Sejak beberapa hari ini pasar keuangan domestik seperti kehilangan kekuatannya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok dan nilai tukar rupiah jeblok. Sebenarnya apa saja fokus pertama pemerintah untuk menanggulangi kondisi tersebut? Berikut jawaban Menteri Keuangan Chatib Basri.
"Kalau rumah terbakar, Anda punya banyak pilihan. Tapi yang pertama dilakukan adalah memadamkan apinya. Jadi fokus kami sekarang ini yaitu stabilisasi dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level exceptable," ujar dia di Jakarta, Rabu (21/8/2013) malam.
Pekerjaan rumah pemerintah lainnya, lanjut Chatib, menurunkan defisit transaksi berjalan (current account) yang saat ini mencapai 4,4% atau US$ 9,8 miliar di kuartal II 2013.
"Yang harus dijawab segera adalah defisit transaksi berjalan. Karena kalau meladeni semua isu, pasar akan melihat pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tidak fokus," lanjutnya.
Namun dia menyampaikan bahwa Gubernur BI Agus Martowardojo memperkirakan defisit transaksi berjalan di kuartal III ini akan lebih rendah menjadi di bawah 3%.
"Kalau isu defisit transaksi berjalan ini bisa diselesaikan, maka akan berpengaruh kepada tekanan rupiah. Begitupula dengan inflasi yang diprediksi akan kembali normal pada September ini. Dengan begitu, yield yang tinggi akan turun dengan inflasi yang sudah susut," jelas Chatib.
Sementara itu terkait target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% di tahun ini, dia merasa akan sulit tercapai dengan ketidakpastian ekonomi dunia. Bahkan hingga proyeksi di 2014 pun yang dipatok 6,4%, pemerintah harus bekerja keras meski diperkirakan akan terjadi pemulihan ekonomi. Â
Terpenting, Chatib menegaskan kondisi saat ini berbeda dengan tahun 2008 karena sentimen terbesar datang dari kebijakan Quantitative Easing (QE) di Amerika Serikat.
"Orang sering samakan situasi sekarang dengan krisis tahun 1998. Setiap periode itu berbeda, sama halnya dengan tahun 2008. Indonesia berbeda dengan Thailand dan India, karena defisit anggaran kita lebih kecil. Situasi saat ini yang dilihat defisit transaksi berjalan," tandasnya. (Fik/Ndw)
"Kalau rumah terbakar, Anda punya banyak pilihan. Tapi yang pertama dilakukan adalah memadamkan apinya. Jadi fokus kami sekarang ini yaitu stabilisasi dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level exceptable," ujar dia di Jakarta, Rabu (21/8/2013) malam.
Pekerjaan rumah pemerintah lainnya, lanjut Chatib, menurunkan defisit transaksi berjalan (current account) yang saat ini mencapai 4,4% atau US$ 9,8 miliar di kuartal II 2013.
"Yang harus dijawab segera adalah defisit transaksi berjalan. Karena kalau meladeni semua isu, pasar akan melihat pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tidak fokus," lanjutnya.
Namun dia menyampaikan bahwa Gubernur BI Agus Martowardojo memperkirakan defisit transaksi berjalan di kuartal III ini akan lebih rendah menjadi di bawah 3%.
"Kalau isu defisit transaksi berjalan ini bisa diselesaikan, maka akan berpengaruh kepada tekanan rupiah. Begitupula dengan inflasi yang diprediksi akan kembali normal pada September ini. Dengan begitu, yield yang tinggi akan turun dengan inflasi yang sudah susut," jelas Chatib.
Sementara itu terkait target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% di tahun ini, dia merasa akan sulit tercapai dengan ketidakpastian ekonomi dunia. Bahkan hingga proyeksi di 2014 pun yang dipatok 6,4%, pemerintah harus bekerja keras meski diperkirakan akan terjadi pemulihan ekonomi. Â
Terpenting, Chatib menegaskan kondisi saat ini berbeda dengan tahun 2008 karena sentimen terbesar datang dari kebijakan Quantitative Easing (QE) di Amerika Serikat.
"Orang sering samakan situasi sekarang dengan krisis tahun 1998. Setiap periode itu berbeda, sama halnya dengan tahun 2008. Indonesia berbeda dengan Thailand dan India, karena defisit anggaran kita lebih kecil. Situasi saat ini yang dilihat defisit transaksi berjalan," tandasnya. (Fik/Ndw)