Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah menyentuh level 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada awal pekan ini. Sentimen eksternal terutama kekhawatiran pelaku pasar terhadap pelemahan mata uang yang dilakukan China dan Vietnam telah menekan rupiah terhadap dolar AS.
Berdasarkan data RTI pukul 10.30 waktu Jakarta, nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.986 per dolar AS. Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 36 poin menjadi Rp 13.977 per dolar AS dari penutupan perdagangan Jumat 21 Agustus di kisaran 13.941 per dolar AS.
Baca Juga
Pagi ini, rupiah sempat tembus di kisaran 14.031 per dolar Amerika Serikat. Kini rupiah bergerak di kisaran 13.977-14.053 per dolar AS. Pukul 10.44 waktu Jakarta, rupiah pun sudah bergerak di kisaran 13.996 per dolar AS.
Advertisement
Lalu bagaimana dengan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada awal pekan ini?
Dalam kurs JISDOR, rupiah berada di kisaran 13.998 per dolar AS. Dolar AS makin menguat terhadap rupiah. Dengan naik 103 poin dari level rupiah 13.895 per dolar AS pada Jumat 21 Agustus 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada Senin 24 Agustus 2015.
Nilai tukar rupiah sudah mengalami depresiasi sekitar 12,21 persen dari 12.474 pada awal tahun 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada awal pekan ini.
Analis PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova menuturkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS ini didorong sentimen eksternal dan internal. Dampak pelemahan mata uang Yuan China yang diikuti dengan Dong oleh bank sentral Vietnam telah mempengaruhi pelemahan rupiah.
Di sisi lain, saat ini belum ada sentimen positif dari internal untuk mengangkat nilai tukar rupiah. Rully menuturkan, nilai tukar rupiah tembus di kisaran 14.000 ini agak mengkhawatirkan. Hal itu lantaran pelemahan nilai tukar rupiah dapat memukul aktivitas industri mengingat ketergantungan impor tinggi.
"Aktivitas industri terutama domestik masih mengandalkan impor. Sementara itu kita berharap ekspor membaik dengan rupiah melemah tetapi sayangnya permintaan global juga lesu," kata Rully saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, nilai tukar rupiah melemah ini dapat menganggu impor apalagi pemerintah akan mengimpor daging sapi ditakutkan akan menaikkan harga. "Dengan impor tinggi daya beli masyarakat akan tergerus," ujar Rully.
Selain itu, Rully menilai nilai tukar rupiah terus melemah berdampak negatif terhadap sektor otomotif dan manufaktur. Hal itu lantaran bahan impor yang cukup tinggi. Utang luar negeri swasta juga dikhawatirkan berpotensi gagal bayar dengan rupiah terus tertekan.
"Sebagian utang swasta belum lindung nilai sehingga ada potensi gagal bayar," kata Rully.
Rully menilai, Bank Indonesia (BI) telah melakukan intervensi di pasar tetapi belum maksimal. Akan tetapi, bila juga dilakukan intervensi itu juga sulit untuk mengangkat rupiah ke level 13.000. "Saat ini tekanan begitu besar sehingga sulit kembali ke level di bawah 14.000. Rupiah masih akan bergerak di kisaran 13.990-14.000 pada hari ini," kata Rully. (Ahm/Igw)