Liputan6.com, Jakarta - Pasar modal Indonesia mengalami tekanan sepanjang kuartal pertama tahun ini, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penurunan sebesar 11,6%. Meski demikian, aktivitas perdagangan tetap stabil, didukung oleh meningkatnya jumlah investor domestik.
Transformasi Bursa Efek Indonesia (BEI) menuju bursa multi-aset terus berjalan dengan baik. Berbagai transaksi, mulai dari saham, surat berharga, hingga produk berbasis karbon, menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hingga kuartal pertama 2024, tercatat 10 perusahaan baru melakukan pencatatan saham (listing) di bursa.
Baca Juga
“Kami melihat jumlah investor bertambah lebih dari 850 ribu, sehingga total investor pasar modal kini mencapai lebih dari 15,7 juta orang. Ini merupakan indikasi positif bahwa masyarakat masih melihat potensi besar di pasar modal Indonesia,” ujar Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik dalam temu media di Kawasan Jakarta Selatan, Senin (24/3/2025).
Advertisement
Meskipun terdapat peningkatan jumlah investor, BEI mencatat adanya capital outflow yang cukup besar dari kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menuju Amerika Serikat. Tren ini juga dialami oleh negara lain di kawasan, seperti Malaysia dan Thailand.
“Kami memahami bahwa ini adalah siklus yang selalu terjadi dalam kondisi pasar yang dinamis. Namun, yang menggembirakan adalah capital outflow ini masih dapat diserap oleh investor domestik, khususnya investor ritel,” lanjutnya.
Peran Investor Ritel
Investor ritel kini memiliki peran signifikan dalam menjaga stabilitas pasar. Data menunjukkan bahwa kontribusi mereka dalam transaksi harian mencapai hampir 44%. Namun, BEI menekankan pentingnya peran investor institusi domestik agar pasar lebih stabil di tengah tekanan global.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan investor ritel. Di saat investor asing menjual ekuitas dengan harga murah, kita berharap investor institusi domestik dapat berperan lebih aktif dalam menjaga stabilitas pasar,” jelas Jeffrey.
BEI juga mencermati berbagai faktor global yang mempengaruhi pergerakan indeks. Mulai dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia hingga pengumuman tarif dagang oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara di kawasan Eropa dan Asia.
“Kondisi pasar saat ini memang mengalami tekanan, tetapi kami melihat adanya tanda-tanda pemulihan. Sejarah mencatat bahwa pasar modal Indonesia telah melewati berbagai krisis, seperti tahun 1998, 2008, 2018, dan 2020, dan selalu berhasil bangkit,” katanya.
Dengan pengalaman tersebut, BEI optimistis bahwa pasar modal Indonesia akan kembali stabil dan tumbuh lebih kuat setelah melewati periode ketidakpastian saat ini.
Advertisement
IHSG Anjlok Lagi
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) betah di zona merah hingga penutupan perdagangan Senin (24/3/2025). Namun, koreksi IHSG berkurang pada sesi kedua perdagangan saham,
Mengutip data RTI, IHSG ditutup anjlok 1,5 persen ke posisi 6.161,21. Indeks LQ45 terpangkas 1,5 persen ke posisi 692,02. Sebagian besar indeks saham acuan memerah.
Pada awal pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.269,90 dan level terendah 5.967,19. Sebanyak 500 saham melemah sehingga menekan IHSG. 134 saham menguat dan 168 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 1.067.838 kali dengan volume perdagangan 14,7 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 14,4 triliun. Posisi dolar Amerika Seriakt terhadap rupiah di kisaran 16.550.
Mayoritas sektor saham tertekan kecuali sektor saham teknologi naik 3,79 persen. Sementara itu, sektor saham energi terpangkas 2,63 persen, sektor saham basic susut 3,2 persen, sektor saham industri susut 1,84 persen, sektor saham consumer nonsiklikal terpangkas 1,28 persen.
Lalu sektor saham consumer siklikal melemah 1,65 persen, sektor saham kesehatan terperosok 2,35 persen, sektor saham keuangan merosot 0,61 persen. Lalu sektor saham properti melemah 2,68 persen, sektor saham infrastruktur susut 0,59 persen dan sektor saham transportasi susut 2,36 persen.
