Mirae Asset Sekuritas Ramal Amerika Serikat Berpotensi Resesi pada Semester II 2023

Amerika Serikat (AS) diprediksi alami resesi pada semester II 2023. Penyebab resesi itu diprediksi seiring kenaikan suku bunga.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 08 Jun 2023, 14:40 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2023, 14:40 WIB
Mirae Asset Sekuritas Ramal Amerika Serikat Berpotensi Resesi pada Semester II 2023
PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia prediksi Amerika Serikat (AS) mengalami resesi pada semester II 2023. Sebab, kenaikan suku bunga tengah meningkat secara agresif. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia prediksi Amerika Serikat (AS) mengalami resesi pada semester II 2023. Sebab, kenaikan suku bunga tengah meningkat secara agresif.

Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan, dengan kenaikan suku bunga yang sangat agresif ini ada potensi AS mengalami resesi ke depan. Dalam sejarahnya, tidak pernah mereka menaikkan suku bunga secara agresif tanpa menyebabkan resesi di masa yang akan datang.

"Soal kapan terjadi masih berubah-ubah, terutama setelah adanya pandemi. Kami melihat kemungkinan terjadinya resesi di Amerika Serikat itu cukup besar dalam dua sampai tiga kuartal ke depan, kami perkirakan di semester II," kata Rully dalam Media Day, Kamis (8/6/2023).

Dia bilang, penyebab resesi karena terdapat efek dari kenaikan suku bunga yang sudah terasa terutama sejak terjadinya krisis perbankan pada Maret lalu. Belum lagi, ada kebangkrutan beberapa bank di AS menyebabkan banker-banker di AS itu cenderung berhati-hati. 

"Standar pemberian kredit diperketat, kemudian kondisi likuiditas di sektor finansial AS cenderung ketat setelah krisis perbankan," kata dia.

Bank sentral AS (the Fed) juga melakukan quantitative tightening (pengetatan kuantitatif). Dengan adanya pengetatan ini, ia memperkirakan AS akan mengalami resesi pada semester II 2023. 

"Sehingga kami perkirakan kenaikan suku bunga di Mei kemarin itu yang terakhir kalinya. Tapi proyeksi ini bisa berubah setiap kali ada perubahan data terutama dari sisi inflasi dan ketenagakerjaan," ujar dia.

Namun, selama belum ada rilis data terbaru dari AS, Rully masih melihat kenaikan suku bunga pada Mei kemarin adalah yang terakhir kalinya dan akan di hold di level 5,25 persen.

 

 

Perlambatan Ekonomi

Dilanda Corona, IHSG Ditutup Melesat
Pekerja melintas di layar IHSG di BEI, Jakarta, Rabu (4/3/2020). IHSG kembali ditutup Melesat ke 5.650, IHSG menutup perdagangan menguat signifikan dalam dua hari ini setelah diterpa badai corona di hari pertama pengumuman positifnya wabah corona di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, ia menyebut, negara-negara berkembang khususnya di Asia lebih bisa mengontrol inflasi secara lebih efektif sehingga tidak perlu menaikkan suku bunga secara berlebihan. 

"Dampaknya ada tapi tidak akan terlalu besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ekonomi akan slow down namun probabilitas terjadi resesi sangat kecil," imbuhnya.

Menurut ia, perlambatan ekonomi terjadi karena dampak kenaikan suku bunga. Suku bunga bank sentral AS berada di kisaran 0-3 persen.

"Saat ini dengan suku bunga di level 5,25 persen, most likely pemulihan ekonomi AS akan relatif lambat. Kenaikan suku bunga di AS menurut kami sudah mencapai puncaknya di level 5,25 persen," ujarnya.

Sedangkan, beberapa negara lain seperti UK, zona Euro belum selesai menaikan suku bunga sehingga mereka relatif mendekati. 

"Indeks Jepang mengalami kenaikan cukup signifikan. Mereka bisa menurunkan inflasi tanpa harus menaikkan suku bunga," ujar dia.

 

Mirae Asset Sekuritas Bakal Revisi Prediksi IHSG 2023 Jadi 7.500, Ini Alasannya

IHSG Ditutup Menguat
Karyawan memfoto layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia berencana melakukan revisi proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir tahun ini yang awalnya di level 7.880 menjadi sekitar 7.000-7.500. 

Senior Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Robertus Yanuar Hardy menjelaskan, pihaknya bakal melakukan revisi proyeksi IHSG pada 2023. 

Hal itu disebabkan dengan adanya perlambatan ekonomi AS dan potensi resesi pada akhir tahun ini yang membuat volatilitas pasar cenderung ke arah menurun dalam jangka pendek. 

"Kita mungkin ada sedikit revisi nanti abis lebaran, revisi kemungkinan sedikit ke bawah, gak begitu banyak hanya menyesuaikan laporan keuangan kemarin. Masih di atas 7.000, sekitar 7.500," kata Robertus saat ditemui di Kantor Mirae Asset, dikutip Jumat (14/4/2023).

Di sisi lain, ia mengatakan, sektor teknologi pun masih belum mampu untuk mendorong pertumbuhan IHSG. Ini mengingat sektor teknologi masih dibayangi oleh sentimen suku bunga the Fed. 

Sebelumnya, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih baik daripada bursa global.

Senior Investment Information Mirae Asset, Martha Christina menuturkan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi IHSG, antara lain data ekonomi domestik dan global, kebijakan moneter bank sentral, pergerakan nilai tukar rupiah, dan pergerakan harga komoditas.

 

Gerak IHSG

FOTO: PPKM, IHSG Ditutup Menguat
Pialang memeriksa kacamata saat tengah mengecek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan demikian, ia memperkirakan IHSG bergerak di kisaran terbatas dengan support di level 6.739 dan resistance di level 7.084 pada Januari 2023.

"Ekspektasi IHSG untuk 2023 di level 7.880. Ekspektasi pertumbuhan perusahaan sebesar 7,6 persen," kata Senior Investment Information Mirae Asset, Martha Christina dalam Media Day Mirae Asset Sekuritas, Selasa (10/1/2022).

Martha mengatakan, pelemahan IHSG juga didorong aksi jual asing pada Desember yang tercatat sebesar Rp 19,5 triliun, setelah aksi jual senilai Rp 1,7 triliun pada bulan sebelumnya.

Sepanjang 2022, aksi beli tercatat sebesar Rp 44,5 triliun, setelah sempat menyentuh Rp 70 triliun pada pertengahan September. Nilai tukar Rupiah juga melemah ke level sekitar Rp 15.700 sejak awal Desember, yang merupakan level terendah sejak April 2020.

Ia menambahkan, saham yang paling banyak dilepas asing pada Desember, antara lain saham BBCA, TLKM, dan BMRI.

Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain
Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya