Eropa Desak Facebook, Google, dan Twitter Lebih Serius Basmi Hoaks

Sesuai permintaan Komisi Eropa, perusahaan-perusahaan teknologi seperti Facebook, Twitter, dan Google harus lebih keras mengatasi disinformasi di kawasan Eropa.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 11 Sep 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2020, 08:00 WIB
Facebook
Ilustrasi Facebook (Foto: New Mobility)

Liputan6.com, Jakarta - Dua tahun setelah menyepakati praktik pengaturan mandiri untuk mengatasi disinformasi, Facebook, Google, Twitter dan perusahaan teknologi lainnya harus berupaya lebih keras untuk lebih efektif menghalau disinformasi.

Sesuai permintaan Komisi Eropa, perusahaan-perusahaan teknologi harus lebih keras mengatasi disinformasi dan hoaks di kawasan Eropa.

Mengutip laman Reuters, Jumat (11/9/2020), informasi palsu dan disinformasi seputar Covid-19 membuat media sosial harus lebih proaktif dalam memerangi masalah tersebut.

Perusahaan teknologi, termasuk Mozilla dan industri periklanan menandatangani kesepakatan tentang praktik penanganan konten ini pada 2018.

Tujuannya adalah untuk mencegah regulasi yang lebih memberatkan bagi mereka. Selain Facebook dkk, Microsoft dan TikTok pun bergabung kemudian.

Ada Kekurangan yang Perlu Diperbaiki

Facebok, Aplikasi Facebook.
Facebok, Aplikasi Facebook. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Sayangnya menurut Komisi Eropa, setelah dilakukan penilaian pada tahun pertama, ada beberapa kekurangan dalam kode praktik tersebut.

"Dapat dikelompokkan dalam empat kategori besar, penerapan kode yang tidak konsisten dan tidak lengkap di seluruh platform dan negara negara anggota, kurangnya definisi yang seragam, serta adanya celah dalam cakupan komitmen kode, serta batasan intriksik pada sifat pengaturan mandiri kode," tulis laporan evaluas Komisi Eropa yang dilihat Reuters.

Wakil Presiden Komisi Eropa untuk Nilai dan Transparansi Uni Eropa Vera Jourova menyerukan, diperlukan lebih banyak tindakan untuk melawan risiko baru.

Bakal Usulkan Aturan Baru

Facebook, Logo Facebook
Facebok, Logo Facebook. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

"Karena kita juga menyaksikan ancaman dan aktor baru, waktunya sudah matang untuk melangkah lebih jauh dan mengusulkan langkah-langkah baru. Platform tersebut harus lebih akuntabel dan transparan. Mereka perlu terbuka dan menyediakan akses data yang lebih baik," kata Jourova.

Jourova kini bekerja bersama dengan European Democracy Action Plan untuk membuat demokrasi lebih tahan terhadap ancaman digital.

Tak hanya itu, Komisi Eropa juga akan mengusulkan aturan baru yang bernama Digital Service Act pada akhir 2020. Aturan ini meningkatkan tanggung jawab dan kewajiban media sosial atas konten di platform mereka.

(Tin/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya