Liputan6.com, Jakarta- Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI) menyatakaan keberatan atas penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) barang berbahaya pada BBM.
Ketua Umum APBBMI, Achmad Faisal mengatakan, para penyalur sangat berkeberatan terhadap Peraturan Pemerintah tersebut, khususnya terkait jenis dan tarif pengawasan bongkar/muat pengangkutan barang berbahaya dikenakan tarif sebesar Rp.25.000,- per kilogram.
" Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam lampiran Peraturan Pemerintah 11 tahun 2015 pada halaman 90 butir 7g," kata Achmad, di Jakarta, Sabtu (28/3/2015).
Menurutnya, besar tarif Pengawasan bongkar muat Pengangkutan barang berbahaya tersebut ternyata ditetapkan jauh lebih tinggi dari harga BBM non subsidi.
Karena itu, seharusnya pemerintah meninjau ulang penetapan BBM sebagai barang berbahaya yang wajib di kenakan tarif pengawasan bongkar muat pengangkutannya
"Sebagai bahan bakar yang menyangkut hajat hidup dan kepentingan orang banyak , APBBMI berharap Pemerintah tidak mengenakan tarif pengawasan atas BBM dalam PP 11 tahun 2015 dan atau dalam ketentuan ketentuan lainnya," tuturnya.
Achmad mengungkapkan, besaran tarif pengawasan bongkar muat pengangkutan barang berbahaya khusus terhadap BBM sangat tinggi dan menjadi beban yang tidak sanggup dipenuhi.
"Maka untuk sementara, sampai ditetapkannya ketentuan yang bijak dan tidak memberatkan kami, kami tidak akan melaksanakan pengangkutan bbm dengan menggunakan jasa pelabuhan laut , di pelabuhan manapun juga," pungkasnya.(Pew/Nrm)