Ketimpangan Pembangunan Bikin Sektor Maritim Sulit Berkembang

Dari total 1.375 pelabuhan perikanan di Indonesia, hanya 7 persen di kawasan Indonesia Timur.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Jul 2015, 15:04 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2015, 15:04 WIB
Nelayan
Nelayan

Liputan6.com, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (KNTI) membantah bahwa terpuruknya pengelolaan perikanan di Indonesia lantaran kurang cakapnya sumber daya manusia (SDM) dalam negeri. Menurut mereka, sulitnya sektor maritim berkembang karena pembangunan di Indonesia tidak merata.

"Kami kurang sepakat tudingan sejumlah pihak yang menyebut tidak kompetitifnya SDM dan nelayan RI sebagai penyebab terpuruknya pengelolaan laut. Tudingan ini tidak saja usang, sekaligus terkesan lempar tanggung jawab," ujar Ketua Umum KNTI Riza Damanik dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/7/2015).

Dia memaparkan, ada 5 fakta terkini agar dapat memahami akar persoalan ini, pertama, dari total 60.163 Unit Pengolahan Ikan (UPI) di 2014, sebanyak 67,2 persen berada di Jawa dan Sumatera. Kedua, dari total 9.536.050 ton produk olahan hasil perikanan pada 2014, hampir 41 persen berasal dari Jawa dan Sumatera.

Ketiga, dari total 1.375 pelabuhan perikanan di Indonesia, hanya 7 persen di kawasan Indonesia Timur. Keempat, dari lebih 100 pasal di dalam Undang-Undang (UU)Perikanan, hanya 17,6 persen pasalnya yang membahas pasca produksi.

Kelima, dari lebih 13 juta tenaga kerja di sektor perikanan, hanya 11 persennya yang bekerja di sektor pengolahan.

"Apakah minimalisnya pencapaian pembangunan kelautan lebih disebabkan persoalan nelayan Indonesia di desa? Saya jawab tidak sekedar itu," kata dia.

Menurutnya, persoalan ini lebih kompleks, yaitu penyimpangan arah dan prioritas pembangunan kelautan nasional selama ini telah menghambat tumbuhkembangnya manusia Indonesia dalam memakmurkan laut.

Riza menegaskan, koreksi prioritas dan arah pembangunan kelautan ke depan harus dilakukan pada tiga strategi cepat, yaitu pertama, mengoreksi ketimpangan pembangunan antara timur dan barat, maupun perbatasan dan non-perbatasan.

"Langkah ini harus tercermin dalam politik anggaran 2016-2019 dengan prioritas kawasan timur Indonesia dan perbatasan," ungkapnya.

Kedua, mereposisi desa pesisir tidak lagi sekedar pusat pengambilan bahan mentah dan pengonsumsi produk olahan dari kota. Desa pesisir harus menjadi sentra inovasi produk-produk perikanan dan kelautan (hilirisasi).

"Dan ketiga, memperluas revisi UU Perikanan dan memperketat kebijakan terkait untuk menstimulasi penguatan hilirisasi dan partisipasi masyarakat Indonesia dalam pengelolaan hulu-hilir perikanan," tandasnya. (Dny/Gdn)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya