Review Zootopia: Dongeng Disney tentang Predator dan Mangsanya

Di negeri antah berantah ini, hewan pemangsa dan mangsanya, hidup berdampingan.

oleh Ratnaning Asih diperbarui 20 Feb 2016, 12:00 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2016, 12:00 WIB
Zootopia
Poster Zootopia (Walt Disney Animation Studios)

Liputan6.com, Jakarta Disney adalah pemain veteran untuk soal fabel alias dongeng binatang. Lihat saja karakter Mickey Mouse, ikon legendaris dari kerajaan bisnis Disney. Yang terbaru, Walt Disney Animation Studios membawa sebuah mimpi utopis dalam fabel terbarunya: bahwa predator dan mangsanya dapat hidup bersama dengan damai sentosa. Sebuah Zootopia.

Di negeri antah berantah ini, baik hewan bertaring pemakan daging atau herbivora yang memamah rumput, semua hidup berdampingan.

Ginnifer Goodwin dan Jaseon Bateman mengisi suara karakter Zootopia (Walt Disney Animation Studios)

Tak hanya itu, mereka juga mengenakan pakaian, menyetir mobil, dan bebas menjadi apa pun yang mereka mau.
Seperti seekor kelinci muda bernama Judy Hopps (Ginnefer Goodwin), memiliki cita-cita tinggi, menjadi seorang polisi. Hanya saja, belum pernah seorang kelinci yang memilih profesi ini sepanjang sejarah Zootopia. Kelinci dianggap terlalu imut untuk menumpas para kriminal.

Setelah berhasil mendapat pekerjaan ini pun, Judy diremehkan oleh Kepala Kepolisian, Chief Bogo (Idris Elba). Untuk membuktikan bahwa ia mampu, Judy mengambil kasus hilangnya seekor berang-berang yang hilang. Taruhannya, bila ia tak mampu memecahkan kasus ini dalam waktu 48 jam, ia harus mundur dari kepolisian. Untuk memecahkan kasus ini, Judy terpaksa bekerja sama dengan musang penipu, Nick Wilde (Jason Bateman).

Benjamin Clawhauser, cheetah tergemuk di Zootopia (Walt Disney Animation Studios)

Sudah bisa ditebak, Zootopia adalah film yang ramah bagi seluruh keluarga. Plot cerita dibuat dengan sagat ringan, tak perlu berpikir saat menontonnya. Bahkan Anda tak perlu memusingkan apa yang dimakan para karnivora bila seluruh mangsa menjadi tetangga mereka. Tinggalkan semua logika di luar gedung bioskop, dan nikmati saja yang tersaji di layar.

Soal visual, Zootopia termasuk jempolan. Palet warna yang dihadirkan di film ini pun tak pernah absen memanjakan mata. Begitu pun dunia Zootopia yang digarap dengan detail yang sangat kaya. 

Rich Moore yang sebelumnya mengomandani produksi Wreck It Ralph dan Byron Howard yang dikenal lewat Tangled, berduet sebagai sutradara film ini. Mereka menghadirkan karakter lucu yang mudah saja mencuri perhatian penonton. Salah satu bintang dari 'pemain pendukung', adalah para kukang atau sloth, yang ditampilkan dengan stereotip hewan aslinya, bahwa binatang ini lelet setengah mati.

Flash, sloth tercepat di Zootopia (Walt Disney Animation Studios)

 Tak hanya sensasi visual, skenario Zootopia juga renyah dan mudah ditelan. Cerita Judy dan Nick yang bermain ‘detektif -detektifan’ mencari sang penjahat—yang bahasa kerennya whodunit—diselipi dengan sejumlah twist sehingga tak terasa menjemukan.

Penonton dewasa pun tak perlu khawatir akan mati bosan dengan lelucon-lelucon yang ditargetkan untuk anak kecil. Dalam Zootopia, terdapat sejumlah guyonan yang mengambil referensi dari tontonan yang akrab dengan penonton dewasa. Ada bos mafia yang mengingatkan pada sang Godfather, Don Vito Corleone. Ada pula sedikit parodi dari serial televisi Breaking Bad.

Mr.Big dari Zootopia (Walt Disney Animation Studios)

 

Meski kental dengan nuansa humor, Zootopia juga memotret satu kenyataan serius yang ada saat ini. Tentang syak wasangka dan stereotip yang dikenakan pada golongan masyarakat tertentu. Dan bahwa ketakutan atas stereotip tersebut, sangat beracun dalam kehidupan bermasyarakat. Menemukan pesan serius  dalam sebuah film animasi ramah keluarga seperti ini, adalah sebuah kejutan yang menyenangkan. (Rtn)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya