Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) hingga kini masih menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait lini bisnis e-commerce.
Para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA) sebelumnya sempat melayangkan protes terhadap rencana RPP yang disodorkan Kemendag. Mereka menilai Pemerintah memukul rata segmen industri e-commerce. Padahal, e-commerce sendiri memiliki segmen yang luas sehingga perlu dibedakan perilakunya.
Baca Juga
Baca juga: Harapan Asosiasi Terhadap RPP e-Commerce
Advertisement
Menurut CEO Bukalapak Achmad Zaky, rencana RPP e-commerce yang mengaplikasikan metode KYC ( Know Your Customer) akan memberatkan para pelaku usaha kecil (UKM) atau perorangan yang memanfaatkan situs belanja online.
Dengan mewajibkan pencantuman subjek hukum seperti KTP, Izin Usaha, Nomor SK Pengesahan Badan Hukum, serta NPWP, Zaky memprediksi nantinya akan banyak pelaku usaha UKM yang beralih ke platform media sosial dan aplikasi pesan instan.
"Ini yang ditakutkan, malah bisa menghambat para pelaku UKM yang mengandalkan e-commerce. Mereka bisa merasa dipersulit dengan metode KYC, lalu kabur pindah jualan di Facebook atau WhatsApp," papar Zaky saat di temui tim Tekno Liputan6.com, Kamis (9/7/2015).
Baca juga: Mendag Klaim Tidak Akan Persulit Perizinan e-Commerce
Zaky berpendapat, penetapan regulasi terhadap e-commerce sebenarnya belum terlalu mendesak. Sebab, nilai transaksi e-commerce di Indonesia masih belum berdampak signifikan pada perekonomian secara luas.
Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah seharusnya memberikan ruang seluas-luasnya terlebih dulu guna mendorong pertumbuhan ekosistem e-commerce di Tanah Air.
"Lebih baik seperti di China. UKM dan e-commerce-nya diberi keleluasaan dan dukungan penuh oleh pemerintah. Karena dengan e-commerce, transaksi keuangan UKM akan semakin transparan karena dikelola pihak e-commerce. Nah, setelah ekosistemnya kuat, transaksi yang transparan ini baru bisa kita bicarakan bagaimana sistem pengenaan pajaknya," terang Zaky.
(dhi/isk)