Liputan6.com, Jakarta - DeepSeek, startup AI asal China kembali mencuri perhatian global. Ratusan perusahaan dan lembaga pemerintahan telah mengambil langkah drastis dengan memblokir akses karyawan mereka ke platform tersebut.
Ada apa? Tindakan ini muncul karena kekhawatiran potensi kebocoran data ke pemerintah China serta perlindungan data privasi yang dianggap lemah.
Advertisement
Baca Juga
Menurut keterangan Nadir Izrael, Chief Technologi Officer di Armis Inc., "ratusan perusahaan, terutama terkait dengan pemerintah, telah berupaya memblokir akses ke DeepSeek."
Advertisement
"Mereka khawatir tentang potensi kebocoran data kepada pemerintah China, dan apa yang mereka pandang sebagai lemahnya perlindungan privasi," sebagai mana dikutip dari The Straits Times, Sabtu, (1/2/2025).
Penjelasan serupa datang dari Netskope Inc., sebuah layanan yang banyak digunakan perusahaan untuk membatasi akses karyawan ke situs-situs tertentu.
Ada sekitar 70 persen pelanggan Armis telah meminta agar AI asal China tersebut diblokir. "52 persen klien Netskope memblokir akses ke situs tersebut sepenuhnya," ucap Ray Canzanese, direktur laboratorium ancaman Netskope.
“Kekhawatiran terbesar adalah potensi kebocoran data model AI ke pemerintah Tiongkok,” kata Izrael dari Armis. “Anda tidak tahu ke mana perginya informasi Anda.”
Masalah utama yang banyak pihak khawatirkan adalah pengumpulan dan penyimpanan data dilakukan DeepSeek di server berlokasi di China.
Dalam ketentuan privasinya, perusahaan mengakui mereka mengumpulkan tombol yang ditekan, masukan teks dan audio, file diunggah, feedback, riwayat obrolan, dan konten lainnya.
DeepSeek Pakai Data Pengguna, Buat Apa?
Startup AI itu menjelaskan, data tersebut bertujuan untuk melatih model AI-nya dan dapat dibagikan ke penegak hukum dan otoritas publik setempat.
Kondisi ini tentu saja menimbulkan kegelisahan, terutama di kalangan pengguna dan organisasi memperhatikan privasi dan keamanan data.
Meskipun demikian, popularitas chatbot AI DeepSeek ini masih tinggi. Terbukti, aplikasi ini masih memuncaki unduhan di Apple App Store meskipun kekhawatiran mengenai kebijakan data terus meningkat.
Jadi pertanyaannya sekarang, apakah penggunaan teknologi AI dari China dapat dipisahkan dari rasa khawatir terkait keamanan data dan intervensi pemerintah?
Advertisement
Departemen Pertahanan AS Blokir DeepSeek
Di sisi lain, Departemen Pertahanan AS atau yang kerap disebut Pentagon juga berupaya memblokir DeepSeek.
Bukan tanpa alasan, mengutip Tech Crunch, Jumat (31/1/2025), Pentagon melarang penggunaan DeepSeek setelah sejumlah karyawannya terhubung ke server Tiongkok.
Sekadar informasi, menurut Tech Crunch, ketentuan layanan DeepSeek secara eksplisit menyatakan bahwa mereka menyimpan data pengguna di server Tiongkok dan mengatur data tersebut berdasarkan hukum China. Hukum setempat mengamanatkan kerja sama dengan badan intelijen China.
Namun, hal itu rupanya tidak menghentikan para pekerja di Departemen Pertahanan AS untuk terjebak dalam sensasi DeepSeek yang sedang booming minggu ini.
Mereka menjajal DeepSeek, bahkan menghubungkan komputer kerja karyawan Pentagon ini ke server Tiongkok menggunakan DeepSeek. Laporan Bloomberg menyebut, setidaknya hal ini berlangsung selama dua hari.
Banyak Warga AS Pakai DeepSeek
Sejak itu, Pentagon pun mulai memblokir DeepSeek di beberapa jaringannya. Meski begitu, beberapa karyawan masih bisa mengakses layanan DeepSeek.
Kini, pemerintah AS tengah bergulat dengan implikasi keamanan nasional akibat melonjaknya minat masyarakat terhadap chatbot AI asal Tiongkok tersebut.
Apalagi, minggu ini, aplikasi DeepSeek bahkan memuncaki App Store dan Google Play Store sebagai aplikasi paling banyak diunduh.
Pentagon bukan satu-satunya lembaga pemerintahan AS yang memblokir DeepSeek. Sebelumnya pada 24 Januari lalu, Angkatan Laut AS juga melarang karyawannya mengakses DeepSeek karena masalah keamanan dan etika.
Advertisement