Hati-Hati, Hindari 5 Kesalahan Ini Saat Berinvestasi Saham

Berinvestasi saham memang menggiurkan untuk masa depan kita, tapi juga memiliki risiko yang besar.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 07:00 WIB
Jenis-jenis Reksadana
Ilustrasi Investasi Reksadana Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Tidak ada volatilitas di pasar saham yang menguji kemampuan investor untuk membuat keputusan rasional. Apakah harga saham sedang naik atau turun, adalah umum bagi individu untuk membuat kesalahan yang didorong oleh emosi, menurut para ahli. 

“Investor cenderung melakukan ekstrapolasi. Mereka berpikir bahwa jika pasar naik, maka akan terus naik, dan jika turun, maka akan terus turun,” kata Dave Goodsell, Direktur Eksekutif Natixis Center for Investor Insight.

Ke mana harga saham menguap kadang masih sebatas dugaan. Namun jika terus bergerak lebih tinggi, waspadalah terhadap rasa euforia yang salah tempat. Penasihat keuangan mencatat ini kadang menjadi kesalahan yang dibuat para investor individu.

Melansir laman CNBC, Selasa (6/10/2020) jika Anda seorang investor pemula atau telah menyaksikan investasi mengalami kesulitan lebih dari beberapa kali selama beberapa dekade terakhir, berikut adalah beberapa kesalahan lain yang harus dihindari.

1. Menjual Ketika Panik

Ternyata, menjual saat panik, keputusan emosional atau fokus jangka pendek, menempati urutan pertama dalam daftar kesalahan yang dilakukan investor, mencapai 93 persen menurut penasehat dalam survei Natixis. 

Masalah dasarnya adalah bahwa perilaku ini dapat menghasilkan hasil finansial yang buruk.

“Katakanlah pasar turun 10 persen dan Anda berkata ‘Saya harus keluar,’ Anda mengunci kerugian 10 persen,” kata Goodsell.

Ingat, kerugian yang tercermin dalam saldo akun Anda sehari-hari belum final kecuali Anda menjualnya. Dan, akan sulit untuk kembali ke pasar dan tetap diam jika ketakutan mendorong keputusan.

“Apakah pasar naik atau turun, emosi menguasai kita dari waktu ke waktu. Tetap fokus pada tujuan jangka panjang Anda dan bagaimana mencapainya,” kata Goodsell. 

2.  Pandangan Toleransi Risiko yang Tak Akurat

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Hampir setengah atau sekitar 45 persen dari penasihat yang disurvei mengatakan kegagalan untuk mengenali toleransi risiko sendiri adalah sebuah masalah. Terutama, hal itu dapat menyebabkan penjualan saat panik yang dijelaskan di atas.

Toleransi risiko memiliki beberapa bagian. Seberapa baik Anda dapat mengatasi pasang surut yang tak terhindarkan di pasar saham dan berapa lama sampai Anda berencana menggunakan uang tersebut. 

Secara umum, semakin lama waktu yang Anda miliki, yaitu menabung untuk pensiun beberapa dekade lagi, semakin mampu untuk diinvestasikan secara agresif dalam saham dan menunggu periode volatilitas. 

Sisi emosional, apakah Anda bisa tidur di malam hari jika nilai saham turun, bisa menjadi cerita yang berbeda.

“Ketika pasar menjadi tidak stabil, itu menyebabkan konflik emosional yang kuat,” kata Goodsell. Tantangannya adalah membuat keputusan yang logis.

Lebih dari setengah investor atau sekitar 56 persen mengatakan mereka bersedia mengambil lebih banyak risiko untuk maju, menurut studi Netixis terpisah yang dilakukan pada 2019. Namun, lebih dari 75 persen dari mereka mengatakan mereka lebih memilih keamanan daripada kinerja investasi. Dengan kata lain, banyak investor mungkin mengambil risiko lebih dari yang seharusnya. 

3. Pemilihan Waktu Investasi yang Tak Tepat

Separuh dari penasihat yang disurvei mengatakan investor keliru dengan mencoba mengatur waktu pasar yang idealnya menjual tinggi dan membeli rendah dengan memprediksi apa yang akan dilakukan pasar daripada berpegang pada strategi investasi jangka panjang (atau dikenal sebagai beli dan tahan).

“Ada ketakutan kehilangan yang cenderung kami miliki, dan kami mencoba menangkap sebanyak mungkin keuntungan yang kami bisa. Tapi kemudian pasar turun dan kami melihat aset kami terancam dan kami lari. Jadi kami mengunci kerugian,” kata Goodsell. 

4. Harapan Pengembalian Investasi yang Tak Realistis

Jenis-Jenis Saham
Ilustrasi Grafik Saham Credit: pexels.com/energepic.com

Banyak penasihat dalam survei atau sekitar 43 persen mengatakan investor sering mengharapkan pertumbuhan yang jauh lebih besar dalam investasi mereka daripada yang realistis. 

Dalam survei Natixis 2019, investor mengatakan bahwa mereka mengharapkan pengembalian tahunan rata-rata 10,9 persen di atas inflasi, dalam jangka panjang. Sedangkan hanya 6,7 persen investor lebih realistis, penelitian Natixis menunjukkan.

“Anda harus memiliki ekspektasi yang realistis atas investasi Anda,” kata Goodsell.

5. Terlalu Banyak Risiko dalam Mengejar Hasil Investasi

Bagi investor yang mencari penghasilan tetap, misalnya dari obligasi, suku bunga rendah dapat membuat Anda tertarik pada investasi dengan imbalan hasil lebih tinggi. Seperempat penasehat yang disurvei mengatakan terlalu banyak fokus pada hasil adalah kesalahan.

Secara umum, semakin tinggi hasil, semakin berisiko investasi.

“Pahami saja bahwa hasil yang lebih tinggi berarti lebih banyak risiko dalam portofolio Anda,” kata Goodsell.

 

Reporter: Erna Sulistyowati

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya