Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara sangat yakin bahwa operator seluler Indonesia tidak terlibat dalam aksi penyadapan dengan pihak asing. Menurutnya tidak mungkin operator dengan sengaja melakukan hal tersebut.
Kalau sampai ada operator yang berani melakukan penyadapan secara ilegal, maka sanksi pidananya sudah jelas tertera di Undang-Undang Telekomunikasi. Bahkan dendanya mencapai Rp 100 juta per tahun.
"Saya meyakini operator tidak ada yang sengaja memberikan ruang untuk penyadapan, karena jika nekat melakukannya maka ada sanksi hukum yang akan menanti. Sanksi pidananya juga saya ingat jelas, satu tahun itu dendanya sama dengan Rp 100 juta," tutur Rudiantara saat ditemui di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Advertisement
Kendati demikian, Rudiantara mengakui bisa saja ada penyadapan yang dilakukan oleh operator. Namun hal itu ditegaskannya dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Karena memang ada penyadapan yang sesuai aturan seperti untuk kepentingan hukum oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), karena memang ada UU, aturan atau klausul yang menyatakan bahwa mereka boleh melakukan intersepsi," jelasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Indonesia disebut sebagai salah satu korban penyadapan yang dilakukan oleh National Security Agency (NSA) dan Government Communication Headquarter (GCHQ) melalui produk kartu SIM yang dikeluarkan oleh Gemalto N.V.
Terkait hal ini, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah meminta semua penyelenggara bergerak seluler untuk melakukan investigasi internal.
Empat dari lima operator yang sudah melapor sampai saat ini yaitu Hutchison 3 Indonesia, PT. XL Axiata, PT. Indosat dan PT. Telekomunikasi Seluler mengaku menggunakan produk Gemalto.
Namun berdasarkan investigasi internal, semuanya menyatakan tidak menemukan adanya kebocoran pada kartu SIM mereka dan menjamin bahwa penyedia kartu SIM yang digunakan telah memenuhi GSM Security Standard.
(din/isk)