Liputan6.com, Jakarta Animasi Jumbo menjadi fenomena baru di industri film Indonesia. Bagaimana tidak, belum sebulan tayang, film garapan Ryan Adriandhy menembus 4 besar film terlaris Indonesia sepanjang masa dengan perolehan penonton 6,4 juta, menyalip Pengabdi Setan 2 (2022) dengan 6,3 juta penonton.
Selain word of mouth yang begitu masif dan fenomena buzzer gratis Jumbo, Daniel Irawan selaku kritikus film menjabarkan beberapa poin penting yang juga berkontribusi besar dalam menunjang kesuksesan film animasi Indonesia ini.
Advertisement
Baca Juga
“Yang utama kalau animasi memang perlu kekuatan karakter. Karakter yang kita kedepankan semenarik apa gitu, nah itu Jumbo dengan konsep karakter yang dibuat sejak awal memang kuat, sosoknya relatable,” jelasnya saat dihubungi Liputan6.com melalui telepon, Jumat (25/4/2025).
Advertisement
Kekuatan skenario juga penting. Menurut Daniel Irawan, penulis Jumbo dengan apik menggabungkan dua elemen yang sebenarnya sulit disatukan.
“Karena satunya animasi keluarga banget gitu kan tentang anak-anak yang bermimpi mementaskan karya almarhum ayah dan ibunya, dan sosoknya yang kerap di-bully sama lingkungan gitu ya, digabungkan dengan fantasi,” papar Daniel Irawan.
“Sosok penggali kubur yang bisa mengendalikan arwah itu, itu kan fantasi banget. Fantasi dan memang enggak Indonesia gitu. Itu lebih dekat ke animasi luar. Jadi jembatan yang menggabungkan dua plotline besar ini sebenarnya bisa ter-handle dengan baik di Jumbo,” ia menyambung.
Jumbo adalah animasi Indonesia berkualitas tinggi. Sebelumnya, industri animasi Tanah Air bahkan tertinggal dari Malaysia.
“Untuk ukuran Indonesia dia sudah jauh lebih seamless animasinya, gerakan animasinya, kualitas animasinya, kemudian kendala yang biasa di dialog animasi yang kaku. Itu semuanya sudah bagus di Jumbo. Jadi ini memang jadi nation proud, jadi kebanggaan bangsa. Bahwa memang teknologi animasi kita ternyata sudah bisa sebagus ini,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Produser Kreatif film Qodrat 2.
Poin terakhir, original soundtrack yang catchy. Lihat saja bagaimana lagu “Selalu Ada di Nadimu” dengan mudahnya nempel di telinga penonton hingga ikut menyanyikannya selepas keluar bioskop. Setelah sekian lama, Indonesia punya lagu anak yang proper dan penuh makna.
Fenomena 500 Ribu Penonton dalam Sehari
Menurut data, Jumbo tayang di hari perdana dengan jumlah penonton 60 ribu, angka yang terbilang kecil. Namun ini sebenarnya tidak mengagetkan, mengingat pesaingnya adalah Pabrik Gula dan Qodrat 2, bergenre horor yang sangat diminati orang Indonesia.
Yang mengagetkan justru progres penonton Jumbo yang meningkat tajam. Ia menyalip Pablik Gula yang lebih dulu unggul. Bahkan, sempat ada momen di mana Jumbo meraih lebih dari 500 ribu penonton sehari. Kata Daniel Irawan, sebenarnya ini fenomena tidak lazim.
“Fenomena yang harus dilihat adalah ini enggak lazim. Ngeri-Ngeri Sedap sempat begitu. Dengan pendapatan satu hari pertama cuma 50 ribuan, kemudian naik di weekend. Akhirnya jadi viral dan bisa segede itu,” Daniel Irawan membeberkan.
Advertisement
Waktu untuk Bersinar
Penempatan Jumbo di slot libur Lebaran juga dinilai tepat. “Pelajaran dari sini adalah konten yang bagus sebenarnya juga perlu waktu. Konten bagus yang tidak mengikuti tren. Kan kalau trennya horor, orang ke biskop sekarang pilihan pertamanya film horor. Jadi sebenarnya konten yang melawan tren ini perlu waktu,” ucap Daniel Irawan.
“Nah, untungnya di momen Lebaran animo masyarakat untuk ke bioskop itu gede sekali. Slot Lebaran selalu dinggap paling spesial dan sulit ditembus. Enggak semua film bisa masuk, jadi ada komitmen dari eksibitor untuk menjadikan Lebaran kayak summer blockbuster di Amerika. Film akan lama bertahan karena enggak ada film Indonesia baru, seminggu atau 2 minggu ke depannya,” imbuhnya.
Film spesial Lebaran memang dikondisikan untuk menarik masyarakat datang ke bioskop dan punya waktu banyak untuk mengumpulkan penonton dalam jumlah besar. Ini tentu sulit dilakukan pada slot reguler, di luar libur Lebaran.
“Jarang, jarang sekali bisa melakukan ini. Bisa satu dua kali terjadi kalau memang line-up film yang di minggu setelahnya itu enggak kuat. Sehingga yang tadi rilis ini bisa punya waktu untuk membangun viralitasnya itu di medsos atau di publik,” beri tahu Daniel Irawan.
Kebangkitan Film Animasi
Lantas, apakah kesuksesan Jumbo bisa menjadi penanda bangkitnya film anak di Indonesia? Daniel Irawan berkata, “Ya, mungkin lebih tepatnya kebangkitan film animasi anak.”
“Karena kebangkitan film anak itu sebenarnya dulu juga pernah dari Petualangan Sherina, salah satu yang bawa film Indonesia balik ya, kemudian Laskar Pelangi. Jadi sebenarnya konten-konten ini, sinema anak memang selalu potensial. Enggak hanya di sini, di luar juga. Karena yang nonton tuh keluarga,” ia menjabarkan.
Untuk melestarikan tren film animasi, sineas tentu perlu menyajikan konten dengan kualitas setara atau lebih baik dari pendahulunya. Seperti diketahui, Jumbo memiliki waktu produksi hingga 5 tahun, melibatkan banyak orang bertalenta dan menghabiskan biaya produksi fantastis.
“Selalu ya, maksudnya di semua genre, saat ada kebangkitan satu genre atau sub-genre, kemudian yang lain di Indonesia kecenderungannya ngikut, tapi tidak dengan kualitas yang sama. Itu problem kita dari dulu, jadi latah ngikutin tren, tapi enggak dibuat sama,” Daniel Irawan mengakhiri.
Advertisement
