Liputan6.com, Jakarta Rupiah (IDR) terpantau berada di level 16.800-an pada Selasa, 8 April 2025.
Melansir data Bloomberg, Rupiah diperdagangkan menguat di level 16.827 terhadap Dolar AS pada Selasa (8/4). Perkembangan ini terjadi menyusul langkah setelah Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) saham.
Baca Juga
Seperti diketahui, BEI melakukan tindakan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada Selasa, 8 April 2025 pukul 09:00:00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).
Advertisement
Pembekuan sementara ini dilakukan setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka anjlok 9,19% ke level 5.912,06 pada pebukaan perdagangan Selasa (8/4/2025).
Beberapa waktu lalu, Rupiah sempat melemah hingga menyentuh level Rp17.000 menyusul pengumuman kebijakan baru tarif impor di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai bahwa konsumsi domestik menjadi salah satu cara untuk memulihkan kinerja Rupiah.
"Menaikkan suku bunga bukan opsi yang tepat (untuk menguatkan Rupiah). Saat ini pertahanan terbaik adalah konsumsi domestik. Begitu suku bunga naik berimbas ke bunga kredit konsumsi dan modal kerja makin melemahkan kinerja ekonomi," kata Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Bhima menyarankan, Bank Indonesia untuk berfokus menggunakan cadangan devisanya dalam berupaya menstabilkan Rupiah.
Selain itu, menurutnya, Pemerintah juga dapat berfokus memprosesRevisi Permendag 8 tahun 2024 untuk mencegah banjir barang impor karena Kamboja, Vietnam dan China akan mengalihkan produknya ke Indonesia imbas kebijakan tarif impor baru oleh AS.
Pengalihan pasar ini terutama pada produk-produk elektronik, pakaian jadi, alas kaki, mainan anak, dan barang jadi lainnya.
Â
Â
Efisiensi Belanja Perlu Dikaji Ulang?
Selain itu, Bhima menyarankan Pemerintah untuk mengatur ulang efisiensi belanja karena perekonomian dalam negeri masih membutuhkan stimulus belanja.
"Atur ulang efisiensi belanja pemerintah yang terlalu brutal karena ekonomi butuh stimulus belanja pemerintah," kata Bhima.
Adapun cara lainnya, adalah memanfaatkan kerjasama perdagangan antar anggota BRICS, termasuk dengan Arab Saudi, UEA, dan Mesir.
"Perkuat kerjasama investasi dan peluang relokasi pabrik dengan Uni Eropa. Paling prospek soal investasi di energi terbarukan, apalagi Jerman saat ini menjadi co-lead JETP," jelas Bhima.
"Selamatkan industri padat karya terutama pakaian jadi dan alas kaki, serta elektronik-otomotif lewat refocusing insentif berupa diskon tarif listrik 50% selama 9 bulan, dan insentif lainnya yang selama ini tidak tepat sasaran," tambahnya.
Advertisement
BI Siaga Hadapi Dampak Tarif Trump: Stabilitas Rupiah Jadi Prioritas
Bank Indonesia (BI) menyatakan kesiapannya menghadapi potensi dampak dari kebijakan ekonomi global yang memicu gejolak di pasar keuangan.
Hal ini disampaikan menyusul pengumuman kebijakan tarif baru oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2 April 2025, yang dinilai menimbulkan ketidakpastian global dan berimbas pada pergerakan pasar finansial dunia, termasuk Indonesia.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa Bank Indonesia terus melakukan pemantauan secara intensif terhadap dinamika pasar keuangan, baik di level global maupun domestik.
"BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025," kata Denny dikutip Selasa (8/4/2025).
Pria yang akrab disapa Denny ini menyampaikan, bahwa pengumuman kebijakan tarif tersebut telah menimbulkan reaksi cepat di pasar keuangan global. Ketegangan semakin meningkat setelah Pemerintah Tiongkok mengumumkan langkah retaliasi berupa tarif impor balasan pada 4 April 2025.
"Pasca pengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh Tiongkok pada 4 April 2025, pasar bergerak dinamis dimana pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024," jelasnya.
Waspada Pelemahan Rupiah
Situasi ini menciptakan tekanan terhadap mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah. Oleh karena itu, Bank Indonesia menyatakan akan terus berada di garis depan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Komitmen tersebut diwujudkan melalui pelaksanaan strategi triple intervention, yaitu intervensi terkoordinasi di tiga sektor utama pasar keuangan.
Advertisement
