rp 221 triliun. Jadi mereka nggak kabur hanya merealisasikan sebagian keuntungan dana mereka di Indonesia," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya