Ambisi Artpedia Menjadi NFT Marketplace dengan Gas Fee Rendah

Melalui email, kami berbincang dengan Arjuna, seorang perekayasa perangkat lunak (software engineer) yang mendirikan Artpedia, sebuah NFT marketplace

oleh M Hidayat diperbarui 27 Jun 2022, 11:30 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2022, 11:30 WIB
Ilustrasi NFT (Foto: Unsplash/Andrey Metelev)
Ilustrasi NFT (Foto: Unsplash/Andrey Metelev)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu masalah di industri Non-Fungible Token (NFT) berbasis blockchain Ethereum adalah gas fee tinggi. Ia bisa bersifat jangka panjang, yang secara tidak langsung memengaruhi pertumbuhan industri NFT.

Secara sederhana, gas fee dapat kita definisikan sebagai biaya yang harus pengguna bayarkan untuk memproses transaksi di jaringan blockchain. Pada dasarnya, gas fee mirip dengan biaya pemrosesan yang mungkin dibebankan oleh kartu kredit untuk pembayaran tagihan.

Seberapa mahal gas fee, itu tergantung pada jenis transaksi dan permintaan pada jaringan blockchain saat proses pencetakan (minting).

Melalui email, Tekno Liputan6.com berbincang dengan Arjuna, seorang perekayasa perangkat lunak (software engineer) yang mendirikan Artpedia, sebuah NFT marketplace. Mengawali perbincangan kami, Arjuna menyatakan bahwa gagasan di balik pendirian Artpedia adalah masalah gas fee yang terlalu mahal di Ethereum.

"Setiap transaksi NFT di Ethereum bisa kena gas fee sampai jutaan Rupiah lebih. Hal itu membuat NFT tidak terjangkau banyak orang," tutur Arjuna.

Saat ini Second Layer (L2) di Ethereum mulai bermunculan. L2 di Ethereum ini menurut dia, mewarisi keamanan dan sifat terdesentralisasi Ethereum, tetapi transaksinya bisa berjalan lebih cepat dan jauh lebih murah.

"Itulah inti utama kenapa Artpedia dibuat," kata Arjuna.

Dia pun menyebut platform kripto pada umumnya dan NFT khususnya sebagai platform "baru dan inovatif dalam menciptakan kemakmuran." 

Sebagai pembanding, dia mencontohkan marketplace konvensional yang sudah ada, yakni Tokopedia, yang terbukti mengubah lanskap perdagangan di Indonesia.

"[Namun] Tokopedia dibatasi oleh dua hal, yaitu produk fisik dan geografi. Pada umumnya orang berjualan barang-barang fisik di mana pembelinya dibatasi di Indonesia. Dengan platform kripto dan NFT, orang [dapat] berjualan barang-barang digital dan perdagangan ini tidak terbatasi oleh batas-batas geografis," tutur pria yang juga mengembangkan proyek PredictSalary dan PembangunNet itu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Model Bisnis dan Diferensiasi

Dari sisi model bisnis, setiap transaksi jual-beli NFT di Artpedia dikenakan biaya rendah, misalnya 1 persen. Selain itu, Artpedia juga juga akan menyediakan alat premium bagi para kreator. Dengan skema langganan alat itu, Artpedia akan mendapat pemasukan.

Saat ditanya tentang diferensiasi dengan marketplace lokal seperti TokoMall atau OpenSea di level global, Arjuna menegaskan bahwa Artpedia berfokus pada L2 di Ethereum; sebut saja Optimism, Arbitrum, Polygon, dan Starknet.

"OpenSea masih fokus ke Ethereum mainnet dan Solana. Meski OpenSea mendukung Polygon, tapi ya cuma itu saja. [Kalau] Tokomall berada di jaringan Binance Smart Chain," kata Arjuna.

Diferensiasi lain yang Artpedia tawarkan juga meliputi dukungan transaksi lintas-jaringan, multi-signature wallet, serta Automated Market Maker.

Fitur terakhir akan membagi koleksi NFT ke dalam beberapa kategori kelangkaan. Menurut Arjuna, untuk setiap kategori itu, NFT ini bisa dianggap fungible (sepadan).

 

Isu Karya Curian

Menanggapi isu karya curian, yang kemudian dipajang di platform marketplace, Arjuna menyebut bahwa Artpedia menggunakan sistem moderasi untuk menangkal hal ini.

"Orang bisa melaporkan karya curian di tempat kami. Karya curian itu adalah sesuatu yang tidak diinginkan oleh kita semua. Pencipta asalnya bakal dirugikan," tutur Arjuna.

Selain itu, kata dia, ke depannya Artpedia juga akan membangun sistem kecerdasan buatan yang mampu mendeteksi kemiripan gambar dan plagiarisme secara cepat. Upaya-upaya itu, menurut dia, dapat menekan tingkat kemunculan karya curian di Artpedia secara efisien.

"Kami juga akan membangun sistem yang melacak gambar seni dari internet untuk memastikan gambar yang diunggah ke Artpedia bukan gambar curian," kata dia.

 

Pendanaan dan Harapan

Belum lama ini, Artpedia telah mengantongi pre-seed funding senilai USD 100.000. Beberapa angel investors yang terlibat di pendanaan ini adalah Windy Natriavi (AwanTunai), Jim Geovedi (Koinworks), Dendi Suhubdy (Bitwyre), dan Indira Widjonarko (Sebangsa).

Arjuna mengatakan, sebagian besar (80 persen) funding yang dia peroleh dialokasikan untuk sumber daya engineer, 10 persen untuk pemasaran, dan sisanya untuk infrastruktur.

Terkait harapannya atas Artpedia, Arjuna ingin Artpedia menjadi marketplace sesungguhnya di Metaverse dan berperan besar di sana sebagai tempat orang berjual-beli barang digital.

"[Bayangkan] orang menggunakan avatar seperti di anime Sword Art Online untuk berjualan barang digital di tempat kami. [Bayangkan] Anda menggunakan avatar sebagai pahlawan berpedang dan Anda membeli NFT di Artpedia sebagai karcis untuk menonton konser virtual," tutur Arjuna.

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya