F-Technopark IPB Temukan 'Beras Analog'

Peneliti dari F-Technopark IPB melahirkan produk pangan alternatif mirip beras, yang diberi nama 'beras analog'. Produk ini dibuat dari tepung lokal selain beras dan terigu.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Apr 2012, 15:34 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2012, 15:34 WIB
110928dberas-thai.jpg
Liputan6.com, Bogor: Peneliti dari F-Technopark IPB melahirkan produk pangan alternatif mirip beras, yang diberi nama 'beras analog'. Direktur F-Technopark Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Dr Slamet Budijanto mengatakan bahwa produk mirip beras tersebut dibuat dari tepung lokal selain beras dan terigu. Para peneliti di perguruan tinggi dan badan penelitian sering menyebutnya sebagai 'beras artifisial' atau 'beras tiruan'.Ā 

Slamet menjelaskan bahwa produk pangan tersebut dirancang khusus untuk menghasilkan sifat fungsional dengan menggunakan bahan tepung lokal seperti sorgum, sagu, umbi-umbian dan bisa ditambahkan ingridient pangan seperti serat, antioksidan, dll yang diinginkan.

Di Cina dan Filipina 'beras analog' ini diproduksi dari beras menir menjadi beras utuh untuk kebutuhan fortifikasi vitamin atau mineral tertentu. Di antaranya untuk fortifikasi zat besi. Technopark menggunakan teknologi ekstrusi 'tween screw extruder' dengan 'dye' yang dirancang khusus dengan mengatur kondisi proses dan formulanya.

Proses pembuatan 'beras analog' ini pertama melakukan formulasi penimbangan bahan-bahan yang diperlukan, kedua pencampuran dengan menggunakan "mixer" sampai campuran bahan rata (homogen). Ketiga, penambahan air dan dilakukan pencampuran menggunakan "mixer" sampai air bercampur dengan baik dan rata. Keempat, bahan yang tercampur dengan baik dimasukkan ke dalam "hopper".

Tahap kelima, adonan dilakukan ke dalam ekstruder dengan kondisi proses dengan mengatur T, V "auger", V "screew", dan V "piasu", sehingga didapatkan bentuk beras yang diinginkan. Keenam pengeringan dan ketujuh pengemasan.

Bahan bakunya adalah dari sumber karbohidrat, tepung umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, garut ganyong, dan umbi lainnya, tepung jagung, tepung sorgum, tepung hotong, sagu, dan sagu aren. Sementara sumber proteinnya dari kedelai, kacang merah atau sumber lainnya.

Tentang keunggulan produk ini, Slamet mengatakan bahwa 'beras analog' ini lebih awet. Saat menanak tidak perlu dicuci dan dapat dimasak persis seperti memasak beras. Bahan ini pun bisa dirancang khusus untuk penderita diabetes, yakni dengan indeks glisemiks rendah.

"Atau beras dengan kandungan serat tinggi, dan untuk keperluan fortifikai dan lainnya yang sangat didapatkan dari beras konvensional," katanya. Bahannya pun seratus persen lokal.

Kelemahannya, menurut Slamet, dari beberapa kajian yang telah dilakukan dan studi referensi, biaya produksi produk pangan tersebut masih relatif mahal, sekitar Rp 9.000 hingga Rp 14.000 per kilogram, tergantung "ingridient" yang digunakan. Selain itu, warnanya juga masih belum bisa menyerupai beras putih. (ANT/Vin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya