Mengupas Prospek Saham ARNA Usai Terbitnya Aturan Bea Masuk Anti Dumping

Saham Arwana Citramulia Tbk (ARNA) terpantau melenggang di zona hijau pada perdagangan Rabu-Kamis, 16-17 Oktober 2024. Pada penutupan Kamis, 17 Oktober 2024, ARNA naik 5,52 persen ke posisi 765.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Okt 2024, 14:57 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2024, 14:57 WIB
IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Saham Arwana Citramulia Tbk (ARNA) terpantau melenggang di zona hijau pada perdagangan Rabu-Kamis, 16-17 Oktober 2024. Pada penutupan Kamis, 17 Oktober 2024, ARNA naik 5,52 persen ke posisi 765. Posisi itu bertahan hingga penutupan sesi I hari ini, Jumat 18 Oktober 2024. Dalam sepekan, ARNA telah naik 10,87 perse ndan naik 15,04 persen YTD.

Penguatan saham ARNA terjadi menyusul penerbitan aturan bea masuk anti dumping. Tim riset Stockbit Sekuritas menilai Arwana Citramulia sebagai perusahaan berkualitas tinggi, meski berada di tengah kondisi industri yang menantang.

Terlepas dari tantangan lanskap industri yang tidak menguntungkan, ARNA telah menunjukkan ketahanannya dengan mencatatkan CAGR pertumbuhan laba bersih sebesar 18% sejak IPO pada 2001. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir selama pandemi dan peningkatan impor ubin, ARNA tetap berhasil mencatatkan CAGR laba bersih sekitar 23% pada 2018–2023 dengan RoE 24%. Sementara banyak pesaingnya mencatatkan kerugian.

"Ke depannya, kami melihat faktor industri akan membaik, didorong oleh langkah anti–dumping yang diterapkan oleh pemerintah seperti bea masuk anti–dumping (BMAD) dan peraturan SNI, yang akan membatasi impor ubin murah. Kami yakin kinerja ARNA mencapai titik terendahnya pada 1H24 dan sekarang siap untuk masuk fase pemulihan," ulas Head of Investment Research Stockbit Sekuritas, Vivi Handoyo Lie.

Tim Riset Stockbit Sekuritas memperkirakan laba bersih ARNA akan tumbuh 9% yoy pada semester II 2024, dibandingkan semester I 2024 yang mengalami penurunan 17%. Pada 2025, diperkirakan laba ARNA akan tumbuh 20% yoy, didorong oleh pertumbuhan volume seiring menurunnya daya saing ubin impor.

Dengan fundamental perusahaan yang kuat, RoE yang tetap tinggi di kisaran 24%, dan potensi pemulihan laba, Tim Riset Stockbit Sekuritas melihat risk–reward yang menarik pada ARNA.

 

Saham ARNA

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki duduk di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Saham ARNA sendiri saat ini diperdagangkan dengan PE FY25F sekitar 10x, yang berada -2 Standar Deviasi di bawah rata–rata PE historis 3 tahun. Dengan asumsi ARNA kembali ke rata–rata PE 5 tahun di level 13,3x, harga sahamnya dapat kembali ke sekitar Rp 950 per lembar, berdasarkan estimasi laba 2025.

"Selain itu, kami memperkirakan ARNA dapat mempertahankan dividend yield sekitar 6% per tahun, didukung oleh keterampilan alokasi modal yang terbukti. Hal ini memungkinkan perseroan untuk mendanai capex, menjaga siklus kas yang sehat, dan terus membayar dividen," tulis Vivi.

Adapun downside risk ARNA adalah tidak berlanjutnya insentif harga gas industri. Sementara upside risk–nya adalah segmen ubin merah ARNA berpotensi mendapat manfaat (benefit) dari program perumahan terjangkau yang digagas pemerintahan baru.

 

Bea Masuk Anti Dumping

IHSG Menguat
Pekerja melintas di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,34% ke level 5.014,08 pada pembukaan perdagangan sesi I, Senin (8/6). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani resmi menerbitkan aturan terkait bea masuk anti–dumping (BMAD), yang menjadi tambahan dari mekanisme safeguard, dengan masa berlaku selama 5 tahun. Regulasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 70/2024 tersebut mengenakan tarif sebesar Rp 13.000–95.000 per meter persegi untuk ubin impor.

Namun, dengan mengambil asumsi konservatif rata–rata tarif di low dan median range yaitu Rp 15.000–35.000, tarif BMAD tersebut setara dengan 24–56% dari harga ubin impor saat ini di kisaran Rp 63.000 per meter persegi. Sehingga secara signifikan dapat mengubah lanskap persaingan.

Saat ini, ubin white–body ARNA versi basic, seperti seri ‘ARNA Nusantara’, dijual dengan harga sekitar Rp 70.000 per meter persegi, lebih mahal sekitar 10% dari harga ubin impor. Dengan diberlakukannya BMAD, ubin impor akan menjadi lebih mahal daripada produk ARNA, sehingga berpotensi meningkatkan volume penjualan ARNA atau memberi ruang bagi perseroan untuk meningkatkan ASP di segmen white–body.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya