Alasan Pemkot Surabaya Tak Beri Denda bagi Pelanggar Protokol Kesehatan Saat Masa Transisi

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto mengatakan, saat ini dibutuhkan kesadaran masyarakat dan perlu dirangkul.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jun 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2020, 15:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Irvan Widyanto (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya menyatakan, Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi COVID-19 untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat. Hal ini untuk mendisiplinkan diri dalam menerapkan protokol kesehatan. 

"Jadi, Ibu Wali Kota itu tidak ingin menekan warganya, beliau ingin merangkul warganya supaya sadar, sehingga masyarakat bisa secara sadar pula menerapkan protokol kesehatan demi memerangi pandemi ini," kata  Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya yang juga Kepala BPB dan Linmas Surabaya, Irvan Widyanto di kantornya, seperti dikutip dari laman Surabaya.go.id, ditulis Rabu (17/6/2020).

Apalagi, situasi saat ini sangat sulit bagi semuanya, sehingga Wali Kota Risma tidak ingin membebani warganya dengan pengenaan denda-denda itu.

Oleh karena itu, dalam Perwali itu tidak ada sanksi berupa denda-denda, karena memang yang dibutuhkan saat ini adalah kesadaran masyarakat dan perlu dirangkul untuk menertibkan masyarakat yang lain.

"Sekali lagi, filosofi dari Perwali itu adalah Ibu Wali Kota menaruh kepercayaan kepada masyarakat. Dengan begitu, kesadaran masyarakat akan tumbuh. Nah, ketika kesadaran itu tumbuh, maka itulah arti mitigasi yang sebenarnya. Jadi, saat ini masyarakat tidak butuh ditekan-tekan lagi oleh aparat dan sebagainya, tapi yang dibutuhkan sekarang ini adalah masyarakat dirangkul untuk mengatur masyarakat yang lain," ujar dia.

Oleh karena itu, dari awal hingga saat ini Risma selalu mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menghadapi pandemi COVID-19 ini. Bahkan, apabila ada yang melanggar protokol kesehatan, diharapkan masyarakat saling mengingatkan.

Irvan pun mengatakan regulasi pengenaan sanksi tersebut dimulai dengan teguran lisan, kemudian ada paksaan pemerintah berupa menghentikan kegiatannya.

"Nah, jika masih ngotot dan masih tetap buka, maka bisa kita usulkan kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait untuk merekomkan pencabutan izin usaha. Ketika OPD itu melakukan pencabutan izin usaha, maka OPD itu bisa mengirimkan surat Bantip (bantuan penertiban) kepada Satpol PP untuk dilakukan penutupan," ujar dia.

Irvan juga memastikan, dengan tidak diperpanjang PSBB itu, Risma terus berkomitmen untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

Apalagi, Risma selalu menyampaikan tidak ingin ada warganya yang mati kelaparan, dan di sisi yang lain tidak ingin ada warga yang ketularan COVID-19.

"Nah, semua itu diwujudkan dalam Perwali ini, protokol kesehatannya didetailkan," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Tanggapan Persakmi Jawa Timur

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Kamera CCTV yang dipasang di sejumlah persimpangan jalan di Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sementara itu, Pembina Pengurus Daerah Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur yang sekaligus Ketua IKA FKM UNAIR, Estiningtyas Nugraheni, sangat mengapresiasi berbagai langkah dan upaya yang telah dilakukan oleh jajaran Pemkot Surabaya atau gugus tugas Surabaya. Salah satunya dalam penerapan sanksi yang diatur dalam Perwali.

Dia mengatakan, sanksi yang diberlakukan oleh Pemkot Surabaya lebih konstruktif, karena mengedepankan peningkatan pengetahuan dan pemahaman, dengan mengumpulkan seluruh sektor yang terkait untuk sama-sama memahami Perwali ini bakal seperti apa.

Bukan menitikberatkan pada hal-hal yang sifatnya mengikat secara material. Sebab, hal-hal yang sifatnya material itu hanya sementara.

"Pada umumnya, mereka mentaati sanksi itu karena takut. Sedangkan jika mereka dibuat mengerti dan memahami serta sadar, maka akan ada hubungan secara phisicologis bahwa dia akan mendukung langkah itu, sehingga efek jeranya akan lebih permanen,” kata dia.

Oleh karena itu, ia menilai sanksi yang diberlakukan oleh Pemkot Surabaya dengan meniadakan denda-denda itu akan lebih efektif dan permanen dibanding pemberlakuan denda-denda. Sebab, itu berlandaskan kesadaran dari masing-masing individu warga.

"Menurut saya, Surabaya secara struktur kemasyarakatannya cukup siap melakukan ini, karena bisa digerakkan hatinya. Bu Wali saya yakin sangat paham soal ini, dan beliau sangat bisa menghandle warganya,” tutur dia.

Sekali lagi, ia mengapresiasi berbagai langkah dan upaya Pemkot Surabaya dalam menghadapi pandemi ini. Sebab, kondisi saat ini berkejaran dengan waktu dan terbukti Pemkot Surabaya sangat sigap dan tepat dalam menghadapinya, termasuk ketika ada Perwali, langsung disusun pula juknis-juknisnya lebih detail, sehingga diharapkan di lapangan tidak ada lagi yang perlu ditanyakan dan diperdebatkan.

"Ini membuktikan bahwa Pemkot Surabaya tidak tidur untuk mengawal semua ini. Menurut saya, langkah pemkot ini sangat tepat dan dibutuhkan dalam situasi saat ini. Makanya, organisasi kami (Persakmi) sangat mengapresiasi langkah tepat yang telah dilakukan oleh jajaran Pemkot Surabaya," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya