Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan varian cokelat Cadbury yang beredar di pasar Indonesia aman dikonsumsi lantaran tak masuk dalam dua varian yang terindikasi mengandung DNA babi.
Pernyataan ini menyusul temuan dua varian, Cadbury Dairy Milk Hazelnut dan Cadbury Dairy Milk Roast Almond oleh MUI Malaysia.
Wakil Sekretaris Jenderal Aprindo, Satria Hamid Ahmadi mengatakan, setelah kasus ini mencuat ke permukaan, pihaknya langsung berkoodinasi dengan 100 anggota Aprindo, buyer, importir, merchandiser. Anggota Aprindo diantaranya, Indomaret, Carrefour, Hypermart, Hero, Giant, Naga Swalayan dan sebagainya.
"Ternyata dari laporan mereka, dua varian Cadbury yang mengandung DNA babi nggak masuk ke pasar Indonesia dalam hal ini anggota Aprindo. Kami sudah cek produk Cadbury yang ada di Indonesia, ada sertifikasi halal dari badan otoritas sini," jelas dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Satria mengimbau kepada konsumen untuk tidak ragu membeli produk Cadbury yang dijajakan di pasar ritel, anggota Aprindo. Sehingga dia mengaku tak ada penarikan produk Cadbury akibat kasus ini.
"Cadbury masih dijual, nggak dilarang, nggak ada penarikan karena semua aman punya izin edar, sertifikat halal, lolos uji coba. Tapi kalau BPOM memerintahkan untuk menariknya, ya kita tarik," tutur dia.
Lebih jauh katanya, pengusaha ritel tak menjual produk tanpa izin edar resmi, sertifikat halal lolos uji coba dan lainnya dari masing-masing badan otoritas yang menanganinya. Jika produk tersebut mengantongi semua syarat itu, maka ritel wajib menjualnya.
"Tapi kan kami nggak bisa cek satu-satu karena barang yang datang sampai ratusan ribu. Jadi pakai standar kepercayaan saja. Lagipula masalah kandungannya apa, itu bukan domain kami melainkan ranah BPOM," papar Satria.
Meski demikian, dia mengaku bahwa kasus ini tak mempengaruhi penjualan Cadbury di pasar ritel. Penjualan cokelat ini tetap stabil.
"Ini untuk menjawab keraguan semua pihak, karena kami pun nggak akan mempertaruhkan nama baik hanya untuk menjual satu atau dua produk yang nggak aman," tegasnya.
Sebagai tindak lanjut dari temuan ini, Satria mengaku, telah melakukan beberapa langkah, yakni, pertama, sosialisasi kepada seluruh masyarakat bahwa ada website resmi MUI, BPOM dan lainnya untuk mengecek produk yang aman dan tidak aman.
"Kedua, meminta badan otoritas membuat hotline agar konsumen bisa melaporkan produk yang mencurigakan kehalalannya. Serta ketiga, mengimbau kepada suplier dan importir agar mengirim produk yang memenuhi syarat yang ditetapkan di Indonesia," saran Satria.(Fik/Nrm)
Advertisement