Liputan6.com, Jakarta - Harga crude palm oil (CPO) dalam tren naik pada awal tahun ini. Hal itu salah satunya dipicu konflik Rusia—Ukraina. Meski begitu, bukan berarti emiten produsen CPO mendulang cuan secara signifikan, seperti pada PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).
Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa mengatakan, kinerja perseroan 2022 dibayangi ketidakpastian lebih tinggi dari sebelumnya. Sehingga perseroan juga tidak bisa memberikan pandangan yang pasti mengenai target kinerja sampai akhir tahun.
Baca Juga
"Kalau melihat kondisi produksi, mudah-mudahan tahun ini bisa lebih baik daripada tahun lalu, karena tahun lalu kita mengalami penurunan terutama di kebun inti," kata Santoso dalam paparan publik perseroan, Rabu (13/4/2022).
Advertisement
Sementara untuk keseluruhan CPO masih tumbuh, tetapi lebih banyak dikontribusikan oleh pihak luar. Sehingga harapannya untuk tahun ini paling tidak secara produksi bisa seimbang dengan tahun lalu. Dari sisi keuangan, Santoso mengatakan kendati ada peningkatan pendapatan tetapi rupanya juga dibarengi dengan beban yang turut tumbuh.
"Kalau melihat tentang keuangan, walaupun tampak harganya meningkat cukup tajam, tapi cost kita juga meningkat sangat tajam. Dan apa yang akan terefleksi di kuartal 1 belum tentu merefleksikan apa yang terjadi di sepanjang tahun ini," ujar Santosa.
Sebagai gambaran, Santosa merincikan harga CPO hari ini di tingkat Rp 16.000 per kilo untuk yang diperdagangkan di pasar domestik. Namun, pada Januari—Februari perseroan harus mensuplai dengan harga DPO.
Hal itu menyebabkan branded price-nya tidak Rp 16.000 seperti yang ada di pasar domestik, tetapi turun. Di sisi lain, juga terjadi kenaikan harga pupuk.
"Dengan kenaikan harga pupuk selisih antara pendapatan dan cost Kelihatannya tidak akan jauh berbeda dengan tahun lalu walaupun kelihatan harganya sangat tinggi,” kata dia.
Dari sisi volume, Santosa mengungkapkan pada kuartal I 2022 juga lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Namun, perseroan tetap optimistis merujuk pada cuaca yang dinilai mendukung. Sehingga diharapkan ada pemulihan pada kuartal III 2022.
“Kita berharap nanti semester II, karena kelihatannya cuaca tahun ini dan tahun lalu lebih mendukung. Mudah-mudahan akan ada recovery di sekitar kuartal ketiga,” pungkasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Genjot Layanan Melalui Digitalisasi
Sebelumnya, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) luncurkan sejumlah aplikasi sebagai bentuk inovasi digital perseroan pada awal 2022. PT Astra Agro Lestari Tbk sudah mulai program digitalisasi sejak 2018.
Chief Executive Officer (CEO) Astra Agro Lestari, Santosa menyebutkan, salah satunya yakni aplikasi ‘Siska’, yang merupakan kependekan dari Sistem Informasi Kemitraan.
Dia menuturkan, dengan menerapkan teknologi berbasis internet, pelayanan perusahaan terhadap petani mitra diharapkan semakin baik.
"Pada akhirnya, sesuai semangat ‘Sejahtera Bersama Bangsa’ yang melekat pada visi misi perusahaan, kami tentu berharap masyarakat juga ikut mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari kemitraan dengan Astra Agro Lestari," kata Santosa dalam Talk to The CEO, Selasa, 15 Februari 2022.
Dengan aplikasi Siska, transaksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik masyarakat petani ke perusahaan menjadi lebih efektif dan efisien.
Siska mendorong kelancaran pengiriman buah, sehingga masyarakat petani bisa memanfaatkan waktu mereka dengan kegiatan yang lebih produktif. Mekanisme transaksi penjualan TBS masyarakat ini memang perlu dikelola.
