Go-Jek, Macet Jakarta Jadi Peluang Raup Untung

Pada 2011, Nadiem resmi menciptakan Go-jek Indonesia. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi yang memiliki metode unik.

oleh Vina A Muliana diperbarui 04 Jun 2015, 17:20 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2015, 17:20 WIB
Go-Jek, Macet Jakarta Jadi Peluang Raup Untung
Pada 2011, Nadiem resmi menciptakan Go-jek Indonesia. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi yang memiliki metode unik.

Liputan6.com, Jakarta - Macet, seakan menjadi momok di ibukota. Deretan kendaraan mengular menghiasi jalanan ibukota saban hari. Demi tak terlambat saat beraktivitas seperti ke kantor, sekolah, kini banyak orang yang memilih memanfaatkan kendaraan roda dua, atau lebih tenarnya disebut ojek, sebagai sarana transportasi ketimbang mengendarai roda empat.

Berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi ibukota inilah, Nadiem Makarim, seorang anak muda kelahiran 4 Juli 1984,  menciptakan solusi baru sekaligus menangkap peluang bisnis jasa antar (ojek) yang dikombinasikan dengan sistem teknologi. Dari ide inilah lahir Go-Jek.

"Go-Jek datang dari satu masalah yaitu kehidupan di Kota Jakarta yang begitu macet dan berdampak ke kualitas hidup, polusi dan waktu karena menurut saya saat ini hal paling berharga adalah waktu. Hanya ojek jadi satu sarana transportasi dan logis tercepat, tapi ini tidak profesional karena terpencar dan hanya melayani jasa transportasi karena tidak ada perantara," kata CEO sekaligus Founder Go-Jek Nadiem kepada Tim Liputan6.com.

Pada 2011, Nadiem resmi menciptakan Go-jek Indonesia. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi. Go-jek hadir dengan memanfaatkan profesi tukang ojek yang dipoles sedemikian rupa sehingga dapat lebih terintegrasi dengan kebutuhan pelanggan. Mulai dari jasa pengiriman barang maupun pesan antar makanan.

"Karena sebenarnya kalau ojek itu sudah menjadi langganan bisa mengantarkan barang, bisa belikan barang makanya konsep Go-Jek berkembang untuk menggabungkan dampak sosial dengan teknologi," tutur Nadiem.

Citra tukang ojek yang selama ini terkesan kurang baik di mata masyarakat pun disulap menjadi lebih baik dengan menambahkan fasilitas-fasilitas baru seperti seragam untuk para tukang ojek, pengadaan layanan pick up, dan juga fasilitas mobile app sehingga pelanggan dapat memesan layanan melalui telepon genggam.

Pria lulusan Harvard Business School ini mengaku, sejak resmi berkibar dengan aplikasi Go-Jek pada Maret 2014, pertumbuhan bisnisnya sangat signifikan.

Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya pengunduh aplikasi dan jumlah pengemudi Go-Jek yang berjumlah hingga 5.000 register driver tersebar di Jabodetabek dan semuanya terhubung ke sistem booking mobile. Sebelumnya, para pengemudi ini tetap harus melalui berbagai tes guna menjaga kepercayaan.

Ketika disinggung soal omzet, dengan alasan rahasia perusahaan, Nadiem belum mau menjelaskan jumlah pertumbuhan bisnisnya. Pastinya para tukang ojek yang bergabung kini lebih mendapatkan pendapatan yang pasti, bergantung pada kerajinan mereka.

Pada kerjasama ini, pembagian profit dikatakan sangat proposional dan menguntungkan sebesar 80 persen untuk pengemudi dan 20 persen untuk manajemen.

Dia memang menegaskan jika visi Go-jek Indonesia tidak hanya sekadar mengejar profit semata, tapi ikut serta menyejahterakan tukang ojek, itu yang menjadi kebanggaan dan kebahagiaan dalam berbisnis bagi Nadiem.

"Membantu saya meningkatkan penghasilan mereka, saya (pengemudi) bisa bermitra dengan Go-Jek dan penghasilan bisa menjadi double, kadang tiga kali lipat," tandas dia. (*)

Produser: Nurmayanti

Presenter: Vina A Muliana

Videografer: Awan Harinto

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya