BI: Perjanjian Perdagangan Bebas Justru Rugikan RI

Seharusnya, dengan FTA, Indonesia bisa mengambil untung dengan meningkatkan penjualan produk-produk dalam negeri ke negara ASEAN lainnya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Mar 2015, 08:15 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2015, 08:15 WIB
Menko Perekonomian Gelar Jumpa Pers Usai Rapat Nilai Tukar Rupiah
Gubernur BI Agus Martowardojo memberikan keterangan pers usai rapat kabinet terbatas bidang perekonomian di Kantor Presidenan, Jakarta, Rabu (11/3/2015).Rapat tersebut mengenai perkembangan nilai tukar rupiah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) antara Indonesia dengan negara ASEAN hanya memicu pelebaran defisit transaksi berjalan. Oleh karena itu, BI meminta kepada pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan FTA agar tidak membawa kerugian tambahan bagi bangsa Indonesia.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui, sejak implementasi FTA berlaku efektif dua tahun lalu, defisit transaksi berjalan semakin meningkat. Sementara negara ASEAN lain justru mengalami surplus dari perdagangan antara Indonesia dan negara tersebut.

"Tantangan bagi kita adalah mengawasi Indonesia sebagai bagian dari ASEAN Community 2015 dan FTA. Sebab baru efektif dua tahun, selalu saja defisit, apalagi ekonomi China tumbuh melambat," terang dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (26/3/2015).

Seharusnya, dengan FTA, Indonesia bisa mengambil untung dengan meningkatkan penjualan produk-produk dalam negeri ke negara ASEAN lainnya. Dengan langkah tersebut perekonomian nasional bisa meningkat. Selain itu, dengan semakin tingginya ekspor produk-produk nasional, defisit transaksi berjalan bisa berkurang.

Namun sayangnya, kenyataan yang terjadi saat ini FTA justru membuat Indonesia sebagai pasar produk-produk dari negara ASEAN lainnya. Banyaknya produk impor tersebut justru menekan pertumbuhan industri dalam negeri. Selain itu, dengan semakin banyak impor maka defisit transaksi berjalan semakin tinggi.

Menanggapi pernyataan BI tersebut, Menkeu Bambang Brodjonegoro merasakan ada ketidaktegasan pemerintah saat melakukan perundingan atau kerja sama perdagangan dengan negara lain.

"Kuncinya memang negosiasi dari tim pemerintah dan negara lagi. Sayangnya kenapa kita dirugikan dari sejak lama, kalau untuk utamanya kurang keras dalam negosiasi, sehingga orang lain mengambil manfaat dari apa yang kita inginkan, paparnya.

Sementara Anggota DPR Komisi XI, M Mukhlisin dari Fraksi Partai Golkar ini, FTA hanya membuat rapor keuangan negara dari surplus menuju minus atau defisit. "Sejak dulu mengkritik dan menentang FTA jika national interest nggak terlindungi. Apa perlu meninjau kembali di FTA termasuk MEA walaupun realitasnya nggak boleh ditolak," pungkas dia. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya