BI Rate Pukul Saham Perbankan

Kenaikan suku bunga acuan berdampak negatif terhadap sektor saham perbankan.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Nov 2013, 15:48 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2013, 15:48 WIB
bi-rate130514b.jpg
Saham-saham perbankan bergerak di zona merah pada perdagangan saham Rabu (13/11/2013). Kenaikan suku bunga acuan/BI Rate dinilai menjadi pemicu saham perbankan cenderung turun.

Berdasarkan data RTI, saham PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) mencatatkan penurunan tertinggi sekitar 5% ke level Rp 1.880 per saham. Lalu saham PT Bank Nobu Tbk (NOBU) turun 5,66% ke level Rp 500 per saham, dan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) turun 4,26% ke level Rp 900 per saham.

Saham PT Bank Panin Tbk (PNBN) turun 4,35% ke level Rp 660 per saham. Saham PT Bank Jabar dan Banten Tbk (BJBR) turun 3,53% ke level Rp 820 per saham. Serta saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 3,47% ke level Rp 4.175 per saham. Lalu indeks sektor saham keuangan hanya naik 1,07% ke level 555,97 secara year to date pada Selasa (12/11/2013).

Analis PT OSO Securities, Supriyadi menuturkan, kenaikan suku bunga acuan/BI Rate berdampak negatif terhadap saham perbankan. Kenaikan BI Rate menjadi 7,5% membuat ekpektasi pertumbuhan kredit melambat pada 2013.

"BI Rate menjadi 7,5 persen membuat pertumbuhan kredit turun sehingga berdampak terhadap kinerja perbankan pada 2013. Kredit melambat akan terasa pada kuartal keempat 2013 dan kuartal pertama 2014. Dengan kredit melambat maka pendapatan bunga turun," ujar Supriyadi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu pekan ini.

Supriyadi menuturkan, perbankan memang telah merevisi target pertumbuhan kreditnya pada 2013. Sebelumnya target pertumbuhan kredit 22%-25%. Saat ini diperkirakan pertumbuhan kredit sekitar 18%-20%. Oleh karena itu, ekpektasi pelaku pasar kinerja sektor keuangan cenderung melambat.

"Tahun ini tren suku bunga acuan naik sehingga berdampak terhadap kinerja perbankan," kata Supriyadi.

Supriyadi memproyeksikan tekanan terhadap sektor saham perbankan hanya jangka pendek hingga menengah. Menurut Supriyadi, sektor perbankan di Indonesia masih memiliki prospek cerah didukung dari jumlah penduduk besar sehingga kesadaran masyarakat untuk menabung dan penyaluran kredit merupakan potensi besar untuk perbankan.

Saat ini, pasar akan menunggu data neraca pembayaran dan kondisi ekonomi global. Supriyadi menuturkan, bila data ekonomi Indonesia dan global positif maka sektor perbankan yang juga banyak terdiri dari saham blue chip/unggulan akan kembali menguat.

Sebelumnya sejumlah analis memperkirakan, kenaikan suku bunga acuan ini sebagai langkah antisipasi Bank Indonesia (BI) untuk mengatasi gejolak mata uang dan neraca pembayaran.

Dikutip dari CNBC, Market Economist Mizuho Corporate Bank, Cynthia Kalasopatan menuturkan, kenaikan suku bunga acuan/BI Rate sebagai signal untuk mengatasi gejolak rupiah dan neraca pembayaran. (Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya