Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mengkaji ulang pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Jawa Barat. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meminta Badan Pengkaji dan Penerapan Tekhnologi (BPPT) untuk mengkaji ulang pembangunan pelabuhan tersebut.
Hal itu dilakukan dalam upaya menengahi perbedaan pendapat antara PT Pertamina (Persero) dan Kementerian Perhubungan terkait pembangunan pelabuhan itu.
"(Laporan Bappenas) bagus hasilnya, tapi ada BPPT yang kami minta kaji lagi," kata Menko Maritim, Indroyono Soesilo seperti ditulis, Senin (9/3/2015).
Advertisement
Hingga saat ini PT Pertamina (Persero) mengaku menolak pembangunan pelabuhan Cilamaya tersebut, sementara Direktur Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan memerintahkan untuk tetap membangun pelabuhan Cilamaya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto mengungkapkan selain ada beberapa kajian tersebut, dirinya menginginkan ada pembahasan bersama antara pemerintah dengan perusahaannya.
‎
"Jalan terbaik duduk kemudian melihat kepentingan ONWJ yang dibutuhkan negeri ini, dan infrastruktur‎. Bagaimana dua ini disinergikan," tegas Dwi.
Seperti diketahui, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan jika pembangunan pelabuhan Cilamaya mengganggu pipa milik PT Pertamina, maka dia memberikan solusi dengan menggeser lokasi pembangunan pelabuhan.
‎
Namun, PT Pertamina mengaku meskipun digeser, itu masih akan tetap merugikan perusahaan migas terbesar di Indonesia itu.
VP Coorporate Communication PT Pertamina Ali Mudakir menyatakan pergeseran ini tidak akan berpengaruh signifikan dan diyakini tetap berpotensi menganggu kegiatan di blok migas tersebut.
"Itu tidak signifikan, karena untuk jalur pelayaran, 2,9 km itu masih sempit. Kapal untuk bermanufer perlu jarak 0,5 km-1 km," ujar Ali.
Dia menjelaskan, dalam kawasan tersebut terdapat pipa minyak dan gas dasar laut milik PHE ONWJ dan anjungan minyak yang jumlahnya mencapai 200 unit.
"Kalau kapal itu nyenggol fler-nya, itu bisa terbakar. Kalau tersenggol satu pipa, semua pipa akan terpengaruh," kata dia.
Pertamina juga terancam mengalami kerugian akibat kehilangan pendapatan sebesar US$ 12,3 miliar atau sekitar Rp 147,6 triliun jika blok migas ini terganggu‎. (Yas/Ahm)