Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) Kementerian Hukum dan HAM RI serta Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meluncurkan program 'Indonesia Clean Mall Award 2015 (ICMA 2015) atau Penghargaan Mal Bersih Indonesia.
Ketua MIAP, Widyaretna Buenastuti mengatakan program ini untuk mendukung peredaran produk asli atau berlisensi di pusat perbelanjaan. Lantaran, kerugian yang disebabkan dari pemalsuan begitu besar, bahkan mencapai Rp 65,1 triliun.
"Melalui ICMA 2015 kami berharap mal di Jakarta dan Indonesia untuk berpartisipasi bagaimana program yang bekerjasama dengan tenan mengedepankan hak kekayaan intelektual itu penting," kata dia, di Jakarta, Kamis (9/4/2015).
Advertisement
Program ini juga mengedukasi masyarakat untuk selalu berinovasi pada produk. Apalagi, konsumsi masyarakat terus tumbuh.
"Edukasi mengenai hak kekayaan intelektual bagaimana menumbuhkan inovasi anak bangsa jadi tidak hanya meniru itu yang kita tumbuhkan," lanjutnya.
Dia mengatakan, peserta yang mengikuti ICMA 2015 akan dinilai dan dimonitor partisipasinya selama kurun waktu dua minggu yakni 15 April-29 April 2015 sejak pengumpulan surat partisipasi.
Adapun kriteria penilaiannya meliputi aspek hukum dan sosial. Untuk aspek hukum meliputi tenan utama untuk tidak menjual atau mendistribusikan produk palsu atau bajakan. Kemudian sub tenan untuk tidak menjual dan mendistribusikan produk palsu atau bajakan.
Dari aspek sosial, bagaimana pusat perbelanjaan melakukan kampanye yang berisi atau imbauan untuk peduli pada produk asli. Lalu ajakan dan sosialisasi secara berkelanjutan terkait anti pemalsuan.
"Tujuan utamanya konsumen untuk melakukan pembelian akan barang-barang yang diperlukan oleh para konsumen tersebut," tandas dia.
Sebelumnya Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal Hak‎ Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Tosin Junansyah pernah mengatakan, beberapa mal atau pusat perbelanjaan di Indonesia terang-terangan mengedarkan barang-barang palsu, mulai dari produk dari kulit (tas, sepatu), pakaian, kosmetik, produk farmasi sampai software atau perangkat lunak dan kaset VCD/DVD.
"Barang palsu yang diperdagangkan di mal sangat besar, contohnya di mal Ambassador dan Mangga Dua. Walaupun tidak semuanya palsu," ujar Tosin.
Menurut Tosin, produk palsu bermerek yang beredar tersebut dijual dengan harga sangat terjangkau. Padahal jika konsumen membeli yang asli, harga produk bermerek itu bisa mencapai jutaan rupiah.(Amd/Ahm)