Liputan6.com, Jakarta Cross The Line mengisi slot Jakarta World Cinema Week 2022 alias WCW 2022. Karya sutradara Razka Robby Ertanto ini dibintangi Shenina Cinnamon dan Chicco Kurniawan.
Film Cross The Line mengisahkan Maya (Sheninna) dan Harris (Chicco) yang mengadu nasib dengan bekerja sebagai anak buah kapal atau ABK padahal bermimpi jadi TKI di negeri orang.
Harris menjadi petugas mekanik sekaligus mengecek muatan sejumlah truk yang menumpangi kapal. Maya menyambung hidup sebagai petugas kebersihan termasuk beres-beres di toilet.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Cross The Line yang diproduksi KlikFilm belum mengumumkan jadwal rilis apakah di platform streaming atau jaringan bioskop. Berikut resensi film atau review film Cross The Line.
Maya dan Kekecewaan
Maya kecewa karena janji bekerja sebagai TKW tak kunjung digenapi agen, padahal ia telah merogoh kocek belasan juta rupiah. Maksud hati ingin jadi pahlawan devisa di negeri orang malah jadi budak di negara sendiri.
Suatu hari, Cici (Oni Seroja), seorang muncikari yang beroperasi di kapal menawarinya “kerja sampingan.” Semula Maya menolak. Namun, saat menerima telepon adik yang mengabarkan ibunya dilarikan ke rumah sakit, pendirian Maya goyah.
Ia butuh duit 35 juta rupiah untuk pulang dan mengurus ibunda. Harris yang depresi karena nasib tak kunjung membaik tega makan teman sendiri. Ia membantu penyelundupan sejumlah cewek ke negara tetangga. Aksi Maya dan Harris melanggar batas berakibat fatal.
Advertisement
Bilik-bilik Kapal
Cross The Line menyajikan cerita dengan latar unik yakni kehidupan di pelabuhan dan bilik-bilik kapal. Ujung tombak film ini adalah karakter Maya dan Harris yang dibawakan dengan natural oleh duet maut Sheninna-Chicco.
Sejumlah adegan intim dieksekusi keduanya tanpa jarak, intens, seolah keduanya benar punya rasa saling memiliki. Dewasa, berani, tanpa tedeng aling-aling. Mereka tampak believable sebagai (maaf) orang susah.
Cinta Benci Rindu Ribut
Santai saja lari dari kondisi susah dengan berhubungan intim. Batas antara cinta, benci, rindu, dan ribut dalam hidup mereka setebal kulit bawang. Tarik ulur di antara keduanya adalah magnet film ini.
Daya tarik lain datang dari pendatang baru Oni Seroja. Baru sekali main film, penampilannya sebagai muncikari meyakinkan penonton bahwa peran itu ditakdirkan untuknya.
Advertisement
Bukan Pemanis Buatan
Kali pertama muncul di layar dengan baju seksi ala germo kelas bawah lengkap dengan bedak laksana dempul plus rokok di sela jari menjadikan karakter ini scene stealer.
Di tangan Robby, Cici bukan pemanis buatan yang menciptakan sensasi pahit nyangkut di tenggorok. Karakternya abu-abu, tak 100 persen antagonis dan berhasil membuat penonton berpikir, “Andai gue jadi dia, belum tentu juga bisa bikin keputusan yang lebih baik, sih.”
Interaksi Tidak Instan
Interaksi Cici dengan tokoh utama juga tidak instan. Dijahit rapi lewat hubungan berjarak, dipertemukan keadaan yang makin depresi, lalu pintu kedekatan terbuka lewat adegan merebut rokok. Ini tentang proses melanggar batas yang ditampilkan dengan tempo dinamis.
Robby Ertanto mengaku syuting film ini 4,5 hari namun semua dipersiapkan dengan matang, jauh dari kesan buru-buru. Semua yang tampil di film ini ndilalah kok ya cocok jadi orang susah. Audiens muda berempati, lalu merasa memiliki sejumlah tokoh kunci di film ini.
Advertisement
Tak Lantas Depresi
Menonton Cross The Line tak lantas membuat kita jadi depresi. Melainkan memahami bahwa yang namanya hidup ada saja problemnya. Angan dan kenyataan kerap tak sejalan itu lumrah.
Tak perlu buru-buru menghakimi keputusan orang lain karena jika kita menjadi mereka, belum tentu bisa berbuat lebih baik. Dalam Cross The Line, Shenina, Chicco, dan Oni “mempermainkan” perasaan penonton untuk mencinta, menyesali, lalu memaklumi keputusan hidup mereka.
Pemain: Shenina Cinnamon, Chicco Kurniawan, Oniy Seroja
Produser: Agung Haryanto, Razka Robby Ertanto
Sutradara: Razka Robby Ertanto
Penulis: Razka Robby Ertanto, Titien Wattimena
Produksi: KlikFilm Productions, Canary Studio, Summerland
Durasi: 1 jam, 10 menit