Liputan6.com, Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih mengkaji qanun atau peraturan daerah tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Aceh.
Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengakui jika qanun usulan Pemerintah Daerah Aceh tersebut sudah diterima pihaknya sekitar pertengahan Februari lalu.
“Hanya saja, saya belum tahu hasilnya seperti apa. Menunggu Pak Menteri," ujar dia di Jakarta, Kamis (6/3/2014).
Dengan adanya kepastian ini, bisa jadi membuat para pengusaha tambang di Aceh dapat sedikit bernafas. Itu karena mereka mengaku harga batubara di Aceh saat ini hanya US$ 29 per ton.
Baca Juga
Sedangkan biaya produksinya mencapai lebih US$ 20 per ton. Hal ini yang dikeluhkan Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh.
Mereka menilai kondisi ini akan semakin memberatkan jika pemerintah pusat benar-benar akan menaikan royalti yang rencananya sebesar 13,5%.
Advertisement
“Bisa dipastikan tidak ada pengusaha tambang yang bisa bertahan. Lantas kami mau makan apa," ujar Ketua Bidang Umum Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh Zen Zaeni Ahmad.
Menurut Zen, harga pasaran batubara yang diekspor ke India tersebut jauh dari harapan pengusaha. Setidaknya jika ingin menaikan royalti, tunggu sampai harga batubara di atas US$ 100 per ton.
"Apalagi kualitas batubara di Aceh termasuk batubara yang berkalori rendah, jadi sulit jika ingin bersaing," jelas Zen. Karena itu, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kembali rencana menaikan royalti tersebut.
Sebenarnya kata Zen, mereka tidak keberatan dengan Qanun Pertambangan Minerba Pemerintahan Aceh berkaitan dengan royalti pertambangan ditetapkan sebesar 3,5%-6%. Dengan syarat, pemerintah pusat tidak menaikan royalti dari 5% menjadi 13,5%.
"Prinsipnya kita setuju Qanun, tapi kita minta pemerintah pusat jangan menaikan royalti," ujar Zen.
Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat berencana menaikan royalti sama dengan kontraktor PKP2B sebesar 13,5%. Jika kedua aturan ini diterapkan, maka royalti yang dibayarkan pengusaha bisa mencapai 20,5%.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi sebelumnya mengaku pihaknya belum memberikan restu qanun. Sebab hal ini harus dibahas lintas kementerian, yakni Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan.
“Memang betul, Kemendagri yang mengeluarkan keputusan. Namun, sampai saat ini, qanun tersebut masih dibahas lintas kementerian,” ujar dia.