Liputan6.com, Jakarta - Senior Partner, Head of Financial Services for ASEAN, McKinsey and Company, Guillaume de Gantès melihat enam peluang besar bagi Indonesia.
"Kami melihat enam peluang besar bagi Indonesia. Peluang nomor satu, kita bisa menjadi pemimpin dunia dalam solusi berbasis alam. Jadi kita bisa menjadi pemimpin dunia dalam benar-benar mendorong ESG dan dalam perubahan lingkungan ini,” kata Guillaume dalam Capital Market Summit & Expo 2022, Jumat (14/10/2022).
Baca Juga
Guillaume menuturkan, hal tersebut merupakan peluang besar bagi Indonesia. Selain itu, peluang nomor dua, yaitu rantai pasokan global.
Advertisement
"Kami akan kembali ke nomor dua cara rantai pasokan global sepenuhnya didesain ulang saat kami berbicara. Semua orang pindah ke China plus satu ke rantai pasokan multi negara,” kata dia.
Menurut ia, pertanyaan besar dan sangat penting bagi Indonesia adalah bagaimana negara tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk Foreign Direct Invesment (FDI). Seperti diketahui, FDI merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh swasta dari luar negeri.
"Saya kira pertanyaan besar dan sangat penting bagi Indonesia adalah bagaimana kita bisa menjadi pertimbangan untuk FDI? Dan kami akan, kami akan melalui ini, tetapi hari ini, empat negara telah memimpin dalam rantai pasokan baru. Indonesia berada pada rekor kecepatan di bawah empat negara tersebut,” ujar dia.
Selain itu, peluang besar nomor tiga, yakni meningkatkan tabungan domestik jangka panjang. Sehingga, Indonesia dapat meningkatkan porsi investasi dalam produk domestik bruto (PDB), maupun investasi swasta.
"Peluang besar nomor tiga bagi Indonesia dalam pandangan kami benar-benar menopang basis konsumen kami yang sangat besar untuk meningkatkan tabungan domestik jangka panjang. Sehingga kita dapat meningkatkan porsi investasi dalam PDB, investasi swasta, benar dan jika kita memikirkan institusi di balik tabungan mereka hari ini, Indonesia relatif kecil,” kata dia.
Ekosistem Digital
Kemudian, peluang nomor empat, yaitu menjadi ekosistem digital terbaik di dunia, karena Indonesia memiliki populasi digital terbanyak di dunia.
"Peluang keempat, menjadi ekosistem digital terbaik di dunia, kita sebenarnya menjadi salah satu populasi digital terbanyak di dunia. Itu dalam banyak hal, bertahun-tahun di depan bisnis. Jadi membangun sistem Digi Cattolica yang siap diinvestasikan oleh investor adalah peluang yang sangat besar bagi Indonesia,” imbuhnya.
Selain itu, peluang nomor lima, yakni terus mempercepat modernisasi infrastruktur. Lalu, peluang nomor enam, Indonesia mendorong layanan ekspor.
“Kelima terus mempercepat modernisasi infrastruktur dan keenam dan terakhir benar-benar mendorong ekspor jasa. Indonesia memiliki banyak penawaran layanan potensial termasuk pariwisata banyak layanan lainnya,” ujarnya.
Dengan demikian, Indonesia bisa mendorong ekspor jasa di ASEAN. Hal tersebut merupakan peluang yang sangat besar bagi Indonesia.
"Jadi mendorong ekspor jasa di ASEAN menurut kami adalah peluang yang sangat besar,” pungkasnya.
Advertisement
ADB Prediksi Pertumbuhan Negara Berkembang di Asia Bakal Lesu, Bagaimana Ekonomi RI?
Sebelumnya, Asian Development Bank (ADB) Indonesia prediksi pertumbuhan negara berkembang di Asia akan melemah atau lesu. Perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada wilayah tersebut direvisi turun, dari 5,2 persen menjadi 4,3 persen pada 2022.
Country Director, Asian Development Bank (ADB) Indonesia, Jiro Tominaga menuturkan, perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada negara berkembang di Asia direvisi menjadi turun. Sebelumnya, dari 5,2 persen menjadi 4,3 persen pada 2022 dan dari 5,3 persen menjadi 4,9 persen pada tahun depan.
“Beralih ke prospek regional di Asia dan Pasifik pertumbuhan di negara berkembang Asia diperkirakan akan melemah,” kata Jiro dalam Capital Market Summit & Expo 2022, Jumat (14/10/2022).
Jiro menuturkan, perkiraan direvisi naik sedikit untuk fokus area di Asia Tengah dan Pasifik serta Asia Tenggara dengan perkiraan Indonesia sebagian besar tetap tidak berubah.
"Untuk inflasi, prakiraan inflasi regional dinaikkan dari 3,7 menjadi 4,5 persen tahun ini dan dari 3,1 hingga 4,0 persen tahun depan,” kata dia.
Selanjutnya
Ia menuturkan, Indonesia terlihat lebih positif daripada global maupun regional. Hal itu tercermin dari pemulihan yang solid usai pandemi COVID-19.
"Jadi mengalihkan perhatian Anda ke Indonesia, gambarannya lebih positif daripada pandangan global atau regional. Indonesia telah berada di jalur pemulihan yang solid dari pandemi COVID-19, ketidakpastian besar bagi Indonesia pada saat proyeksi sebelumnya pada April dengan potensi lonjakan varian Omicron di dalamnya,” ujar dia.
Selain itu, ada juga invasi Rusia ke Ukraina dan volatilitas ekonomi global secara keseluruhan. Sejak itu, dampak invasi Rusia ke Ukraina dan volatilitas ekonomi global secara keseluruhan. Namun, di sisi lain, kuatnya permintaan dan tingginya harga ekspor komoditas Indonesia mampu mendorong nilai dan volume ekspor.
"Sejak itu, seperti yang diketahui, COVID-19 sedikit banyak dapat dikendalikan, permintaan domestik tetap kuat. Dari sisi ekspor, kuatnya permintaan dan tingginya harga ekspor komoditas Indonesia mendorong nilai dan volume ekspor,” kata Jiro.
Advertisement
Indonesia Memiliki Momentum
Dengan demikian, Jiro menilai Indonesia nampaknya memiliki momentum yang kuat sepanjang sisa akhir tahun ini.
"Sementara itu, rezeki nomplok pendapatan memungkinkan subsidi yang lebih besar dan defisit yang lebih kecil. Jadi secara keseluruhan, Indonesia tampaknya memiliki momentum yang kuat sepanjang sisa 2022,” kata dia.
Meski begitu, tetap saja ada risiko penurunan dan inflasi serta pertumbuhan global. Akan tetapi, Indonesia tidak akan benar-benar jatuh hingga awal 2023.
"Ada risiko penurunan dan inflasi serta pertumbuhan global, tetapi mereka tidak akan benar-benar gagal sampai awal tahun depan,” imbuhnya.
Jadi untuk tahun ini, pertumbuhannya lebih tinggi, surplus transaksi berjalan lebih tinggi, inflasi yang lebih tinggi dari tingkat activity of daily living (ADL) April, tingkat yang diproyeksikan sekarang, diproyeksikan dalam pembaruan.
“Untuk tahun depan, kami melihat pertumbuhan yang lebih moderat, defisit transaksi berjalan yang lebih rendah dan inflasi yang lebih tinggi,” pungkasnya.