Bahasa Resmi
Bahasa Jepang (日本語; romaji: Nihongo; pengucapan: Nihonggo, Tentang suara ini dengarkan (bantuan·info)) merupakan bahasa resmi di Jepang dan jumlah penutur 125 juta jiwa.
Bahasa Jepang juga digunakan oleh sejumlah penduduk negara yang pernah ditaklukkannya seperti Korea dan Republik Tiongkok. Bahasa Jepang juga dapat didengarkan di Amerika Serikat (California dan Hawaii) dan Brasil, akibat emigrasi orang Jepang ke sana. Namun, keturunan mereka yang disebut nisei (二世, generasi kedua), tidak lagi fasih dalam bahasa tersebut.
Dua Bentuk
Bahasa Jepang terbagi kepada dua bentuk yaitu Hyoujungo (標準語), pertuturan standar, dan Kyoutsugo (共通語), pertuturan umum. Hyoujungo adalah bentuk kata/pelafalan yang diajarkan di sekolah dan digunakan di televisi dan segala perhubungan resmi.
5 Huruf Vokal
Bahasa Jepang baku mempunyai 5 huruf vokal yaitu /a/, /i/, /ɯ/, /e/, dan /o/.
Lafal vokal bahasa Jepang baku mirip seperti bahasa Indonesia. Contohnya:
/a/ seperti "bapa"
/i/ seperti "ibu"
/ɯ/ seperti "peyeum"
/e/ seperti "besok"
/o/ seperti "obor"
Tulisan Bahasa Jepang
Tulisan bahasa Jepang berasal dari tulisan bahasa Tiongkok (漢字/kanji), yang diperkenalkan pada abad keempat Masehi. Sebelum ini, orang Jepang tidak mempunyai sistem penulisan sendiri.
Tulisan Jepang terbagi kepada tiga:
- Aksara Kanji (かんじ / 漢字) yang berasal dari Tiongkok
- Aksara Hiragana (ひらがな / 平仮名)
- Aksara Katakana (カタカナ / 片仮名); Keduanya berunsur daripada tulisan kanji dan dikembangkan pada abad kedelapan Masehi oleh rohaniawan Buddha, untuk membantu melafalkan karakter-karakter China.
Kedua aksara terakhir ini biasa disebut kana dan keduanya terpengaruhi fonetik Bahasa Sansekerta. Hal ini masih bisa dilihat dalam urutan aksara Kana. Selain itu, ada pula sistem alih aksara yang disebut romaji.
Bahasa Jepang yang dikenal sekarang ini, ditulis dengan menggunakan kombinasi aksara Kanji, Hiragana, dan Katakana. Kanji dipakai untuk menyatakan arti dasar dari kata (baik berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau kata sandang). Hiragana ditulis sesudah kanji untuk mengubah arti dasar dari kata tersebut, dan menyesuaikannya dengan peraturan tata bahasa Jepang.
Aksara Bahasa Jepang
Aksara Hiragana dan Katakana (kana) memiliki urutan seperti dibawah ini, memiliki 46 set huruf masing-masing. Keduanya (Hiragana dan Katakana) tidak memiliki arti apapun, seperti abjad dalam Bahasa Indonesia.
Hanya saja melambangkan suatu bunyi tertentu, meskipun ada juga kata-kata dalam bahasa Jepang yang terdiri dari satu 'suku kata', seperti me (mata), ki (pohon), ni (dua), dsb. Abjad ini diajarkan pada tingkat pra-sekolah (TK) di Jepang.
Aksara Kanji
Banyak sekali aksara kanji yang diadaptasi dari Tiongkok, sehingga menimbulkan banyak kesulitan dalam membacanya. Dai Kanji Jiten adalah kamus kanji terbesar yang pernah dibuat, dan berisi 30.000 kanji. Kebanyakan kanji sudah punah, hanya terdapat pada kamus, dan sangat terbatas pemakaiannya, seperti pada penulisan suatu nama orang.
Oleh karena itu, Pemerintah Jepang membuat suatu peraturan baru mengenai jumlah aksara kanji dalam Joyō Kanji atau kanji sehari-hari, yang dibatasi penggunaannya sampai 1945 huruf saja.
Aksara kanji melambangkan suatu arti tertentu. Suatu Kanji dapat dibaca secara dua bacaan, yaitu Onyōmi (adaptasi dari cara baca China) dan Kunyōmi (cara baca asli Jepang). Satu kanji bisa memiliki beberapa bacaan Onyomi dan Kunyomi.
Tanda Baca
Dalam kalimat bahasa Jepang, tidak ada spasi yang memisahkan antara kata dan tidak ada spasi yang memisahkan antara kalimat. Walaupun bukan merupakan tanda baca yang baku, kadang-kadang juga dijumpai penggunaan tanda tanya dan tanda seru di akhir kalimat.
Tanda baca yang dikenal dalam bahasa Jepang:
- (句点/kuten) Fungsinya serupa dengan tanda baca titik yakni untuk mengakhiri kalimat.
- (読点/toten) Fungsinya hampir serupa dengan tanda baca koma, yakni untuk memisahkan bagian-bagian yang penting dalam kalimat agar lebih mudah dibaca
Angka dan Sistem Penghitungan
Bangsa Jepang pada zaman dahulu (dan dalam jumlah yang cukup terbatas pada zaman sekarang), menggunakan angka-angka Tionghoa, yang lalu dibawa ke Korea dan sampai ke Jepang.
Setelah Kekaisaran Jepang mulai dipengaruhi oleh Eropa, angka-angka Arab mulai digunakan secara besar-besaran, dan hampir mengganti sepenuhnya kegunaan angka Tionghoa ini.
Dalam penggunaannya di Bahasa Jepang, angka-angka ini tidak bisa digunakan sendiri untuk menyatakan sebuah jumlah dari suatu barang, waktu dan sebagainya.
Pertama-tama, jenis barangnya harus dipertimbangkan, lalu ukurannya, dan akhirnya jumlahnya. Cara berhitung untuk waktu dan tanggal pun berbeda-beda, maka satu hal yang harus dilakukan adalah menghafalkan cara angka-angka ini bergabung dengan satuannya.
Berita Terbaru
Ibu Kota Taiwan Gunakan Anjing untuk Tingkatkan Keamanan Lingkungan, Bagaimana Caranya?
Pihak Harvey Moeis Pertanyakan Gugatan Jaksa Soal Penghitungan Kerugian Negara di Kasus Timah
Indonesia jadi Negara Produsen Kopi Terbesar ke-4 Dunia
Lokasi Strategis jadi Dipertimbangkan Sebelum Beli Rumah dan Berinvestasi Properti
BSI Sudah Salurkan Pembiayaan Keuangan Berkelanjutan Rp 62,5 Triliun
Cara Ampuh Menghilangkan Rasa Pahit Pare tanpa Merebus dengan Garam
Jangan Abaikan, ISPA Bisa Sebabkan 5 Penyakit Berbahaya pada Anak
Jangan Terkecoh, Ini Bedanya Wartawan dengan Konten Kreator di Era Digital
Link Live Streaming Liga Inggris Tottenham vs Liverpool 22 Desember 2024 di Vidio
Hemat Subsidi LPG Rp 3,5 Triliun, KPPU Usul 3 Juta Rumah Tersambung Jargas
Kemenekraf Gelar Pelatihan Juru Masak Dukung Program Makan Bergizi Gratis, Anggarannya Capai Rp1,5 Miliar untuk 5 Kota
Pria Tewas Tersengat Listrik saat Sedang Cat Pelapis Anti Bocor di Genteng