Data Manufaktur China hingga Pertumbuhan Ekonomi RI Warnai Bursa Saham

Data manufaktur China hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia membayangi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Feb 2021, 10:16 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2021, 10:16 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung menguat selama periode 1-5 Februari 2021. IHSG bahkan melejit 4,9 persen ke posisi 6.151,72.

Mengutiop laporan Ashmore, ada sejumlah hal yang menjadi sorotan pada pekan ini. Perkembangan kasus Corona COVID-19 masih menjadi perhatian investor. China akan menawarkan vaksin COVID-19 dengan harga wajar. Departemen Luar Negeri China menyampaikan hal tersebut pada Kamis, 4 Februari 2021.

Meski China hadapi permintaan domestik yang besar untuk vaksin, pihaknya juga siap berkontribusi untuk distribusi vaksin ke global.  

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menuturkan, langkah China itu untuk membuat negara berkembang dapat mengakses dan mengusahakan vaksin ketimbang hanya untuk sejumlah negara.

Sementara itu, data manufaktur China the Caizin China General Manufacturing PMI turun ke level terendah dalam tujuh bulan ke posisi 51,5 pada Januari 2021 dari posisi 53 pada Desember.

Angka tersebut di bawah konsensus 52,7. Baik produksi dan permintaan baru tumbuh melambat. Sementara itu, ekspor menyusut untuk pertama kali dalam enam bulan karena infeksi COVID-19 kembali muncul secara global.

 

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Sentimen Domestik

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan mengambil gambar layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dari domestik, inflasi tahunan Indonesia turun menjadi 1,55 persen pada Januari 2021, terendah sejak Oktober 2020, dan di bawah harapan pasar sebesar 1,66 persen.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi kontraksi 2,19 persen pada kuartal IV 2020. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan konsensus pasar dua persen. Ini untuk ketiga kalinya, ekonomi alami kontraksi selama pandemi COVID-19.

Akan tetapi, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi USD 138 miliar pada Januari 2021 dari periode Desember 2020 USD 135,9 miliar. Selain itu, pelaku pasar juga mencermati neraca dagang Amerika Serikat dan non farm payrolls.

Partisipasi Investor Ritel Meningkat

IHSG Dibuka di Dua Arah
Layar grafik pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB, IHSG masih naik, namun tak lama kemudian, IHSG melemah 2,3 poin atau 0,05 persen ke level 5.130, 18. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ashmore melihat partisipasi investor ritel tinggi selama Januari 2021 sehingga meningkatkan volatilitas selama sebulan dan jauh dari fundamental.

Melihat data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, pada Januari 2021, volume perdagangan investor ritel mencapai 70 persen dibandingkan 48 persen pada 2020 dan lebih tinggi 34 persen dari Januari 202.

Investor ritel juga menunjukkan peningkatan partisipasi dalam saham non LQ45 sebesar 44 persen pada Januari 2021 dibandingkan sepanjang 2020 sebanyak 34 persen. Meski partisipasi ritel tinggi, tetapi hanya sumbang 13,5 persen dari kepemilikan saham pada Januari 2021.

"Kami terus melihat peningkatan ritel investor bagus untuk likuiditas yang akhirnya menarik investor asing masuk,” dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (6/2/2021).

Sebagai perbandingan, rata-rata nilai perdagangan harian pada Januari saja USD 1,5 miliar, sedangkan pada kuartal IV 2020 sebesar USD 0,9 miliar dan 2020 sebesar USD 0,6 miliar. Ashmore melihat hal itu sebagai prestasi tersendiri meski masih dibutuhkan pendidikan literasi keuangan yang diupayakan pemerintah dan pelaku industri.

“Kami yakin jika pemerintah dan BEI bisa mendorong, ada keberlanjutan jangka panjang di tingkat likuditas. Terutama saham teknologi untuk masuk sehingga akan menarik investor institusional dan ritel,” dikutip dari keterangan tertulis itu.

Ashmore menilai sejumlah katalis seperti kemajuan SWF berdampak positif untuk kebutuhan pendanaan, peningkatan cadangan devisa bisa menjadi pertimbangan investor. Ashmore melihat saat ini peluang untuk kembali masuk ke pasar saham fan obligasi dengan memperhatikan fundamental.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya