Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2015 diperkirakan akan jadi tahun terpanas sepanjang sejarah. Hal ini diketahui dari laporan awal terbaru World Meteorological Organization (WMO) yang dirilis baru-baru ini.
Dari perhitungan awal diketahui bahwa suhu permukaan rata-rata global tahun ini kembali menghangat. Hasil tersebut menjadikan periode 2011 sampai 2015 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.
Dari Januari sampai Oktober 2015, suhu permukaan rata-rata global adalah sekitar 0,73 derajat celcius. Jumlah ini disebut lebih tinggi dari jumlah rata-rata kenaikan suhu dari 1961 sampai 1990 sebesar 14 derajat celcius.
Baca Juga
Kenaikan suhu hampir 1 derajat ini disebut akan jadi kenaikan terbesar selama masa pra-industri. WMO memperkirakan bahwa kenaikan suhu panas ini disebabkan oleh pemanasan global akibat ulah manusia dan badai El Nino.
"Keadaan iklim global pada tahun 2015 akan mencetak sejarah untuk sejumlah alasan," ungkap Michel Jarraud, Secretary General WMO, dalam laporan tersebut, seperti dikutip dari laman Tech Times, Jumat (27/11/2015).
Tahun ini, kadar CO2 tertinggi
Jarraud menambahkan tahun ini tingkat gas rumah kaca di atmosfer mencapai tingkat tertinggi. Bahkan, untuk pertama kalinya konsentrasi rata-rata CO2 secara global mencapai 400 bagian per jutaan penghalang.
"Tahun ini kelihatannya akan jadi tahun terpanas sepanjang sejarah. Ini juga didukung juga temperatur permukaan laut saat ini berada di level tertingginya. Karenanya, kenaikan suhu sampai 1 celcius dapat terjadi. Dan, ini adalah berita buruk bagi planet ini," ujar Jarraud.
Tak hanya itu, dampak El Nino juga diperkirakan masih akan berlanjut sampai tahun depan. Beberapa daerah yang sudah terdampak di antaranya adalah Amerika Tengah dan Karibia.
Wilayah-wilayah tersebut saat ini diketahui sedang merasakan curah hujan di bawah rata-rata dan kekeringan. Tak hanya itu, meningkatnya kebakaran hutan karena rendahnya curah hujan di Indonesia diterangai juga dampak dari badai El Nino.
Rata-rata suhu permukaan laut secara global juga diperkirakan akan melampaui rekor tahun sebelumnya. Saat ini sendiri, Asia dan Amerika Selatan menjadi daerah yang paling panas. Sementara, wilayah Afrika dan Eropa di posisi setelahnya.
Kendati hasil temuan ini masih dalam tahap awal, rencananya hasil laporan ini digunakan untuk memulai negosiasi pada Climate Change Conference di Paris, mulai 30 November sampai 11 Desember mendatang.
(dam/cas)
Advertisement