ATSI Kasih 6 Poin Masukan ke DPR Soal RUU PDP, Apa Saja?

ATSI memberikan enam poin masukan terkait pasal-pasal pada Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP).

oleh Iskandar diperbarui 12 Jul 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2020, 16:00 WIB
Alasan Risiko Kehilangan Data Perempuan Lebih Tinggi dari Pria
Data Pribadi (enisa.europa.eu)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memberikan enam poin masukan terkait pasal-pasal pada Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Sekjen ATSI, Marwan O. Baasir, memaparkan enam poin itu adalah definisi dan jenis data pribadi, hak-hak pemilik data pribadi, bentuk persetujuan, transfer data ke luar negeri, sanksi dan komisi independen, serta ketentuan peralihan.

"Salah satu usulan terkait dari enam poin itu adalah pasal 16 ayat 1 dan pasal 42 ayat 1 terkait dengan agregasi data. Agregasi data itu, data perilaku. Kalau ini dibiarkan dan tidak kelola kita sendiri, nanti orang luar yang mengelola data agregasi ini," katanya sebagaimana dikutip dari Merdeka.com, Minggu (12/7/2020).

Ia menuturkan agregasi data ini seperti kebiasaan orang melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat dimonitor melalui teknologi.

Menurutnya, perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Google akan bersuka cita jika agregasi data dibiarkan. Agregasi data ini lebih berisi dibandingkan dengan data yang sifatnya pasif.

"Data pribadi itu tanggung jawab, tapi data perilaku ini bisnis," ungkap Marwan.

 

Penjelasan Terkait Sanksi

Kemudian untuk sanksi denda diusulkan dapat dibuat lebih ringan untuk menjaga keberlangsungan industri lokal Indonesia. Hal itu tertera pada pasal 61 dan 64.

Pengenaan sanksi pidana penjara diusulkan untuk dihapuskan agar tidak terjadi tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang saat ini telahberlaku.

"Perlu dibentuknya Komisi Independen yang dapat mengawasi PDP dapat berjalan dengan efektif di berbagai sektor, sebagaimana yang diterapkan negara lain," katanya.

 

Masukan dari APJII

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) juga turut memberi masukan saat rapat bersama Komisi I DPR RI. Menurut Ketua Umum APJII, Jamalul Izza, salah satu pasal yang semestinya perlu dihapus adalah pasal 49.

Pasal ini, kata Jamal, seakan-akan melegitimasi lebih kuat dari sisi hukum untuk PP nomor 71 tahun 2019 tentang PSTE. Perlu diketahui, dalam pasal 21 ayat 1 pada PP nomor 71 tahun 2019 tentang PSTE disebutkan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/ atau di luar wilayah Indonesia.

Sementara itu, dalam draft RUU PDP pasal 49 salah satunya berbunyi; Ketentuan lebih lanjut mengenai transfer Data Pribadi sebagaimana dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah.

"Pasal tersebut dapat diterjemahkan seakan melegitimasi ketentuan Perubahan PP PSTE agar lebih kuat secara hukum. Ini sudah terkait dengan Kedaulatan Data serta perlindungan terhadap pemilik data," terangnya.

"Hal ini tentu menjadikan RUU PDP ini kami sarankan untuk dikaji kembali lebih dahulu baik oleh DPR maupun oleh Pemerintah dengan masukan seluruh elemen masyarakat dengan mengedepankan kepentingan merah putih," tambah Jamal.

Reporter: Fauzan Jamaludin

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya