Bursa Karbon Resmi Meluncur, Bagaimana Aturan Pajaknya?

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi mengenai penerapan pajak karbon.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 26 Sep 2023, 17:25 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2023, 17:23 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023). (OJK)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023). (OJK)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan pajak karbon merupakan kewenangan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, terkait penerapannya masih dilakukan diskusi dengan Kemenkeu.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menuturkan, penetapan terkait pajak karbon perlu disesuaikan dengan sistem perpajakan Indonesia. Ini mengingat penetapan pajak karbon bukan untuk menghasilkan pendapatan pajak melainkan menjadi insentif dan disinsentif bagi objek pajak untuk memperoleh unit pengurangan emisi karbon.

"Kalau itu memang harus sinkron ya untuk keseluruhan sistem perpajakan kita. Bu Menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani) lebih paham untuk pelaksanaan implementasi masing-masing karena peran dari pajak karbon bukan untuk menghasilkan revenue, agak beda dengan pajak lain,” ujar dia saat ditemui di BEI, Selasa (26/9/2023). 

Meski bursa karbon telah resmi meluncur, hingga saat ini Pemerintah belum menetapkan soal pajak karbon tersebut. Mahendra pun menegaskan, yang diperlukan saat ini kepastian dan rencana penerapan bursa karbon ke depannya.

Dalam kesempatan berbeda, OJK mengatakan, pendirian Bursa Karbon Indonesia merupakan momentum bersejarah Indonesia dalam mendukung upaya Pemerintah mengejar target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai ratifikasi Paris Agreement.

"Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangkan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu," kata Mahendra.

Dia bilang, Indonesia memiliki target menurunkan emisi GRK, sebesar 31,89 persen (tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional) atau sebesar 43,2 (dengan dukungan internasional) dari tingkat emisi normalnya (atau Business As Usual) pada 2030.

 

Tujuan Perdagangan Karbon

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023). (Foto: BEI)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023). (Foto: BEI)

Sesuai berlakunya UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi perdagangan karbon melalui Bursa Karbon di Indonesia.

Menurut ia, tujuan yang sangat penting dari perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan Nilai Ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon ini, guna tercapainya target NDC (Nationally Determined Contributions) dari pemerintah Indonesia dan optimalisasi potensi Indonesia sebagai negara produsen unit karbon. 

Dalam mempersiapkan perdagangan karbon di Bursa Karbon, OJK bersama Kementerian/Lembaga terkait, dan dengan dukungan lembaga Internasional.

Untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan perdagangan perdana unit karbon di Bursa Karbon, berdasarkan data dari Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia. 

Bursa Karbon Indonesia Lebih Cepat Ketimbang Negara Tetangga

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023). (Foto: BEI)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023). (Foto: BEI)

Selain dari sub sektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon di Indonesia kedepan juga akan diramaikan oleh sektor lain yang merupakan sektor prioritas pemenuhan NDC seperti sektor Kehutanan, Pertanian, Limbah, Migas, Industri Umum dan yang akan menyusul dari sektor Kelautan.  

Di awal perdagangan karbon ini, secara bertahap akan dilaksanakan perdagangan dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, dimulai dari emisi (Emission Trading System/ ETS) ketenagalistrikan dan sektor kehutanan.

"Sebagai pembanding di negara tetangga kita membutuhkan waktu satu setengah sampai dua tahun sejak regulator jasa keuangan dalam hal ini OJK untuk bisa ikut betul-betul menterjemahkan dalam kegiatan konkret bursa karbon,” kata dia.

Sedangkan, OJK telah melaksanakan hal tersebut dalam waktu 8 bulan ini. "Juga sebagai pembanding jika bursa karbon negara Jiran kita memerlukan 3-4 bulan sampai transaksi perdana dapat dilakukan secara final, maka kita berharap dari laporan bursa karbon pada hari ini transaksi perdana tersebut dapat kami lakukan pada hari ini juga,” tandasnya.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya