Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) selama kuartal I 2021. DPK tumbuh 8,1 persen mencapai Rp 639 triliun.
Kontribusi DPK itu antara lain dikontribusikan oleh giro dan tabungan masing-masing tumbuh 13,1 persen dan 12,9 persen year on year (YoY). Hal ini mempertegas posisi BNI sebagai salah satu franchise DPK yang kuat di industri.
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar mengatakan, di tengah tren penurunan suku bunga kredit untuk mendorong perekonomian nasional, Perseroan berupaya untuk memastikan pertumbuhan DPK yang sehat dalam rangka menjaga marjin bunga bersih (Net Interest Margin).
Advertisement
Baca Juga
Pada kuartal pertama 2021, Perseroan membukukan NIM yang membaik dari 4,5 persen pada akhir tahun 2020 yang lalu menjadi 4,9 persen.
Pencapaian ini juga diikuti dengan pertumbuhan kredit 2,2 persen YoY, jauh lebih baik dibandingkan rata-rata industri. Hingga kuartal 1 tahun 2021, total kredit yang disalurkan mencapai Rp 559,33 triliun.
Sementara itu, di tengah kondisi perkonomian yang masih menantang pada tiga bulan pertama tahun 2021, BNI dapat merealisasikan pendapatan non bunga atau fee based income sebesar Rp 3,19 triliun.
Pencapaian ini antara lain dikontribusikan dari recurring fee yang mencapai Rp 2,91 triliun atau tumbuh 9,4 persen dari posisi yang sama tahun sebelumnya.
Pendapatan recurring fee berasal dari komisi atas jasa transaksi perbankan seperti layanan cash management dan trade finance bagi segmen bisnis, serta layanan ATM, mobile banking, dan layanan elektronik atau e-channel lainnya di segmen ritel.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Pertumbuhan yang Berkelanjutan
Direktur Keuangan BNI, Novita Widya Anggraini mengatakan, salah satu fokus utama kebijakan manajemen perseroan saat ini adalah adanya pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
Oleh karena itu beragam langkah telah disiapkan demi mewujudkan kinerja yang berkelanjutan tersebut, yaitu antara lain menetapkan target kinerja yang berbasiskan profitabilitas, dan tidak hanya menekankan pada pertumbuhan aset semata.
Salah satu tolok ukurnya adalah Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP), atau laba perusahaan sebelum pencadangan. Pada kuartal I 2021, PPOP tercatat sebesar Rp 7,84 triliun atau meningkat 5,9 persen dibandingkan kuartal I 2020, yaitu sebesar Rp 7,4 triliun.
Hal ini mengindikasikan kemampuan perseroan untuk menghasilkan laba sebelum pencadangan terus meningkat dan bahkan telah diatas kondisi sebelum pandemi meluas di Indonesia pada kuartal I 2021.
Bekal PPOP tersebut menambah ruang bagi Perseroan untuk tetap mengambil langkah dan kebijakan strategis untuk memastikan kinerja keuangan perseroan tetap sehat dan berkelanjutan, di antaranya dengan secara konservatif membentuk pencadangan (CKPN) yang sesuai untuk menghadapi risiko penurunan kualitas aset serta menghadapi tantangan perekonomian di masa mendatang.
Itu sebabnya, pada kuartal I 2021, Perseroan tetap membentuk CKPN yang tinggi sebesar Rp 4,81 triliun atau meningkat 127,7 persen di atas CKPN kuartal I 2020 yang sebesar Rp 2,11 triliun.
Dengan nilai CKPN yang dibentuk tersebut, Perseroan melaporkan laba bersih pada kuartal I 2021 sebesar Rp 2,39 triliun, dengan rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio ditetapkan pada level 200,5 persen, lebih tinggi dari posisi akhir tahun 2020 yang sebesar 182,4 persen.
“Dengan fundamental yang semakin kuat dan berjalannya program transformasi perusahaan, termasuk transformasi layanan digital, kami yakin bahwa kinerja BNI hingga akhir tahun 2021 dapat lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020,” ujar dia.
Advertisement