Liputan6.com, New York - Perusahaan minyak asal Belanda, Royal Dutch Shell Plc akan memangkas rencana investasi tiga tahun ke depan sebesar US$ 15 miliar atau setara Rp Rp 190 triliun (kurs Rp 12.719 per US$) akibat turunnya harga minyak dunia.
Shell, perusahaan minyak terbesar di dunia, melaporkan akan menunda atau membatalkan sekitar 40 proyek di seluruh dunia menyusul anjloknya minyak mentah ke level terendah lima tahun.
"Tak hanya itu, kegiatan eksplorasi juga akan dibatasi," kata Chief Executive Officer Ben van Beurden dilansir dari Bloomberg, Senin (2/2/2015).
Advertisement
Beurden menjelaskan pemangkasan investasi belanja yang direncanakan tiga tahun belumlah keputusan akhir. Dia memperingatkan kemungkinan adanya pemotongan kembali jika harga minyak terus merosot.
Shell mencatat penurunan produksi minyak dan gas pada kuartal IV 2014 sebesar 1 persen menjadi 3,213 juta barel setara minyak per hari karena kehilangan lisensi di Abu Dhabi dan masalah keamanan di Nigeria.
Namun, penurunan pendapatan dari bisnis hulu migas diimbangin dengan lini bisnis bahan kimia. Sehingga perusahaan yang berkantor pusat di Den Haag tersebut mengantongi laba US$ 3,3 miliar, atau naik dari periode yang sama tahun lalu US$ 2,9 miliar. Angka ini masih lebih rendah dari perkiraan analis US$ 4,1 miliar.
Industri minyak global segera mengambil tindakan atas turunnya harga minyak di bawah US$ 50 per barel. Occidental Petroleum Corp dan ConocoPhilips juga telah merilis rencana pemangkasan investasi.
Chevron Corp menunda anggaran pengeboran 2015. Langkah memotong investasi merupakan upaya perusahaan untuk melindungi keuntungan investor. (Ndw)