Liputan6.com, Jakarta - Linimasa media sosial belakangan ini ramai dengan keluhan masyarakat soal pemblokiran laman web layanan chatting Telegram.
Tak hanya Telegram, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebut akan menutup akses sejumlah platform media sosial asing yang beroperasi di Indonesia jika tidak bekerja dengan pemerintah untuk menangkal konten-konten negatif.
Akankah ancaman Menkominfo benar-benar dilakukan?
Advertisement
Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, mengatakan, pemerintah bisa saja melakukan pemblokiran atau penutupan platform media sosial secara teknis, tetapi hal itu dianggap tidak tepat.
Baca Juga
"Memblokir media sosial adalah tindakan yang tidak tepat karena manfaat media sosial sangat banyak. Jangan gara-gara ada ribuan konten melanggar hukum, pengguna jadi korban," tutur Nukman ketika dihubungi Tekno Liputan6.com di Jakarta, Senin (17/7/2017).
Terlepas dari hal tersebut, Nukman juga menganggap ancaman Menkominfo untuk menutup platform media sosial di Indonesia tidak akan dilakukan.
"Itu hanya bentuk peringatan kepada semua platform media sosial. Ibarat lampu kuning, kalau mengeruk keuntungan di Indonesia (artinya), media sosial harus mengikuti peraturan dan menjaga suasana di Indonesia," tutur Nukman.
Dia melanjutkan, peringatan itu dimaksudkan agar media sosial asing tidak membiarkan adanya konten-konten negatif bertebaran di platform mereka.
Namun, menurut Nukman, publik telah salah menafsirkan apa yang dikatakan oleh Menkominfo.
"Kalau Telegram beda masalahnya, itu kasus khusus. (Telegram) diblokir parsial, hanya web saja. Sementara aplikasi masih bisa dipakai. Artinya, (pemerintah), tidak ada niat memblokir. Lebih kepada memberikan peringatan kepada Telegram agar memperhatikan permintaan Indonesia," kata dia.
Apalagi, kata Nukman, pemerintah Indonesia sudah beberapa kali melaporkan konten berkaitan dengan terorisme dan paham radikalisme melalui jalur resmi ke Telegram, hanya saja Telegram tidak segera menanggapi.
Nukman berpendapat, dengan terjalinnya komunikasi antara Kemkominfo dan Telegram, kemungkinan pemblokiran bakal segera dicabut.
Seperti diketahui, pada Jumat 14 Juli 2017, laman web layanan chatting Telegram resmi diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Instruksi langsung diterbitkan kepada operator telekomunikasi dan penyedia layanan internet untuk memblokir 11 subdomain Telegram.
Selang dua hari, CEO Telegram Pavel Durov menuliskan pernyataan, dan mengakui telah terjadi miskomunikasi pihaknya dengan Kemkominfo terkait dengan permintaan penghapusan konten-konten terorisme dan radikalisme di platformnya.
(Tin/Ysl)
Tonton Video Menarik Berikut Ini:
Â