Regulasi Buntu, Sopir Uber Banyak yang Galau

Di India dan sejumlah negara lain, Uber belum menjadi transportasi umum legal. Karenanya beberapa pengendara taksi nyambi menjadi sopir Uber

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 19 Jun 2016, 09:12 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2016, 09:12 WIB
Uber
Ilustrasi: Uber taxi

Liputan6.com, Bangalore - Seorang pengendara mobil di Bangalore, Srinivasa, selain sebagai sopir taksi diam-diam juga menjadi pengemudi Uber. Hal ini diketahui dari sebuah taxi meter digital yang terlihat ada di laci dashboard-nya.

Tak hanya itu, Srinivasa juga memiliki sebuah papan bertuliskan 'taksi' ada di bagasi mobilnya. Pada akhir perjalanan, Srinivasa memasang papan tersebut di bagian atas mobilnya.

Seperti dikutip Tekno Liputan6.com dari laman Tech in Asia, Minggu (19/6/2016), menurut pengemudi taksi ini, ia hanya perlu memarkir mobilnya di kantor pusat Uber Bangalor di HSR Layout.

Kemudian, Uber-lah yang menyediakan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan. Tak hanya itu, menurutnya, Uber juga memberikan kompensasi atas saat taksinya sedang nonaktif.

Lalu ia juga harus mengurus dokumen untuk mobilnya maupun untuk dirinya sendiri, sesuai dengan peraturan baru. Isi dokumen tersebut mencakup verifikasi identitas, alamat tempat tinggal, dan kelayakan mobilnya oleh polisi. Selanjutnya, berkas itu ia berikan kepada Dinas Perhubungan setempat.

Selama masa transisi pemerintah izinkan Grab Car dan Uber beroperasi. Sementara itu, sejumlah negara pernah tolak taksi berbasis online.
Regulasi yang Masih Buntu

Srinivasa tak sendirian, ia merupakan satu di antara 150 pengemudi Uber yang kini mengurus proses ini. Hal ini dia lakukan setelah adanya kebuntuan antara Uber dan regulator di Karnataka, Ibu Kota Bangalore, India.

Beberapa bulan lalu, pemerintah India mengeluarkan aturan mengenai lisensi, kepatuhan, dan kewajiban permintaan transportasi berbasis teknologi informasi. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pemerintah membuat regulasi yang baru, yakni membedakan taksi tradisional dan angkutan berbasis aplikasi.

Kota Karnataka kemudian mulai mengatur kebijakan baru untuk 'taksi agregator'. Lalu, Uber berusaha mendapatkan lisensi baru.

Namun sayang, aplikasinya tak diterima oleh pihak berwenang karena tak benar-benar mematuhi persyaratan. Salah satunya tak bisa memenuhi tarif per meter yang dianggap terlalu murah.

Kemudian, regulator meminta kepada Uber untuk mematuhi aturan 'taksi agregator' tersebut. Sayangnya, tekanan terus meningkat ketika polisi mulai menangkap Uber dan mengharuskannya membayar denda besar kepada sopir yang tak punya izin lisensi. Karenanya, kepolisian mengeluarkan teguran keras, Uber harus menghentikan operasinya hingga mendapatkan lisensi 'taksi agregator'.

Bertarung di Pengadilan

Bertarung di Pengadilan

Uber kemudian mendatangani Pengadilan Tinggi Karnataka karena keberatan dengan aturan baru itu. Uber menyebutkan, perusahaannya merupakan platform yang menghubungkan pemilik mobil dengan penumpang.

Uber juga mengatakan, mekanisme harga ini dilakukan agar bisa melayani kebutuhan penumpang saat banyaknya permintaan. Pengadilan justru meminta agar Uber menahan tarif hingga permasalahan ini diselesaikan oleh pengadilan.

Untuk memenuhi kebijakan 'taksi agregator' ini, dibutuhkan mobil, tarif per meter, serta GPS yang memiliki tombol panik yang bakal memberitahukan kepada Uber dan polisi jika pengemudinya menekan tombol emergensi tersebut. Kini, sebanyak 150 dokumen mobil telah diserahkan kepada pemerintah.

Dari sisi tarif, baik pemerintah maupun Uber belum menemui kesepakatan. Bahkan, bisa jadi dengan harga miring yang ditawarkan Uber, tak akan ada kesepakatan antara keduanya.

Kasus yang Sama di Sejumlah Negara

Rupanya, kasus yang terjadi di Pengadilan Tinggi Karnataka ini telah dialami Uber di sejumlah negara lainnya. Baru-baru ini bahkan Pengadilan Tinggi Inggris mempersyaratkan aplikasi Uber tak boleh melanggar undang-undang mengenai penghitungan tarif taksi meter.

Uber menegaskan, aplikasi yang menghitung tarif berdasarkan GPS tak bisa disamakan dengan penghitungan tradisional. Karenanya, belum jelas apakah Uber bakal menggunakan perhitungan tarif taksi digital, seperti taksi di Bangalore atau sesuai kalkulasi pada aplikasinya.

Uber (theverge.com)
Pengacara Uber Salle Yoo mengatakan, "Regulator tak akan berubah menjadi hitam atau putih. Oleh karena itu, yang terbaik adalah terus berkomunikasi dengan mereka."

Sementara itu, sopir seperti Srinivasa maupun penumpang yang mencari kendaraan berdasarkan efisiensi tentunya akan memilih tarif Uber yang lebih murah.

Para pengemudi taksi pun berharap agar masalah regulasi Uber bisa segera selesai dan membuat mereka nyaman dalam mencari penghasilan.

(Tin/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya