Liputan6.com, Malang - Rektorat Universitas Brawijaya (UB) Malang akan menelusuri data kegiatan IA alias Ilham, seorang mahasiswa kampus itu yang ditangkap Densus 88 Antiteror karena terlibat jaringan teroris. Peristiwa itu dinilai merusak citra perguruan tinggi negeri itu.
IA alias Ilham, terduga teroris di Malang merupakan mahasiswa semester 6 Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB Malang. Dia ditangkap Densus 88 di rumah kosnya di Perum Dinoyo Permai, Kota Malang, pada Senin, 23 Mei 2022 siang.
Baca Juga
Wakil Rektor III UB Malang, Abdul Hakim, mengaku belum mendapat informasi detil terkait aktivitas mahasiswa itu selama berada di dalam kampus. Seperti organisasi kemahasiswaan apa yang diikuti maupun kelompok kajian apa maupun terhubung dengan forum apa saja.
Advertisement
“Kami masih mengumpulkan data, dia aktif di apa, berjejaring dengan kelompok diskusi mana saja dan kegiatannya apa saja di kampus,” ujar Hakim di Malang, Rabu, 25 Mei 2022.
Meski begitu, rektorat menilai mahasiswa angkatan 2019 itu secara akademis masuk kategori cerdas. Karena nilai rata – rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di atas 3. Diketahui, Ilham pernah menulis artikel yang menyinggung tentang Negara Islam Irak Suriah (ISIS).
Artikel dipublikasikan pada Desember 2021 berjudul Faktor-Faktor Penyebab Migrasi Wanita-Wanita Muslimah Eropa Menuju ke Wilayah Islamic State. Tentang faktor yang mendorong wanita-wanita muslim di eropa memutuskan bermigrasi ke wilayah yang dikuasai ISIS.
Hakim mengaku belum membaca detil artikel yang ditulis tersangka teroris di Malang tersebut. Menurutnya, kampus merupakan mimbar akademik, semua punya hak mengembangkan potensi akademis. Artikel itu tidak jadi masalah sepanjang representasi dari akademik.
“Tak masalah, bisa didebat oleh lainnya. Dia kan juga mahasiswa Hubungan Internasional. Kalau yang dilarang itu terlibat politik praktis maupun organisasi yang dilarang pemerintah,” ujarnya.
Perketat Kegiatan Kampus
Hakim mengatakan Universitas Brawijaya telah memiliki berbagai upaya pencegahan agar tak ada civitas akademika baik itu mahasiswa, dosen dan karyawan terlibat dalam gerakan radikalisme. Khusus untuk mahasiswa, setiap tahun selalu ada program wawasan kebangsaan.
“Dulu program pembinaan mental kebangsaan yang sejak dua tahun lalu diubah jadi program bela Negara,” ucap Hakim.
Misalnya, pendidikan anti radikalisme yang sejak 2020 selalu mengundang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memberi ceramah ke mahasiswa baru. Namun tetap tak mungkin mengawasi setiap aktivitas mahasiswa karena total ada 60 ribu mahasiswa.
“Kami tak mungkin mengawasi satu per satu mahasiswa. Setiap kegiatan kemahasiswaan juga selalu dipantau,” kata Hakim.
Kampus mensyaratkan pengajuan izin bagi mahasiswa dan organisasi mahasiswa yang hendak menggelar kegiatan. Izin mulai dari tingkat Rektorat hingga fakultas sebagai bentuk pengawasan. Setelah kejadian ini, izin bakal lebih diperketat lagi.
“Setelah ini kami akan memperketat lagi pengawasan. Kegiatan tanpa sepengetahuan kampus tak akan diizinkan,” ucapnya.
Selain itu, kampus akan terus berkoordinasi dengan aparat militer dan kepolisian untuk saling bertukar informasi kegiatan civitas akademika. Baik itu yang diselenggarakan di dalam maupun di luar kampus dengan harapan pencegahan sejak dini.
“Kami prihatin karena bagaimanapun peristiwa ini telah memengaruhi citra masyarakat terhadap UB yang masuk ranking 10 besar nasional dan ranking 801 dunia,” ujar Hakim.
Advertisement