Liputan6.com, Jakarta - Era jurnalis AI sudah dimulai beberapa tahun lalu, namun belakangan ini kian banyak bermunculan, terutama di kawasan Asia.
Beberapa negara, termasuk India, Tiongkok, dan Indonesia telah mengadopsi news anchor (pembawa berita) berbasis kecerdasan buatan atau AI untuk disiarkan di saluran televisi lokal dan nasional.
Baca Juga
Karena fitur dan kemampuannya yang unik, pembawa berita berbasis kecerdasan buatan atau presenter AI menjadi semakin populer di seluruh dunia.
Advertisement
Akan tetapi, jurnalisme yang dihasilkan oleh mesin masih terbilang baru. Dengan munculnya AI dalam berbagai bentuk, seperti AI generatif, penggunaan teknologi telah menjadi bagian dari peralatan industri.
Empat tahun lalu, kepala penelitian dan pengembangan di The Journal, Francesco Marconi, mengatakan kepada New York Times bahwa AI telah menjadi suatu kebutuhan.
“Saya pikir banyak alat dalam jurnalisme akan segera didukung oleh AI,” demikian prediksi Marconi pada tahun 2019, sebagaimana dikutip dari Techwire Asia, Rabu (6/3/2024).
Proyeksinya pun tepat. Di era ChatGPT, redaksi di sejumlah negara mulai memikirkan bagaimana mereka akan memasukkan teknologi tersebut ke dalam newsroom, mulai dari alur kerja hingga tempat kerja.
Ambil contoh di Asia, di mana kawasan ini banyak bermunculan bot berita AI yang mulai membacakan informasi terkini--seringkali untuk membantu memenuhi kebutuhan budaya dan bahasa beragam.
Pada 2018, Tiongkok mengklaim sebagai negara pertama di dunia yang memperkenalkan pembawa berita AI. Menurut kantor berita pemerintah Tiongkok, Xinhua, pembaca berita virtual dimaksudkan untuk 'bekerja' 24 jam sehari di situs web dan saluran media sosial untuk mengurangi biaya produksi berita.
Presenter AI di China sendiri muncul sekitar lima tahun lalu, dan bagi presenter berita di Xinhua yang sudah memiliki skrip dan kontrol yang ketat, pembawa berita AI dianggap selangkah lebih jauh.
Bagaimana dengan Indonesia?
Setelah kantor berita Xinhua meluncurkan dua pembawa berita AI pada 2018 (berbahasa Mandarin dan Inggris), India juga melakukan hal serupa pada April 2023, dengan meluncurkan pembawa berita AI pertamanya bernama Sana.
Sana sesekali membawakan berita di saluran Aaj Tak milik India Today Group. Sana kemudian mengejutkan dunia di acara prime-time Aaj Tak karena menyajikan laporan berita dalam bahasa Prancis, menandai tonggak sejarah penting dalam bidang penyiaran di negara tersebut.
Pada bulan yang sama dengan India, Indonesia juga ikut memperkenalkan pembawa berita AI. Stasiun berita tvOne memperkenalkan tiga presenter virtual bernama Nadira dan Sasya, serta Bhoomi.
Hampir setahun berjalan, tvOne.ai kemudian meluncurkan IG kehidupan virtual para presenternya dengan nama akun @trenzetters.
Trenzetters menampilkan kegiatan keseharian para presenter AI (virtual tentunya). Ada Kiko yang suka ke dapur, ada Rahul yang hobi main golf, lalu Devano yang suka joging dan baca buku.
Kemudian ada Glenn yang suka musik, Roni yang perlenta, serta Nadira yang hijabers dan Rania yang casual.
"Kami akan membangun basis ekosistem yang kuat bagi tren-tren artificial intelligence yang perkembangan sangat eksponensial," kata CEO tvOne, Taufan Eko Nugroho, melalui keterangan resminya kepada Tekno Liputan6.com.
Advertisement
Bagaimana Cara Kerja Pembaca Berita AI?
Baru-baru ini terdapat banyak komentar mengenai dampak negatif AI di media, mulai dari potensi pengangguran massal hingga misinformasi yang tersebar luas.
Konsultan program AI TVOne, Apni Jaya Putra, mengatakan mereka berusaha mencapai keseimbangan dengan tidak sepenuhnya mengandalkan teknologi dalam peran presenter.
Putra mengatakan kepada ABC bahwa teknologi memungkinkan 'pengkloningan' suara sehingga siarannya bisa 100 persen digerakkan oleh AI.
Namun, kata Putra, perusahaan memutuskan untuk tetap mempertahankan suara asli para presenter guna memastikan akurasi yang lebih baik dan mencegah teknologi menyebabkan hilangnya pekerjaan.
"TVOne umumnya menggunakan teknologi AI lain untuk memeriksa terjemahan bahasa," klaim Putra.
Sementara reporter tvOne Fahada Indi menyebut penggunaan AI membuat pekerjaannya lebih mudah karena dia bisa membaca berita dari mana saja.
Ia bisa merekam suaranya dan mengirimkannya ke tim studio. Dalam hitungan detik, presenter AI Nadira terlihat berbicara dengan suaranya.
“Kami punya perasaan yang tidak bisa tergantikan oleh AI. Kami pun punya intonasi dan emosi, jadi presenter AI yang muncul di layar tidak akan terlihat datar,” ungkap Indi.
Potensi Bahaya Presenter AI
Albertus Prestianta, pengamat media digital di Queensland University of Technology, memperingatkan bahwa setiap teknologi pasti memiliki risiko.
Ia menilai kloning suara menggunakan AI menjadi salah satu fitur yang dikhawatirkan akan melahirkan misinformasi karena keakuratannya tidak dapat dijamin.
"Bahasa adalah produk budaya, dan setiap produk budaya harus memiliki konteks sosial dan budaya. Saya pikir masih perlu ada ahli bahasa yang direkrut untuk memastikan konteksnya sesuai,” kata Prestianta kepada ABC.
Meskipun Prestianta mendukung inovasi tvOne dalam menyajikan presenter AI, ia menekankan bahwa teknologi ini harus tetap digunakan dan dikendalikan oleh manusia.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini banyak beredar deepfake di media sosial yang meniru sosok presenter berita hingga tokoh politik dan selebritis populer.
Deepfake adalah gambar, video, atau audio yang dimanipulasi dan diubah--umumnya digunakan untuk menyebar misinformasi atau hoaks.
Advertisement