Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mempertimbangkan larangan ekspor gas alam guna mengamankan pasokan dalam negeri yang terus meningkat. Namun, langkah tersebut dinilai kecil kemungkinan untuk terealisasi dalam waktu dekat.
Menteri ESDM pada 20 Januari 2025 menyampaikan wacana penghentian ekspor gas untuk memenuhi kebutuhan domestik yang diperkirakan mencapai 1.471 TBTU pada 2025 dan meningkat hingga 2.659 TBTU pada 2034.
Advertisement
Baca Juga
Kekhawatiran juga sempat muncul dari PLN terkait potensi kelangkaan pasokan LNG pada kuartal pertama 2025. Namun, hal ini telah diatasi setelah PLN membeli kargo LNG yang sebelumnya dijadwalkan untuk ekspor.
Advertisement
Meski demikian, pemerintah masih membuka kemungkinan larangan ekspor gas di masa depan demi memastikan pasokan energi yang cukup bagi industri dan pembangkit listrik nasional. Namun, pemerintah menegaskan bahwa kontrak ekspor jangka panjang yang telah ada tetap harus dihormati.
Pemain Utama di Industri Ekspor Gas
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini terdapat empat pelabuhan utama yang mengekspor LNG. Antara lain Badak LNG di Bontang, Lapangan Gas Tangguh di Bintuni, Donggi Senoro di Luwuk, dan Simenggaris di Tarakan.
Sementara itu, ekspor gas melalui pipa dilakukan dari Blok Corridor (melalui Batam) dan Blok Natuna (melalui Kepulauan Riau).
Tim analis BRI Danareksa Sekuritas mencatat, salah satu perusahaan yang memiliki kepentingan dalam ekspor gas adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), yang memiliki saham di beberapa ladang gas strategis, yakni 30% di Donggi Senoro, 62,5% di Simenggaris, 46% di Blok Corridor, dan 40% di Blok Natuna.
Â
Dampak Kebijakan Terhadap Industri
Rencana pengurangan ekspor gas sejalan dengan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017, yang menargetkan penurunan ekspor gas sebesar 20% dari tingkat tahun 2016 dan penghentian ekspor secara penuh pada 2036.
Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa ekspor gas Indonesia telah mengalami penurunan signifikan, dari 2.860 BBTUD pada 2016 menjadi 1.905 BBTUD pada 2024, atau turun 33,4% dalam sembilan tahun terakhir. Produksi gas nasional juga menurun dari 6.856 BBTUD menjadi 5.786 BBTUD dalam periode yang sama (turun 15,6%).
Namun, konsumsi gas domestik terus meningkat, dari 58% pada 2016 menjadi 67% pada 2024, menunjukkan kemajuan dalam upaya pemerintah untuk mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
"Meskipun ada rencana penghentian ekspor pada 2036, analis menilai bahwa MEDC tidak akan terdampak dalam waktu dekat, karena kontrak ekspor perusahaan tersebut masih berjalan hingga 2028-2030," ulas Analis analis BRI Danareksa Sekuritas Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis dalam risetnya, Rabu (5/2/2025).
Â
Advertisement
Prospek Sektor Minyak dan Gas
Tim analis BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi Netral untuk sektor minyak dan gas. Perusahaan yang dinilai memiliki prospek lebih baik adalah PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS) dengan target harga Rp 610 per saham, dibandingkan MEDC dengan target harga Rp 1.400 per saham.
"WINS diperkirakan akan mendapat manfaat dari kenaikan tarif sewa kapal dan peningkatan permintaan eksplorasi," tulis Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis.
Sementara itu, MEDC diperkirakan menghadapi stagnasi produksi, penurunan harga minyak, serta kontribusi yang lebih rendah dari tambang Amman Mineral (AMMN) akibat fase 8 penambangan dan operasional awal smelter, yang berpotensi mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan pada 2025.