Sebab, selain mengolah TBS dari masyarakat, perusahaan juga mengelola TBS dari kebun inti. Pengaturan jadwal yang rapi dan sistematis akan membantu kelancaran pengiriman buah-buah ke pabrik pengolahan kelapa sawit milik perusahaan.
Dari tahun ke tahun, kemitraan dengan petani juga semakin signifikan. Dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhir 2021 lalu Astra Agro mencatat kenaikan pembelian TBS dari petani mitra sebesar 25,6 persen.
Advertisement
Luncurkan Tiara, Almira dan Amanda Rawat 2.0
Selain Siska yang didedikasikan untuk kepentingan petani mitra, Astra Agro juga meluncurkan aplikasi yang diberi nama Tiara (TBS Prediksi Astra) dan Almira (Aplikasi Maintenance Astra Agro).
Tiara dirancang sebagai aplikasi yang berguna untuk memprediksi produksi TBS di masa mendatang melalui penggunaan machine learning. Dengan kehadiran Tiara, proses plan produksi yang semula memakan waktu panjang bisa lebih cepat dan akurat. Sedangkan Almira dirancang untuk menjamin perawatan unit-unit di pabrik berjalan dengan rutin dan baik.
"Diharapkan, kondisi seluruh unit dalam kondisi prima sehingga performa selalu dalam keadaan terbaik dan mengurangi kerusakan maupun kendala teknis yang dapat menghambat kelancaran kerja di pabrik,” ujar Santoso.
Di samping meluncurkan aplikasi baru, Astra Agro juga terus mengembangkan aplikasi-aplikasi yang sudah ada.
Salah satunya, aplikasi mandor rawat (Amanda) yang telah beroperasi sejak beberapa tahun lalu dan sangat berguna dalam membantu pekerjaan operasional para mandor dalam proses perawatan. Aplikasi tersebut kini telah memasuki tahap kedua, sehingga lahirlah Amanda Rawat 2.0.
Berbeda dengan versi sebelumnya, banyak keunggulan baru pada Amanda Rawat 2.0. Di antaranya adalah membantu mandor rawat dalam membuat laporan produksi, mengontrol dan memonitor pekerjaan rawat secara efektif dan efisien, maupun membantu dalam evaluasi harian pekerja rawat secara akurat.
Target Net Zero Karbon
Sebelumnya, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) berkomitmen mewujudkan net zero carbon lebih cepat dari target pemerintah.
CEO PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa menjelaskan, perseroan juga sudah memiliki sejumlah rencana untuk mewujudkan net zero carbon sebelum 2060.
"Saya challenge kepada tim, bagaimana bisa lebih cepat dari pemerintah. Jadi kalau kita bisa kontribusi lebih cepat, mudah-mudahan bisa memberikan harapan negara kita bisa benar-benar net zero carbon nantinya,” kata Santosa dalam Talk to The CEO, Selasa, 15 Februari 2022.
Adapun sejumlah program yang diusung perseroan, di antaranya terkait pengelolaan penggunaan bakar untuk meminimalisir jejak karbon yang dihasilkan. Kemudian melakukan evaluasi methane capture, hingga reforestasi yang akan melibatkan mitra strategis.
"Kita lakukan program reforestasi di beberapa lokasi, walaupun kita sudah makin sedikit karena sudah punya daerah konservasi yang cukup luas. Tapi kita akan eksplore apakah dengan Kementerian LHK atau masyarakat sekitar, bagaimana lahan kritis yang tidak prod bisa dijadikan reforestasi," ujar Santosa.
Sayangnya, Santosa belum mengantongi kapan tenggat waktu pasti yang ditargetkan untuk mencapai net zero carbon. Saat ini perseroan masih melakukan perhitungan, utamanya dari sisi cost dan potensi pergerakan harga sawit.
"Misalnya harga membaik terus, kita bisa spending dengan lebih besar. Sehingga bisa dipercepat,” kata dia.
Advertisement