Liputan6.com, Jakarta - PT Mega Buana Teknologi (MBT) anak perusahaan CTI Group mengumumkan kerja sama dengan PT Furukawa Optical Solutions Indonesia (FOSI) yang merupakan anak perusahaan dari Furukawa Electronic Group.
Kemitraan ini sejalan dengan fokus MBT sebagai penyedia solusi IT, seperti infrastruktur, cloud, hingga penyimpanan data untuk perusahaan di Indonesia, sekaligus melengkapi portofolio MBT dengan solusi dari Furukawa Optical Solutions Indonesia.
"Industri data center terus berkembang pesat setiap tahun. Operator data center yang ada di pasar saat ini memiliki kapasitas akses data tercepat mencapai 100G, tapi tren baru akan segera mulai yakni pra-operator data center akan memigrasi jaringan mereka ke 400 gigabit ethernet," tutur SEA Application Engineer Manager Furukawa Electric, Alexandre Schappo, dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (10/5/2021).
Advertisement
Penelitian yang dilakukan Structure Research menunjukkan pertumbuhan data center di Indonesia terpusat di Jabodetabek dan sudah mulai memasuki fase akselerasi, dengan total kapasitas 72,5 W di akhir 2020.
Berdasarkan proyeksi yang dibuat, pasar ini akan terus bertumbuh dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun sekitar 23,7 persen hingga lima tahun ke depan. Peningkatan itu juga berdampak pada transformasi telekomunikasi yang tengah dijalankan pemerintah.
Baca Juga
Kendati demikian, adopsi ini masih menemui beberapa tantangan. Tantangan tersebut, mengutip survei Forbes Insight, adalah masih banyaknya eksekutif dan data engineer dari berbagai industri yang belum siap meningkatkan data center mereka.
"Oleh sebab itu, bersama dengan Furukawa, MBT tidak hanya menyediakan produk tapi juga memberikan layanan kepada mitra bisnis dan pelanggan kami, mulai dari sisi perencanaan hingga implementasi," tutur Presiden Direktur MBT, Yuwono Pranata.
Asia Tenggara Bakal Jadi Kawasan dengan Pertumbuhan Data Center Tercepat
Di sisi lain, Asia Tengara diproyeksikan akan menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat di bidang data center. Hal itu didasarkan pada studi terbaru dari Digital Reality dan Eco-Business dalam laporan bertajuk The Future of Data Centers in the Face of Climate Change.
Menurut 89 persen pakar yang disurvei dalam studi ini, penggunaan data center akan tumbuh secara signifikan di Asia Tenggara. Terlebih, dalam beberapa tahun terakhir, kawasan Asia Tenggara mengalami pertumbuhan data center yang eksponensial.
Singapura sendiri disebut menjadi negara yang memimpin pertumbuhan ini. Berbagai perusahaan juga melakukan ekspansi secara cepat di kawasan ini, sehingga mendorong permintaan infrakstruktur IT termasuk data center yang kuat.
Perlu diketahui, survei yang dilakukan dalam studi ini dilakukan terhadap 200 pakar di Singapura, Malaysia, dan Indonesia mulai dari Mei hingga Juli 2020. 96 persen responden juga mengindikasikan pandemi akan meningkatkan kebutuhan terhadap data.
Hasil studi ini juga sejalan dengan Data Gravity Index yang memperhitungkan ledakan data akan meningkat lebih dari dua kali lipat setiap tahun dari 2020 hingga 2024.
Sementara wilayah Asia Pasifik diperkirakan akan menghasilkan pertumbuhan tercepat dalam intensitas data gravity di antara seluruh kawasan dunia, sedangkan Singapura disebut menjadi pasar dengan pertumbuhan tercepat di antara 21 wilayah metropolitan yang dianalisa.
Advertisement
Peran Singapura dan Indonesia
"Asia Tenggara telah muncul sebagai kawasan paling banyak diburu, dengan Singapura menguasai sekitar 60% dari total pasokan data center di kawasan tersebut," tutur Managing Director Asia Pacific Digital Reality, Mark Smith dalam keterangan resmi, Senin (26/10/2020).
Selain Singapura, Indonesia juga memiilki daya tarik sebagai destinasi investasi data center di Asia Tenggara, karena besarnya pasar domestik yang melek teknologi.
"Indonesia juga menawarkan potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen utama energi terbarukan yang menegaskan kemunculannya sebagai hub data center berkelanjutan," tutur Mark melanjutkan.
Dalam studi ini, para responden juga menyoroti kurangnya kesadaran menjaga lingkungan, kurangn investasi, dan kurangnya kerja sama dari pemangku kepentingan sebagai tantangan utama dalam upaya membuat data center berkelanjutan.
Laporan ini juga menyoroti iklim tropis Asia Tenggara dan berbagai kesenjangan kebijakan sebagai hambatan lain bagi pertumbuhan jangka panjang kawasan ini sebagai pasar data center yang kompetitif dan berkelanjutan.
Sementara khusus untuk Singapura, negara ini memiliki hambatan lain, yakni luas areal yang terbatas, jika dibandingkan dengan pasar lain di kawasan Asia Tenggara.
"Dengan latar belakang ini, penyedia data center harus menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut sekaligus memastikan bahwa mereka memainkan peran dalam membantu negara memenuhi target-target iklim mereka," tutur Managing Director Eco-Business, Jessica Cheam.
(Dam/Ysl)